Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirjen Pendis : Standardisasi Pondok Pesantren Bukan Menyamakan

habibi - Jumat, 6 Oktober 2017 - 18:10 WIB

Jumat, 6 Oktober 2017 - 18:10 WIB

490 Views ㅤ

Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin. (Foto: Royhanul Iman/MINA)

 

Jakarta, MINA – Direktur Jendral Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin mengatakan, program standardisasi pondok pesantren yang dibuat Kemenag bukan untuk menyamakan karena setiap pesantren memiliki ciri khas masing-masing.

“Jadi bukan menyamakan, jadi kita membiarkan keberagaman kurikulim pondok pesantren. Jadi kita tidak menstandardisasi tidak berarti menseragamkan semuanya tidak , karena setiap pesantren itu punya kekhasan,” katanya di Jakarta, Jumat (6/10).

Kepada Mi’raj News Agency (MINA), ia menambahkan, saat ini langkah awal yang tengah dilakukan adalah membuat standar minimal kitab yang dipelajari di pondok pesantren dan sudah memasuki tahap akhir.

Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online

“Ya jadi sudah finalisasi, sekarang jadi kan langkahnya kita mengidentifikasi seluruh kitab-kitab yang dibaca di pondok pesanteen itu sudah hampir tuntas, mudah-mudahan tahun ini tuntas,” kata Kamaruddin.

Nantinya setelah itu selesai, akan dikeluarkan imbauan dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) atau paling tidak menurutnya adalah Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam.

Pengelola pondok pesantren nantinya juga bisa improvisasi dari standar minimal yang dikeluarkan Kementerian Agama, agar santri tidak mempelajari kitab-kitab yang tidak sesuai dengan substansi dan visi pesantren.

Lebih lanjut, ia mengatakan, tindakan lanjutam dari standarisasi pondok pesantren itu misalnya penyetaraan atau kualifikasi kiyai, ulama.

Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan

Karena menurutnya, selama ini banyak kiyai atau ulama yang tidak pernah mendapat pendidikan formal tapi ilmunya dalam, dan pengetahuannya luas.

Menurut Kamaruddin, gambarannya adalah, misal sebuah pondok pesantren harus punya katakanlah seorang ustadz yang berpendidikan Master atau yang setara, atau gelar Doktor yang setara.

“Nah itu nanti bisa disetarakan dengan apa itu nanti kita buat aturannya, instrumen-instrumennya supaya bisa menjadi standar minimal pondok pesantren begitu,” katanya. (L/R08/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Indonesia
Indonesia