Sumpah Pemuda Bukti Kejeniusan dan Kebesaran Hati Pemuda Indonesia Utamakan Persatuan

(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Sumpah yang diperingati hari ini, Jumat (28/10), menjadi bukti kejeniusan dan kebesaran hati para pemuda untuk mengutamakan persatuan.

Alih-alih terjebak taktik penjajah divide et impera, para pemuda dari berbagai suku, ras, dan agama justru berinisiatif mengikrarkan persatuan dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Batavia.

Dalam rilisnya, Jumat (28/10), Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho menyampaikan inilah kejeniusan visi dan kebesaran hati para pemuda dan pemudi yang berkumpul di Kongres Pemuda 1928 tersebut.

Sementara, para elite pimpinan yang lebih senior seringkali terjebak dalam politik identitas dan kepentingan sempit.

“Mereka memutuskan dalam rapat tersebut sebagai putra putri Indonesia yang bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan yang sama: Indonesia,” kata Matius Ho, dalam webinar internasional bertajuk “ dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Merekat Perbedaan, Menjalin Kemanusiaan,” baru-baru ini.

Matius mengatakan Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah penting bagi kemerdekaan Indonesia dimana para pemuda hadir mewakili organisasi suku/daerah mereka seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain.

Uniknya, meski tidak meninggalkan identitas suku dan agama mereka, tetapi para pemuda bersepakat menghargai perbedaan dan mendahulukan kepentingan bersama.

“Ada identitas bersama yang menjadi titik temu bagi mereka untuk bersatu dan bekerja sama,” kata Matius kepada lebih dari 1.300 orang yang hadir dalam webinar yang diadakan Masjid Istiqlal dan Institut Leimena serta didukung oleh Templeton Religion Trust.

Menurut Matius, kemajemukan Indonesia bisa menjadi aset sekaligus potensi polarisasi dan perpecahan yang serius. Inisiatif, kreativitas, dan komitmen para pemuda di masa lalu tetap relevan bahkan semakin penting tidak hanya bagi Indonesia tapi dunia masa kini.

“Politik identitas di Indonesia bukanlah hal baru, tapi ibarat penyakit yang semakin berkembang di musim-musim tertentu, salah satunya ketika ada agenda-agenda politik besar. Saat ini, kita tengah menyongsong pemilihan legislative dan presiden tahun 2024,” ujarnya.

Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengatakan Sumpah Pemuda tidak terlahir dari ruang kosong.

Kesepakatan para pemuda Indonesia untuk bersatu adalah perwujudan dari budaya maritim Indonesia sebagaimana disampaikan sejarawan Prancis yang meneliti kebudayaan Indonesia, Denys Lombard.

Nasaruddin mengatakan masyarakat maritim memiliki filosofi kepemilikan bersama untuk tiga hal yaitu pantai, sungai (air tawar), dan api.

Tidak ada satu kelompok/etnis yang berhak memonopoli ketiganya, sehingga tidak heran Indonesia menjadi “Jalur Sutera” yaitu jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban Tiongkok.

“Itulah sebabnya Sumpah Pemuda menjadi gampang karena budaya dasarnya adalah budaya maritim dengan filosofi pantai, sungai, dan api sebagai pemersatu bangsa,” kata Nasaruddin. (R/R1/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.