Sultan Perak: Malaysia Dapat Menjadi Pusat Arbitrase Keuangan Islam

Kuala Lumpur, MINA – Sultan Perak Nazrin Muizzuddin Shah mengatakan, Malaysia dapat menjadi pusat arbitrase keuangan Islam pilihan, jika terus melakukan upaya meningkatkan kesadaran mekanisme penyelesaian sengketa.

Sultan Nazrin mengatakan senang melihat mekanisme penyelesaian sengketa berkembang dari mekanisme konvensional, khususnya dari arbitrase konvensional ke arbitrase Islam.

Dia mengatakan dalam pidato utamanya di Pekan Resolusi Sengketa Alternatif Asia AIAC 2022 di Kuala Lumpur, Kamis (6/10). New Straits Times melaporkan.

“Sebagai pusat terkemuka untuk keuangan Islam, Malaysia harus terus fokus pada bidang penyelesaian sengketa ini dalam kerangka umum Islam,” katanya, dalam konferensi lima hari bertema “Compassus: The Odyssean Course to Modern Alternative Dispute Resolution”.

Sultan Nazrin menambahkan bahwa kurangnya kesadaran akan berbagai produk dan layanan yang memberikan bentuk arbitrase Islami bisa menjadi alasan lain untuk penyerapan yang terbatas.

“Jadi, meningkatkan pemahaman tentang arbitrase Islam dan manfaatnya di antara para pemangku kepentingan adalah tugas penting lainnya,” lanjutnya.

Sultan Nazrin mengatakan ada dua tantangan yang harus disorot dalam hal ini, yaitu rendahnya penyerapan arbitrase Islam dan kurangnya kesadaran.
“Meskipun Malaysia memiliki kerangka hukum yang komprehensif dan terkini untuk arbitrase Islam melalui AIAC, arbitrase sengketa keuangan Islam belum menjadi pilihan yang populer.

Padahal, lanjutnya, arbitrase Islam menyediakan jalan unik menuju penyelesaian sengketa secara damai untuk bisnis di bidang ini. Dengan menyediakan sarana rahasia untuk menyelesaikan sengketa dan menjaga niat baik para pihak, ini membantu mempromosikan hubungan bisnis yang lebih stabil.

Dia menambahkan bahwa ciri khas arbitrase Islam adalah perlunya lapisan tambahan konsultasi dengan Dewan Syariah atau ahli syariah.

“Pusat Arbitrase Internasional Asia (AIAC) akan melakukannya dengan baik untuk mengumpulkan sekelompok ahli di bidang ini untuk menjadi pusat pilihan di Asia, yang mengkhususkan diri dalam arbitrase keuangan Islam, serta dalam perselisihan dalam industri halal,” imbuhnya.

Menurut Gugus Tugas ICC tentang Lembaga Keuangan dan Arbitrase Internasional dalam laporannya tahun 2018, lembaga keuangan syariah enggan untuk diselesaikan perselisihannya oleh arbiter sesuai dengan syariah karena ketidakpastian yang lebih besar dari hasilnya.”

“Sebaliknya, litigasi masih lebih diutamakan. Salah satu alasannya,” lanjut laporan.

Menurut Aturan 29 Aturan i-Arbitrase 2021, Dewan Syariah memiliki waktu maksimum 90 hari untuk membuat keputusannya.

Setelah ini, arbiter dapat memutuskan masalah itu sendiri. Tingkat pra-arbitrase ini meningkatkan waktu yang dibutuhkan. untuk menyelesaikan kasus apapun.

Untuk itu, Sultan Nazrin menambahkan insentif dan jenjang karir harus dirumuskan agar lulusan syariah bisa meniti karir sebagai arbiter Islam.

“Dengan kata lain, bakat dan sumber daya manusia harus dikembangkan di bidang arbitrase Islam,” ujarnya. (T/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.