Stunting Ancam Kesehatan dan Kecerdasan Penderitanya

,Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (). (Foto: MINA/Aliya)

Jakarta, MINA – atau keadaan tubuh anak pendek dari anak lain yang seusianya/kerdil dapat mengancam kesehatan dan kecerdasan pada penderitanya, demikian menurut Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (DPP Persagi) Tatang S. Falah.

Menurutnya, stunting bukan hanya kurangnya tinggi badan, melainkan salah satu tanda terjadinya masalah lain dalam tubuh.

Stunting bisa menimbulkan masalah lain seperti terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan otak yang berakibat pada turunnya kecerdasan,” katanya saat diskusi publik yang diadakan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah dengan tema ‘Pembangunan Gizi dan Kesehatan untuk Keadilan Sosial: Memahami Permasalahan Stunting di Indonesia,’ di Jakarta, Rabu (18/10).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar mencatat prevelensi stunting nasional 2013 mencapai 37,2 persen, meningkat disbanding tahun 2010 ada 35,6 persen. Artinya, dari 8,9 juta atau satu dari tiga anak Indonesia menderita stunting.

Prevelensi stunting di Indonesia lebit daripada negara-negara Asia Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, dan Thailand. Berdasarkan data Child Protection Specialist United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat kelima dari 136 negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting.

Stunting merupakan salah satu ancaman serius terhadap pembangunan kesehatan, khususnya pada generasi mendatang.

“Masalah lain dari stunting, yaitu gangguan pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh lain seperti jantung, ginjal, hati dan sebagainya, sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronis,” ujarnya.

Ia menjelaskan, beberapa faktor penyebab stunting adalah jenis makanan, kontrol frekuensi makan kepada bayi yang kurang atau ibu hamil, dan pelayanan kesehatan yang kurang.

“Mungkin orangtuanya kaya. Tetapi dia salah memberikan makanan yang tidak bergizi. Stunting bisa terjadi,” ujarnya.

Ia menjelaskan yang harus dilakukan agar tidak stunting, orangtua memperhatikan segala yang dibutuhkan bayi dari kandungan, lalu usia 1.000 hari pertama kehidupan yang dimulai dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada 2 tahun pertama setelah lahir.

“Pemenuhan gizi ibu hamil, memberi ASI eksklusif kepada bayi sampai 6 bulan, memberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup dan berkualitas, hingga akses terhadap air bersih dan sanitasi adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya,” tambahnya. (L/R10/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)