Jakarta, MINA – Standard Chartered Bank bersama Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK) menggelar pelatihan bagi guru dari 14 Sekolah Luar Biasa (SLB) di wilayah Jabodetabek.
Pelatihan yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas guru dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus dengan penglihatan terbatas (low vision) itu berlangsung di Pusat Pelatihan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala Jakarta, Rabu (9/8).
Program pelatihan itu merupakan bagian dari Seeing is Believing Addressing Child Blindness Low Vision & Visual Impairment Project, sebuah proyek penanganan masalah pada anak yang diluncurkan pada akhir 2015 dengan target wilayah kerja di Jabodetabek, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat untuk periode lima tahun.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Hingga hari ini, program tersebut telah menjangkau lebih dari 1.800 anak berkebutuhan khusus dari 40 SLB di Jabodetabek dan Makassar. Dari 1.800 anak tersebut, 794 di antaranya telah memperoleh layanan lanjutan.
“Kami sangat berbahagia bahwa banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang memperoleh akses untuk pemeriksaan mata. Kami berharap program ini dapat berkontribusi menurunkan jumlah angka kebutaan di Indonesia sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah hingga nasional,” ujar Dody Rochadi, Direktur Utama Standard Chartered.
Secara global, diperkirakan terdapat 285 juta orang (4,24%) mengalami gangguan penglihatan, 39 juta (0,58%) mengalami kebutaan, dan 246 juta (3,65%) mengalami low vision (Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012). Indonesia menempati urutan ketiga dalam daftar negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di dunia, mencapai 1,5 persen lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Di Indonesia, terdapat sekitar 3,5 juta orang mengalami kebutaan pada kedua belah mata. Sebanyak 5060 persennya atau sekitar 1,5 juta mengalami kebutaan akibat katarak. Penyebab lainnya adalah glukoma dan penyimpangan pembiasan mata (refractive error).
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Menurut Evie Tarigan, Ketua Umum Yayasan LAYAK, salah satu lembaga non-profit yang menjadi rekan Standard Chartered dalam program Seeing is Believing, mengatakan, prevalensi kebutaan juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi.
“Minimnya akses untuk mendapatkan pencegahan dan penanganan gangguan penglihatan dan kebutaan juga sangat dipengaruhi oleh keterbatasan finansial, rendahnya mobilitas dan rendahnya paparan terhadap informasi,” katanya.
Program Seeing is Believing yang diluncurkan sejak 2003, bertujuan memberikan akses bagi pelayanan pemeriksaan dan kesehatan mata yang terjangkau bagi masyarakat di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah untuk menurunkan angka gangguan penglihatan yang dapat diobati. (R/R09/RI-1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September