Oleh: Risma Utami, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
Tanggal 7 Mei mendatang adalah hari Pemilihan umum di Inggris Raya. Para pengamat mencoba untuk mencari tahu bagaimana sikap warga Muslim Inggris dewasa berpartisipasi dalam pemilu tersebut. Ke arah mana “blok suara” diberikan ke salah satu kandidat.
Nick Spencer, Direktur Riset Theos Think Thank mengatakan dalam laman OnIslam edisi Ahad (3/5), yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), bahwa lima tahun sekali, warga memilih, dan kelompok agama cukup menentukan.
“Bagaimanapun ini politik, dan laporan menunjukkan bahwa basis agama tidak ada dalam pemilu Inggris,” ujarnya.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Spencer merujuk pada hasil survei, bahwa pada pemilu 2010, menunjukkan hubungan antara politik dan agama, menawarkan analisis mendalam mengenai kebiasaan voting wargaInggris.
Berdasarkan temuan organisasinya, Spencer mengatakan, umat Islam pada tahun 2010 cenderung sangat memilih Partai Buruh, seperti yang dilakukan umat Hindu dan golongan Sikh pada tingkat lebih rendah.
Sebaliknya, suara Yahudi lebih cenderung mengarah ke Konservatif, dan Budha untuk Demokrat Liberal.
“Namun, pada pemilu 2015 ini, diprediksi terjadi perubahan bagi umat Islam warga Inggris,” paparnya.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Menurut sebuah analisa yang diterbitkan oleh pusat penelitian Pew Forum tanggal 2 April lalu, warga Muslim telah menjadi demografi politik yang penting,tak peduli berapa banyak prasangka dan antipati pihak-pihak tertentu terhadap mereka.
Di Inggris, banyak analis menunjukkan bahwa para pemilih Muslim sekarang lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang penting bagi kehidupan mereka, seperti menyangkut pajak, pendidikan, pekerjaan dan layan kesehatan.
Apalagi kini, warga Muslim di Inggris sedang menghadapi peningkatan Islamofobia dan deskriminasi pekerjaan yang mendorong mereka untuk mencari alternatif.
Muslim Inggris sekarang lebih tertarik mencari tahu mana calon perdana menteri yang diharapkan dapat mengatasi meningkatnya Islamophobia.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Tidak Percaya Demokrasi
Sementara itu, ahli politik RandyThornton, memperkirakan bahwa Muslim di Inggris telah menempuh pengalaman sejak tahun2010, tentang keterlibatan politik mereka.
“Etnis minoritas pemilih secara historis lebih rendah. Saya berharap tingkat pemilih golput akan berkurang, tapi itu hanya contoh kecil,” ujar Dr. Roger Mortimore, Direktur Riset di Ipsos Moripolitik.
Zeenat Khan (23), seorang mahasiswa fakultas hukum Crawley yang mengatakan bahwa secara pribadi ia akan memberikan suaranya pada pemilu 7 Mei mendatang. Tetapi banyak rekan-rekan Muslimnya yang mengatakan, mereka tidak akan ikut memilih.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Sebagian besar teman-teman dan anggota keluarga saya tidak akan memilih pada tahun ini. Bukan karena mereka tidak peduli atau merasa itu akan menjadi pengamalan agama yang salah,” katanya.
Tapi, katanya menambahkan, dengan sadar mereka telah memutuskan untuk tidak memilih karena mereka tidak percaya lagi pada sistem demokrasi di Inggris.
Mohammed Al-Omeisy, seorang Muslim pengusaha di Inggris mengatakan bahwa tahun ini dirinya tidak ikut untuk pemilihan.
“Apakah itu partai Buruh, Konservatif atau Independent, semua memiliki kebijakan yang sama. Retorikanya mungkin berbeda dalam kampanye, tetapi hasilnya secara identik. Jadi mengapa harus repot-repot memilih?” katanya mempertanyakan.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Menurutnya, demokrasi di Inggris telah rusak. Pihak partai hanya tertarik untuk mendapatkan kursi, tetapi tidak menerapkan apa yang akan bermanfaat bagi rakyat.
“Suara kita tidak dihiraukan oleh mereka, ” katanya.
Dia menambahkan, “Saya ingat ketika lebih dari satu juta orang berdemonstrasi menentang perang di Irak. Tetapi apakah Tony Blair (Perdana Menteri pada saat itu) berubah pikiran? Tidak! Apakah dia berusaha untuk terlibat dalam dialog yang demokratis dengan publik Inggris? Tidak ada!” Paparnya.
Namun warga dibuat percaya bahwa pemilihan pada 7 Mei akan membawa perubahan, ujarnya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
“Saya rasa tidak. Saya lebih suka tinggal di rumah dan minum secangkir teh!,” katanya.
Menghadapi pemilihan mendatang di Inggris, sebuah inisiatif baru, Muslim Manifesto diluncurkan di House of Lords, pada 23 Februari lalu.
Manifesto Muslim adalah panggilan untuk bertindak dan serangkaian rekomendasi dan kebijakan yang menargetkan semua politisi Inggris, baik Muslim maupun non-Muslim di Dewan Lokal dan Parlemen.
Financial Times dalam jajak pendapat menunjukkan bahwa Inggris adalah negara yang palingmencurigai Muslim. Diperkirakan warga Muslim Inggris berjumlah 2,8 juta, menurut sensus 2013.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Inggris merupakan negara dengan bentuk monarki konstitusional dengan kepala negaranya adalah Ratu Elizabeth II. Sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri, yang dipilih dari partai yang memenangkan mayoritas kursi di parlemen.
Oleh karena itu, pemilu diselenggarakan untuk memilih kandidat calon wakil rakyat di parlemen.
Pemilu-pemilu sebelumnya hanya berkisar pada tiga partai besar, yaitu partai Labour, Konservatif, dan Liberal Demokrat.
Biasanya, sebuah partai bisa menunjuk Perdana Menteri hanya dengan menguasai sepertiga lebih sedikit kursi, seperti halnya yang dilakukan oleh Tony Blair dari Labour Party.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Namun dalam beberapa tahun terakhir, arahnya bergeser. PM David Cameron yang saat ini menjabat, misalnya, baru bisa menjadi Perdana Menteri hanya setelah partainya (Konservatif) berkoalisi dengan partai Liberal Demokrat.
Situasi ini makin kompleks saat ini karena naiknya pamor partai-partai kecil baru seperti UK Independence Party (UKIP), Green Party, partai khusus wilayah Skotlandia SNP (Scottish National Party), dan partai khusus wilayah Wales Plaid Cymru. Dengan semakin banyaknya partai, maka makin besar pula tekanan untuk melakukan koalisi.
Para pimpinan partai di Inggris saat ini antara lain: Natalie Bennett (Green Party), Nigel Farage (UKIP), Nick Clegg (Lib Dem), David Cameron (Konservatif), Ed Milliband (Labour), Nicola Sturgeon (SNP), dan Leanne Wood (Plaid Cymru). Mereka tengah bersaing meraih suara dalam pemilu, termasuk dari suara warga Muslim Inggris. (T/ima/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu