Peristiwa pendirian negara Israel di tanah Palestina pada tahun 1948 dikenal dalam bahasa Arab sebagai Nakba, yaitu, malapetaka.
Gagasan Nakba terpatri dalam aksi penghancuran besar-besaran yang dilakukan gerakan Zionis teroris di tanah Palestina. Misalnya, tidak hanya lebih dari 530 kota dan desa Palestina yang dimusnahkan seluruhnya oleh Zionis tetapi juga ratusan ribu orang Palestina dibunuh dan diusir dari rumah mereka. Dengan demikian, Nakba masih memiliki pengaruh besar pada hati dan pikiran orang Palestina.
Peristiwa yang sebanding terjadi pada tahun 1967, yang dikenal sebagai ‘Naksa’ atau kemunduran dalam bahasa Inggris. Naksa juga memiliki efek merusak, di mana tidak hanya orang-orang Palestina kehilangan bagian-bagian baru dari tanah mereka – Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur – tetapi juga bagian dari negara-negara Arab lainnya berada di bawah pendudukan langsung Israel, seperti Sinai dan Dataran Tinggi Golan.
Sebenarnya, Nakba dan Naksa mengajarkan kepada orang-orang Palestina beberapa pelajaran yang mendalam dan sulit: mereka belajar bahwa meninggalkan tanah Palestina bukanlah alternatif yang baik untuk masa depan.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dalam konteks ini, Palestina menjadi sasaran rezim apartheid Israel di setiap aspek kehidupan mereka, Sumud menjadi pola hidup, ketahanan dan perlawanan terhadap kebijakan Israel. Ketidakadilan Israel dan pelanggaran hak-hak Palestina membuat orang Palestina menciptakan bentuk perlawanan baru yang dikenal secara khusus di antara orang-orang Palestina sebagai Sumud. Sumud dirumuskan melalui budaya kolektif masyarakat Palestina dan bukan melalui elit atau kepemimpinan Palestina.
Dengan demikian, Sumud adalah sebuah gerakan yang dilakukan ketika rezim Israel menghancurkan rumah Anda dan Anda berdiri di atas reruntuhan rumah dan mengatakan ini adalah tanah air saya, dan selamanya akan seperti itu. Sumud juga berarti ketika para pemukim ilegal Israel membakar pohon zaitun dan kemudian orang-orang Palestina menanam yang baru. Semakin banyak Zionis menghancurkan semakin banyak pula orang Palestina membangun kembali. Sumud adalah tindakan yang sangat terorganisasir, mencerminkan kepentingan bersama berdiri melawan semua jenis ketidakadilan dan diskriminasi Israel.
Lebih jauh lagi, konsep Sumud menekankan perlindungan identitas, budaya, tradisi, dan adat Palestina untuk mempertahankan tanah air mereka serta melanjutkan perjuangan melawan pendudukan Israel di tanah Palestina. Ini menunjukkan bagaimana Sumud menjadi konsep nasional Palestina yang unik yang mengandung berbagai aspek perlawanan dan perlindungan diri terhadap penindasan dan pelecehan Israel.
Jadi, istilah itu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris sebagai ketabahan, penjelasan yang lebih akurat adalah berusaha selalu berdiri dan kuat dengan berbagai macam cara yang mungkin; bahkan dalam menghadapi ketidakadilan dan diskriminasi Israel dan untuk mempertahankan diri dan tanah air mereka.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Sebagai metode khas kekuatan kolonial, rezim Israel mencoba untuk membuat rakyat Palestina merasa bahwa mereka lemah, sendirian, terisolasi dan tidak mampu berjuang atau bahkan berdiri untuk melawan mereka. Namun, Sumud sebagai gerakan praktis bertujuan untuk menolak dan menantang upaya Israel untuk merusak dan melemahkan pikiran dan hati orang Palestina. Artinya, Sumud sebagai cara perlawanan berfokus untuk menjaga diri di masa sekarang untuk membuka cakrawala baru, perspektif, dan harapan di masa depan untuk penentuan nasib sendiri, kebebasan, dan kesetaraan.
Baik dengan cara perlawanan fisik atau Sumud, resistensi masyarakat terhadap kekuatan militer dan pendudukan Israel akan terus dan tetap terjadi. Selain itu, Sumud memiliki aspek psikologis tentang tekad dan keyakinan untuk tidak boleh kalah lagi sehingga Nakba dan Naksa tidak berulang.
Selanjutnya, Sumud adalah gaya hidup dan tanggung jawab etis, di mana individu mengorbankan dirinya tanpa lelah. Dengan kata lain, Sumud adalah mengerahkan semua apa yang Anda cintai dan di sisi lain berusaha sabar menghadapi setiap rasa sakit yang datang, semua itu demi tanah air dan juga masyarakat Palestina.
Sebagai cara hidup yang realistis, Sumud menghadirkan suatu bentuk solidaritas sosial melawan ketidakadilan dan penindasan, yang dapat menjadi model emansipasi bagi negara-negara lain yang menderita penganiayaan serupa di dunia. Dalam ranah teoritis, Sumud dapat diartikan sebagai model dan simbol perlawanan terhadap penjajahan, hegemoni, dan penindasan, dan sebagai sarana untuk mencapai penentuan nasib sendiri, kebebasan, dan keadilan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Ketika rezim Israel membatasi setiap aspek kebebasan Palestina, Sumud menghadirkan solusi sebagai cara bertahan hidup dalam perjuangan melawan penjajahan dan hegemoni Israel. Dalam pandangan saya, ada dua tingkat Sumud, di satu sisi, Sumud individual: yaitu individu berdiri seorang diri melawan apartheid Israel secara keseluruhan, mengorbankan dirinya demi orang lain.
Di sisi lain, Sumud kolektif: yakni mengorganisasikan perlawanan dan memerangi ketidakadilan Israel.
Baik Sumud individu maupun kolektif, sebagai penolakan terhadap ketidakadilan, gerakan itu datang melalui kesadaran kolektif dan tanggung jawab moral yang mengharuskan pengabdian diri untuk membawa dan menghadirkan keadilan tidak hanya untuk rakyat Palestina, juga bagi umat manusia secara keseluruhan. Karena alasan-alasan ini, Sumud menjadi simbol dan ekspresi metaforis dari pohon zaitun di antara orang-orang Palestina. Sumud mengakar kuat di tanah, mencerminkan sikap perlawanan orang-orang Palestina. (AT/R11/P2)
Sumber: Tulisan Fadi Zatari di Daily Sabah. Ia adalah peneliti di Center for Islam and Global Affairs, Universitas Sabahattin Zaim, Istanbul, Turki.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj News Agnecy (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat