Bagdad, MINA – Suhu ekstrem kembali melanda Baghdad, ibu kota Irak, dengan catatan suhu udara yang melampaui 50 derajat Celcius pada Ahad (13/7). Warga pun terpaksa bertahan di tengah terik yang menyengat dengan berbagai cara darurat untuk menyelamatkan diri dari ancaman dehidrasi dan heatstroke.
Di berbagai sudut kota, warga terlihat menyiramkan air ke tubuh mereka, berkerumun di sekitar kipas angin seadanya, hingga berlindung di bawah naungan pepohonan yang langka di tengah kota. Pemerintah Irak juga mengerahkan truk-truk air untuk menyemprot jalanan demi menurunkan suhu permukaan yang panas membara.
Kondisi ini semakin sulit karena keterbatasan pasokan listrik yang membuat alat pendingin udara tidak bisa digunakan secara optimal. Krisis listrik di Irak memang menjadi masalah menahun yang tak kunjung terselesaikan, meskipun pemerintah telah berulang kali menjanjikan perbaikan jaringan listrik nasional. Al-Jazeera melaporkan.
Irak yang kini menjadi salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim global, juga menghadapi tantangan besar berupa kelangkaan air akibat berkurangnya aliran dari sungai Tigris dan Eufrat. Berkurangnya debit sungai disebabkan oleh pembangunan bendungan di hulu oleh negara-negara tetangga seperti Turki dan Iran, yang memperburuk krisis air di Irak.
Baca Juga: Fenomena Matahari Tepat di Atas Ka’bah, Waktunya Cek Arah Kiblat
Situasi ini memicu kritik keras dari warga dan aktivis lingkungan terhadap pemerintah yang dinilai lamban dan tidak serius menangani persoalan mendasar tersebut. Janji-janji untuk membangun ruang terbuka hijau dan memperbaiki infrastruktur air bersih hingga kini belum terealisasi.
Badan Meteorologi Irak bahkan memperingatkan bahwa gelombang panas seperti ini akan semakin sering terjadi dalam beberapa tahun ke depan akibat perubahan iklim. Para pakar kesehatan juga mengingatkan bahwa suhu di atas 50 derajat dapat meningkatkan risiko kematian, terutama bagi lansia, anak-anak, dan mereka yang memiliki penyakit kronis.
Di sisi lain, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa kawasan Timur Tengah termasuk Irak menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak pemanasan global. PBB sebelumnya juga telah memperingatkan bahwa Irak berisiko menjadi salah satu negara pertama yang “tidak dapat dihuni” jika suhu terus meningkat tanpa ada mitigasi serius.
Krisis ini menjadi pengingat nyata bagi dunia internasional akan pentingnya aksi kolektif dalam menghadapi perubahan iklim. Bagi rakyat Irak, musim panas kini bukan sekadar pergantian cuaca, melainkan ancaman nyata bagi kelangsungan hidup. []
Baca Juga: 46 Jamaah Haji Indonesia Masih Dirawat di RS Arab Saudi
Mi’raj News Agency (MINA)