Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
“Sports is sports, politics is politics”. Ini jargon yang dijadikan pegangan oleh pendudukan Israel untuk mendorong atletnya mengikuti berbagai turnamen internasional. Termasuk keikutsertaannya pada Piala Dunia FIFA U-20 tahun 2023 di Indonesia.
Lalu, apakah memang olahraga tidak terkait politik?
Dalam rangkuman Wikipedia dikatakan, politik dan olahraga atau diplomasi olahraga menggambarkan penggunaan olahraga sebagai sarana untuk mempengaruhi hubungan diplomatik, sosial, dan politik.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Diplomasi olahraga dapat melampaui perbedaan budaya dan menyatukan banyak orang. Bahkan, semangat nasionalistik pun dikaitkan dengan kemenangan atau kekalahan cabang olahraga di lapangan. Jadi, jelas ada hubungannya.
Bahkan, event Olimpiade Dunia merupakan contoh politik terbesar dalam penggunaan olahraga untuk sarana diplomatik.
Dalam kasus Apartheid di Afrika Selatan misalnya, olahraga pun digunakan untuk mengisolasi Afsel, dan untuk melakukan perombakan besar-besaran dalam struktur sosial politik negara tersebut.
FIFA waktu itu menangguhkan keanggotaan Asosiasi Sepak Bola Afrika Selatan pada tahun 1961.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Bahkan, pada tahun 1968, Majelis Umum PBB membuat keputusan, melakukan boikot budaya dan olahraga terhadap Afrika Selatan, karena telah mempraktikkan apartheid. Sehingga para seniman, aktor, olahragawan, dan lain-lain tidak bisa tampil di Afrika Selatan, yang sebelumnya tahun 1964 telah ikut dalam Olimpiade.
Keputusan badan olahraga dunia untuk mengisolasi Afrika Selatan dalam turnamen olahraga, cukup efektif mengubah kebijakan politik di negara benua hitam tersebut.
Berikutnya, ketika Rusia menyerang Ukraina demi ambisi politiknya, bukan ambisi olahraga. Nyatanya, Rusia diboikot ramai-ramai oleh negara-negara Eropa dalam olahraga. FIFA dan UEFA pun memboikot Rusia dalam seluruh pertandingan sepakbola.
FIFA dan UEFA menghukum Rusia beserta klub sepak bolanya. Termasuk Spartak Moskva, yang dilarang ikut serta dalam kompetisi Liga Champions.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Keputusan badan olahraga tersebut tetap bernuansa politik, dan tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan politik.
Tapi bagaimana dengan Israel, sejak dahulu hingga sekarang? FIFA dan UEFA menggunakan standar ganda, membiarkan Israel bebas mengikuti pertandingan kapan pun, di manapun dan dalam level apapun.
Tidak seperti ketika FIFA memberlakukannya terhadap Afrika Selatan. Padahal kejahatan Israel lebih dari aphartheid dibandingkan Afsel.
Juga tidak seperti yang diberlakukan FIFA terhadap Rusia atas serangannya ke Ukraina, yang berlangsung dalam beberapa bulan. Padahal, serangan dan tindakan kejahatan pendudukan Israel terhadap Palestina, jauh lebih dahsyat dan teah berlangsung puluhan tahun.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
FIFA telah menutup mata terhadap pelanggaran pendudukan Israel yang semakin brutal di Palestina. Palestina semakin menderita, sementara Israel terus mempromosikan dirinya sebagai anggota FIFA atas nama olahraga.
Padahal, pendudukan Israel saat ini bukan hanya mempratikkan rezim apartheid dan rasisnya di Palestina. Namun juga telah melakukan berulang kali semua tindak kejahatan kemanusiaan, mulai dari penculikan tanpa sebab, pemenjaraan tanpa sidang, penjarahan, penggerekan, dan deportasi. Termasuk perobohan rumah warga, pembakaran ladang zaitun, hingga pemerkosaan terhadap wanita.
Belum lagi pembunuhan terhadap warga sipil, terutama anak-anak dan orang tua, berbagai jenis pembatasan hingga blokade darat, laut dan udara terhadap sekitar 2 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza.
Timnas Israel ke Indonesia pun secara official atas nama negara pendudukan tersebut. Berarti sama saja kita mengakui negara tersebut. Padahal Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Di sini, FIFA telah menerapkan standar ganda atas perlakuannya terhadap Afsel dan Rusia, dibandingkan dengan Israel. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah