Sudan Dorong Indonesia Tingkatkan Investasi

Jakarta, MINA – Duta Besar untuk Indonesia Elsiddieg Abdulaziz Abdalla mengatakan negaranya merupakan tempat yang aman dan potensial untuk melakukan kerja sama dan investasi jangka panjang.

Untuk itu, ia mendorong agar perusahaan-perusahaan Indonesia berani untuk melebarkan sayap ke , terutama Sudan.

“Sudan bisa menjadi pasar yang besar bagi investasi asing yang baik. Sudan terbuka untuk bisnis dan investasi. Beberapa sektor yang punya peluang besar bagi Indonesia melakukan investasi salah satunya adalah eksplorasi minyak bumi,” ujar Dubes Abdalla, saat ditemui wartawan di Kantor Kedutaan Sudan di Jakarta, Jumat (11/1).

Pertemuan tersebut juga terkait dengan Hari Kemerdekaan Republik Sudan ke-63 yang jatuh pada 1  Januari 2019.

Dia menyatakan Sudan bisa menjadi pasar potensial untuk kerja sama di bidang pertanian, perkebunan, pertambangan, transportasi, pendidikan, dan pariwisata.

Selain itu, lanjut  Dubes Abdalla, letak geografis Sudan memungkinkan menjadi pintu gerbang bagi masuknya berbagai produk Indonesia ke sejumlah negara tetangga Sudan yang tidak memiliki akses langsung ke pelabuhan laut (land locked) antaral ain : Afrika Tengah, Chad, Congo, Ethiopia, Uganda dan Sudan Selatan.

Dia menjelaskan, negaranya menyimpan minyak yang cukup baik di lepas pantai maupun di daratan. Perekonomian Sudan yang bergantung pada minyak terus merosot setelah Sudan Selatan memisahkan diri 2011.

Selain itu, emas di Sudan sangat berlimpah dan merupakan komoditas utama negaranya.

“Saat kami belum mendapatkan sanksi (Amerika Serikat), emas adalah komoditas ekspor utama. Tambang emas kami tersebar di wilayah utara dan barat Sudan,” ujarnya.

Ia pun mengundang para investor asal Indonesia untuk dapat menanamkan modal di negaranya.

Pria yang lahir di Abufrou pada 1 Januari 1958 itu juga menyatakan Sudan berupaya untuk terus memperat hubungan bilateral dengan Indonesia.

Sejumlah kerjasama tengah dijajaki antara Jakarta dengan Khartoum, di antaranya adalah pertukaran pelajar, pariwisata serta minyak dan gas (migas).

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri (PPTM) Rabu (9/1) menyebutkan kembali pentingnya Afrika untuk masa depan Indonesia.

Dia menyatakan, ikatan ekonomi Indonesia dengan negara-negara Afrika sudah mulai terjalin lebih dekat.

Satu terobosan dilakukan yaitu penyelenggaraan Indonesia-Africa Forum (IAF) di Bali pada April 2018. Dalam dua hari penyelenggaraan IAF untuk pertama kalinya, disepakati deal bisnis lebih dari USD 586 juta dan Business Announcement sebesar USD 1,3 miliar.

Setelah kesuksesan IAF pada 2018, Pemerintah Indonesia akan membuka inisiatif baru di tahun 2019. Indonesia akan menggagas beberapa inisiatif, antara lain Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue.

Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue dijadwalkan digelar pada Agustus 2019 ini. Kerja sama di bidang infrastruktur memiliki potensi besar yang dapat diusahakan dalam hubungan ekonomi antara Indonesia dan negara-negara Afrika, termasuk Sudan.

Hubungan Indonesia-Sudan

Hubungan Indonesia-Sudan sudah terjalin sejak lama dan keduanya memiliki kedekatan budaya dan agama serta sejarah yang sangat erat yang telah dimulai sejak era kolonialisme dengan kehadiran ulama Sudan Sheikh Ahmad Sourkaty pada tahun 1911.

Hubungan ini diperkuat oleh adanya perlakuan istimewa dari Presiden Soekarno kepada delegasi Sudan pada Konferensi Asia Afrika di Bandung, yang berlangsung hanya delapan bulan sebelum proklamasi kemerdekaan Sudan (1 Januari 1956).

Selain itu, Indonesia juga sebagai negara pertama yang memberikan pengakuan atas kemerdekaan Sudan.

Secara resmi, hubungan dan kerja sama RI-Republik Sudan dimulai secara resmi pada tahun 1960. (L/R01/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.