Sukamta Kritik Pemerintah Lamban Tangani Konflik di Papua

Jakarta, MINA – Anggota Komisi I DPR RI mengatakan, konflik di yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir harus segera diakhiri.

“Lagi-lagi kami harus menyampaikan bahwa negara gagal hadir di tanah Papua. Selama 10 tahun terakhir konflik bukan semakin membaik namun semakin memburuk,” kata Sukamta dalam pesan singkatnya kepada MINA di Jakarta, Senin (11/1).

Sukamta menilai, bukti pemerintah lamban menangani masalah Papua adalah bertambahnya korban dari anggota TNI Prada Agus Kurnia yang meninggal dunia setelah diserang oleh Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-).

Kematian Prada Agus Kurnia menyusul 46 anggota TNI yang telah lebih dulu gugur selama menjalankan tugas dalam konflik berkepanjangan Papua.

“Saya secara pribadi dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, turut berduka cita atas meninggalnya Prada Agus Kurnia. Semoga Prada Agus Kurnia diberikan balasan terbaik oleh Tuhan dan keluarga diberikan kesabaran,” katanya.

Pemekaran wilayah

Menurut Sukamta, klaim sepihak pemerintah tentang keberhasilan otonomi khusus nyatanya tak membuat gerakan-gerakan makar di Papua berhenti. Salah satu rencana pemerintah ialah pemekaran wilayah.

“Kami mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam perkaran pemekaran. Jangan sampai pemekaran bertujuan untuk merebut lahan-lahan milik rakyat Papua,” ujarnya.

PKS, kata Sukamta, mendapatkan kabar mengenai perusahaan kelapa sawit yang mengelola puluhan ribu hektar lahan yang berdampak hilangnya hak ulayat warga Papua.

“Ini bukti tanah Papua selama ini hanya jadi lahan eksploitasi walaupun dalihnya pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua,“ tuturnya.

Wakil Ketua DPR RI ini kemudian menyebutkan, pendekatan pemerintah dalam konflik Papua belum menyentuh akar masalah Papua.

Akar masalah Papua itu antara lain diskriminasi dan rasialisme, pembangunan di Papua yang belum mengangkat kesejahteraan orang asli Papua, pelanggaran HAM serta soal status dan sejarah politik Papua.

“Otonomi khusus sudah berjalan hampir 20 tahun tetapi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua masih tertinggal dari daerah lain,” katanya.

“Padahal sudah puluhan triliun anggaran disalurkan. Kasus penembakan pendeta Yeremia Zanambani menjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia terbaru diantara kasus HAM lain yang sudah terjadi bertahun tahun lalu di Papua,” imbuhnya.

Sukamta mendesak pemerintah untuk segera menyatukan berbagai desk Papua di berbagai kementerian dalam satu koordinasi di bawah Presiden secara langsung atau bahkan membuat kementrian khusus Papua dan Indonesia Timur.

“Hal ini perlu segera dilakukan agar koordinasi penanganan Papua bisa dilakukan secara lebih komprehensif. Sehingga, rakyat Papua betul-betul merasakan pembangunan bukan hanya segelintir orang yang menjadi pejabat atau pendatang,” katanya.

Saat ini, menurut Sukamta, yang masih menonjol pendekatan keamanan. Ini penting namun,persoalan kemanusiaan, pendidikan, kesehatan dan penumbuhan ekonomi rakyat juga tidak kalah penting. Pelibatan warga Papua dalam proses ini juga mutlak dilakukan.

“Saya yakin mayoritas warga Papua tetap ingin bersama NKRI. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah sungguh-sungguh mengatasi akar masalah yang ada, ini yang akan pengaruhi masa depan Papua,” katanya. (L/R2/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.