Strategi Dan Tantangan Dakwah Umat Islam

Wakil Ketua Wantim MUI, Didin Hafiduddin
Wakil Ketua Wantim , Didin Hafidhuddin

Oleh: KH Didin Hafidhuddin, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

sebagai aktivitas individu wajib dilakukan bagi setiap muslim sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya jika tidak mampu maka dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman”.

Dakwah sebagai aktivitas jama’i, wajib dilakukan dengan manajerial yang baik dan dalam bentuk kerjasama (shaf) yang rapi laksana satu bangunan yang kokoh

Misi dakwah di Indonesia saat ini adalah melanjutkan upaya dakwah dan Islamisasi para ulama dan pejuang-pejuang Islam yang telah menorehkan prestasi dakwah yang mengagumkan di kepulauan Nusantara.

Para penyebar dakwah di Nusantara selama beratus-ratus tahun telah berhasil mengubah negeri ini, dari yang semula 100 persen bukan muslim menjadi hampir 100 persen muslim penduduknya.

Bahkan, kini Indonesia dikenal sebagai negeri muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk muslim lebih dari 200 juta orang. Ini sebuah prestasi dakwah yang wajib disyukuri dan wajib dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

Apalagi berpikir untuk pergi meninggalkan Indonesia dan menyerahkan negara ini kepada pihak lain yang justru memiliki misi menjauhkan umat muslim dari nilai-nilai Islam.

Secara konstitusional khususnya menyimak pembukaan undang-undang dasar UUD 1945 tampak bahwa para tokoh Islam terdahulu yang duduk dalam penitia 9 (KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Kahar Muzakkir) telah berhasil merumuskan dasar negara yang sarat dengan nilai-nilai Islam berdasar pada Tauhid (ketuhanan Yang Maha Esa) menekankan pentingnya prinsip adil dan beradab dalam pembangunan manusia Indoensia dan menekankan pentingnya hikmah pembimbing rakyat, dan mewujudkan keadilan (al-adalah) sebagai tujuan bernegara.

Dengan cara pandang yang positif adil dan beradab berhadap NKRI. Maka, diharapkan umat Islam dapat menyusun tujuan target dan program dakwah yang terukur dan terencana.

Tantangan dakwah eksternal di Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus dari umat Islam menurut Mohammad Natsir adalah:

  1. Sekulerisasi
  2. Kristenisasi
  3. Nativisasi (Lihat buku percakapan Antar Generasi Pesan Perjuangan Seorang Bapak (1989).

Dalam kaitaan ini disamping melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar sesuai dengan tantangan dan kondisi yang ada juga perlu disiapkan para dai yang memiliki keahlian dan kepakaran khusus dalam penanggulangan ketiga tantangan tersebut.

Dalam tataran kenegaraan tujuan dakwah mewujudkan negara yang adil dan beradab sesuai dengan tujuan bernegara dalam konstitusi yang juga sejalan dengan tujuan bernegara dalam Islam.

Dalam tataran masyarakat dakwah Islam harus diusahakan terus-menerus untuk memperjuangkan tegaknya al-ma’ruf dan mencegah kemungkaraan usaha—usaha dakwah yang saat ini dilakukan melalui sebagai media, khutbah, tabligh , televisi, radio, website, media sosial, maka perlu ditingkatkan kualitasnya dalam bidang ini diakui.

Masih kekurangan media dakwah yang berkualitas tinggi khususnya media audio-visul (televisi dan film).

Tetapi masalah yang lebih mendasar adalah ketersediaan tenaga dai profesional di bidang media massa dalam kaitan inilah kita masih mengalami kesenjangan antara kebutuhan tenaga dai professional dengan kondisi pendidikan menengah dan tinggi. Di mana perguruan tinggi belum mampu menghasilkan tenaga-tenaga dai professional yang berjiwa zuhud dan mujahid.

Dalam tataran keluarga dakwah yang sangat mendesak untuk dilakukan adalah mendidik orang tua agar mereka mampu menjadi pendidik yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat al-Quran.

Peran pendidik yang utama harusnya dilakukan oleh orang tua khususnya dalam menanamkan adab/akhlak terhadap anak-anaknya

Peran orang tua ini sulit digantikan yang lainnya sebab penanaman bukan sekedar pengajaran adab memerlukan keteladanan, pembiasaan, dan penegakan aturan, keluarga adalah tempat yang utama untuk menanamkan adab.

Dalam tataran individu program dakwah yang sangat mendesak adalah :

  1. Meningkatkan kualitas keilmuan dan kebersihan jiwa para dai (tazkiyyatun nafs), sehingga mereka menjadi dai cinta ilmu bersih jiwanya.
  2. Menyiapkan kader-kader dai professional dalam bidang kehidupan. Misalkan dai yang berprofesi sebagai tukang batu, sopir, pedagang kali lima, montir, tukang servis computer dan HP.
  3. Menyiapkan kader dai kelas tinggi yaitu para ualam yang berkualifikasi sebagai pewaris Nbi. Program dakwa (kaderisasi ulama) ini harus mendapatkan prioritas sebab, para ulama inilah yang akan mampu membimbing dan memimpin umat agar mereka tidak tersesat.

Ulama tidak turun dari langit, ulama tidak dilahirkan tetapi ulama lahir dari proses pendidikan. KH Hasyim Asyari, Buya Hamka, KH Sholeh Iskandar, Mohammad Natsir, dan sebagainya lahir dari proses pendidikan. Proses itu bisa kita pelajari dan kita rekayasa ulang kembali.

Satu program khusus yang mendesak saat ini adalah menyiapkan para calon pemimpin umat dalam berbagai bdang kehidupan. Pemimpin harus disiapkan jauh-jauh sebelumnya.

Untuk menjadi jenderal ada proses panjang yang harus dilalui. Untuk menjadi negarawan yang ulung tidak bisa dilakukan dalam waktu tiba-tiba dan mendadak, disinilah para tokoh umat diharapkan mampu membaca potensi-potensi pemimpin umat (bibit unggul) di kalangan umat untuk kemudian dilakukan proses pembinaan sebagai calon pemimpin. (P002/P4)

Sumber : Wantim MUI

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)