Jakarta, MINA – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menilai seruan pelucutan senjata terhadap pejuang Palestina oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump, sebagai sikap yang tidak adil di tengah pelanggaran gencatan senjata yang terus dilakukan oleh penjajah Zionis Israel di Jalur Gaza.
“Gencatan senjata tercederai oleh ulah Israel yang masih menembaki warga di Gaza yang dituduh melanggar gencatan senjata. Tentara Israel masih begitu ringan tangan menembaki warga Gaza yang menurut mereka melanggar garis batas. Nyawa warga Gaza seperti tidak ada harganya di mata Israel,” kata Sukamta melalui keterangan tertulisnya diterima MINA, Selasa (21/10).
Menurut laporan lembaga kemanusiaan di Gaza, penjajah Zionis Israel telah melanggar gencatan senjata lebih dari 48 kali dalam beberapa hari terakhir, menyebabkan 38 warga Palestina gugur sebelum gelombang serangan terbaru ini.
Serangan udara dan tembakan artileri Israel juga memperparah krisis kemanusiaan di Gaza, sementara akses bantuan pangan dan medis masih diblokade.
Baca Juga: BMKG: Hujan Ringan Guyur Jakarta Hari Ini, Suhu Capai 31 Derajat Celcius
Dalam situasi seperti itu, kata Sukamta, sangat tidak wajar jika Hamas atau faksi-faksi perlawanan Palestina diminta melucuti senjata mereka.
“Dengan kondisi seperti ini, tentu sangat tidak fair jika pihak Hamas diharuskan melucuti senjata, Mr. Trump. Tanpa adanya jaminan keamanan, proses perdamaian akan sulit bahkan mustahil terwujud. Polisi saja tidak cukup,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Ia menjelaskan, kemerdekaan Palestina adalah harga mati dan merupakan syarat mutlak bagi terciptanya perdamaian yang sejati.
Ketika Palestina telah merdeka dan berdaulat, kata Sukamta, negara itu berhak membentuk tentara nasional Palestina untuk menjaga keamanan dan kedaulatan negaranya.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Masih ‘Tidak Sehat’, Capai 14 Kali Batas Aman WHO
“Di situlah Hamas dengan kerelaan akan menyerahkan senjatanya, karena Palestina merdeka sudah memiliki angkatan perang sendiri,” ujarnya.
Mengutip pepatah Latin Si vis pacem, para bellum (“Jika ingin perdamaian, bersiaplah untuk perang”), Sukamta menekankan bahwa perdamaian sejati hanya dapat terwujud jika suatu bangsa memiliki kemampuan pertahanan yang kuat dan dihormati.
“Negara yang memiliki militer nasional kuat tidak akan mudah diserang atau dilecehkan oleh negara lain. Sebaliknya, jika suatu bangsa tidak punya kekuatan pertahanan, maka bangsa lain yang memiliki kekuatan militer besar akan bertindak semena-mena. Ini sudah kita saksikan di Gaza,” katanya.
Selain menyoroti pelanggaran gencatan senjata, Sukamta juga menyinggung isu pertukaran sandera antara Israel dan Hamas yang berlangsung dalam kerangka kesepakatan perdamaian tahap awal.
Baca Juga: BNN dan PWI Satukan Suara Lawan Narkoba Lewat Pemberitaan Edukatif
“Proses perdamaian yang tercederai ini baru memasuki tahap awal. Hamas dan Israel saling bertukar sandera, termasuk sandera yang telah meninggal dunia. Namun jenazah sandera yang diterima Palestina membuktikan betapa biadabnya Israel memperlakukan sandera. Bekas-bekas penyiksaan terlihat jelas di tubuh para sandera itu,” paparnya.
Ia menduga, gelombang serangan baru Israel ke Gaza merupakan upaya menutupi kejahatan perang yang dilakukan terhadap para tahanan Palestina.
Sukamta mendesak pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil peran aktif dalam menekan Amerika Serikat agar bersikap tegas terhadap Israel.
“Indonesia perlu mendesak Presiden AS Donald Trump untuk menekan Israel mematuhi perjanjian gencatan senjata dan menghentikan semua serangan. Statemen Presiden Trump tempo hari yang menyatakan perang sudah berakhir jangan hanya omon-omon. Akuilah kemerdekaan Palestina secara penuh,” tegasnya.
Baca Juga: Indonesia Selangkah Lagi Wujudkan Kampung Haji Permanen di Makkah
Sukamta, yang merupakan doktor lulusan Teknik Kimia dari University of Manchester, Inggris, menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina bukan hanya kewajiban moral dan kemanusiaan, tetapi juga bentuk konsistensi politik luar negeri Indonesia yang menentang penjajahan dalam segala bentuknya.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Warga Natuna Diimbau Hindari Aktivitas Luar Ruangan saat TNI Latihan Menembak