Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sunan Kudus Menantu Ulama Palestina

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 17 detik yang lalu

17 detik yang lalu

0 Views

Sunan Kudus, Kerajaan Islam Demak. (Pelita Nusantara)

KERAJAAN ISLAM Demak atau Kesultanan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa, yang berdiri pada perempat akhir abad ke-15. Demak sebelumnya merupakan salah satu kadipaten di Kerajaan Majapahit yang kemudian melepaskan diri menjadi kerajaan sendiri.

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah, lahir di Palembang tahun 1455 dan wafat di Demak 1518.  Raden Patah berkuasa di Kerajaan Demak tahun 1475-1518.

Raden Patah awalnya adalah seorang Adipati di Palembang di Kerajaan Majapahit. Namun kemudian pindah ke Demak dan mendirikan Kerajaan Islam di Demak pada tahun 1478 M.

Raden Patah mendapat dukungan dari Wali Songo, sembilan tokoh penyebar Islam di Jawa. Salah satu dari Wali Songo yang paling berpengaruh adalah Sunan Ampel, yang menjadi guru sekaligus mertua Raden Patah. Sunan Ampel juga membantu Raden Patah dalam menghadapi serangan dari Kerajaan Majapahit yang masih ingin mempertahankan kekuasaannya.

Baca Juga: Mengapa Zionis Ingin Duduki Gaza Sepenuhnya?

Raden Patah menikah dengan Rara Mas Ratiyah Dewi Murthosimah, puteri Sunan Ampel. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai oleh tiga anak yang bernama Raden Surya Fatih Yunus (Patiunus), Ratu Mas Asyqiah, dan Raden Trenggono Abdurrahman.

Sunan Ampel bernama asli Muhammad Ali Rahmatullah (dikenal dengan Raden Rahmat), adalah salah satu wali dari Wali Songo (Wali Sembilan) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia lahir di daerah Kerajaan Champa, Vietnam.

Kerajaan Champa adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan, diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan tahun 1832.  Raja Kerajaan Champa pertama yang namanya tertulis dalam prasasti adalah Bhadravarman I, yang memerintah antara tahun 380-413 M.

Agama yang dominan di Kerajaan Champa adalah Syiwaisme (dari India), maka budaya Champa pun sangat dipengaruhi India.  Adapun agama Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10. Selanjutnya pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa mulai memeluk agama Islam.

Baca Juga: Menjadi Orang Tua Cerdas di Tengah Arus Teknologi

Adapun wilayah Champa itu sendiri merupakan jalur penghubung penting dalam Jalur rempah-rempah (Spice Road) yang dimulai dari Teluk Persia sampai dengan selatan Tiongkok. Kemudian juga termasuk dalam jalur perdagangan bangsa Arab ke Indochina.

Kerajaan Champa memiliki hubungan perdagangan dan budaya yang erat dengan Kerajaan Sriwijaya, serta kemudian dengan Kerajaan Majapahit, keduanya di Pulau Sumatera.

Termasuk kemudian terjadi hubungan pernikahan, di antaranya yaitu pernikahan antara Raja Majapahit Terakhir Brawijaya V  dengan Anarawati (Dwarawati), seorang putri dari Kerajaan Champa.

Selanjutnya, masa kejayaan Kerajaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546), putra dari Raden Patah. Sultan Trenggono berhasil memperluas wilayah kekuasaan Demak ke Jawa Timur dan Jawa Barat. Ia juga mengirimkan pasukan untuk menyerang Malaka, yang saat itu dikuasai oleh Portugis.

Baca Juga: Ketika Setia Dianggap Kuno dan Selingkuh Dianggap Wajar

Salah satu panglima perang yang terkenal dari Demak adalah Fatahillah, yang berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada tahun 1527 M dan mengubah namanya menjadi Jayakarta.

Sultan Trenggono juga membangun beberapa masjid dan menara sebagai pusat ibadah dan pendidikan Islam. Salah satu masjid yang dibangunnya adalah Masjid Agung Demak, yang memiliki arsitektur khas Jawa dengan atap bertingkat-tingkat. Masjid ini juga menyimpan beberapa benda bersejarah, seperti mimbar kayu yang dipercaya dibuat oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo.

Adapun kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Demak dimulai setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun 1546 M. Ia meninggal dalam sebuah pertempuran melawan Kerajaan Blambangan di Panarukan, Situbondo. Setelah kematian Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan antara putra-putranya dan para adipati lainnya.

Sunan Prawoto, putra Sultan Trenggono, naik takhta sebagai Raja Demak berikutnya. Namun, ia dibunuh oleh Arya Penangsang, putra dari Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar, yang merupakan saingannya dalam perebutan takhta. Arya Penangsang kemudian menjadi Raja Demak selanjutnya.

Baca Juga: 80 Tahun Pengeboman Hiroshima, Jangan Terulang di Gaza

Arya Penangsang juga menghadapi perlawanan dari Pangeran Hadiri atau Pangeran Kalinyamat, adipati Jepara yang merupakan saudara ipar Sultan Trenggono. Pangeran Hadiri berhasil mempertahankan Jepara dari serangan Arya Penangsang, dan kemudian mendirikan kerajaan sendiri bernama Kerajaan Kalinyamat yang terpisah dari Demak.

Arya Penangsang akhirnya tewas pada tahun 1554 M oleh Ki Ageng Pemanahan, bawahan dari Pangeran Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, adipati Pajang. Dengan kematian Arya Penangsang, Kerajaan Demak pun runtuh dan digantikan oleh Kerajaan Pajang sebagai kerajaan Islam terkuat di Jawa.

Sunan Kudus bin Sunan Ngudung, Ulama Palestina

Di Kerajaan Demak, ada tokoh terkemuka yang dikenal dengan nama Sunan Kudus, yang termasuk salah satu ulama dari Wali Songo.

Baca Juga: Abolisi Tom dan Amnesti Hasto, Jalan Prabowo Menuju Rekonsiliasi

Sunan Kudus terlahir dengan nama Syarif Ja’far Shadiq Azmatkhan, merupakan putera dari pasangan Sunan Ngudung, seorang panglima perang Kesultanan Demak, dan Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang bin Sunan Ampel bin Syaikh Maulana Ibrahim Asmoroqondi.

Sunan Ngudung, nama aslinya Sayyid Utsman Haji, adalah seorang ulama dari Baitul Maqdis, Palestina. Ia awalnya berdakwah menyebarkan agama Islam berlayar mengarungi samudera dari Palestina, hingga tiba di daerah Ampel Denta, Surabaya.

Karena itu ada yang menyebutkan, Sunan Kudus kelahiran Palestina, kemudian dibawa oleh orang tuanya dalam perjalanan ke Tanah Jawa. Ada juga yang menyebutkan Sunan Kudus lahir di Jawa Tengah setelah orang tuanya tiba di Tanah Jawa. Pada masa selanjutnya, Sunan Kudus berziarah ke Palestina, tempat kelahiran nenek moyagnya dari pihak ayah.

Nama Ja’far Shadiq pun diambil dari nama leluhurnya, yaitu Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Baca Juga: Persatuan Faksi-Faksi Jalan Menuju Kemerdekaan Palestina

Di Kesultanan Demak, Sunan Ngudung di samping diangkat sebagai Panglima Perang, juga ditetapkan sebagai Imam Masjid Agung Demak.

Sunan Ngudung, dikarenakan memiliki keahlian dalam strategi peperangan, pernah direkomendasikan oleh Sunan Ampel untuk mengabdi pada Raja Majapahit untuk menjadi pelatih tentara Kerajaan Majapahit.  Setiap kali mendidik militer, banyak sekali anak didiknya menjadi seorang prajurit yang tangguh.

Diriwayatkan, ada seorang raja bawahan dari Majapahit bernama Raja Kresna Kapakistan dari Kerajaan Gel Gel, yang sekarang di Kabupaten Karang Asem, Pulau Bali.

Dalam sejarah Dalem Waturenggong dijelaskan, ketika Raja Kresna Kapakistan melakukan kunjungan ke Majapahit, raja memberinya hadiah 60 prajurit terbaik untuk mengawalnya ke Bali. Ternyata, 60 prajurit itu dalam sejarah Dalem Waturenggong di Bali disebutkan semuanya Nyama Selam. Nyama artinya saudara, Selam artinya Islam.

Baca Juga: Fakta Krusial Peran Presiden Palestina di Konflik Gaza: Otoritas dan Keterbatasan

Selanjutnya, Sunan Kudus berkhidmat sepenuhnya sebagai panglima perang di Kesultanan Demak, pada masa pemerintahan Sunan Prawoto. Sunan Kudus juga sekaligus menjadi penasihat Arya Penangsang. Selain menjadi panglima perang Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat sebagai hakim (Qadhi) di Kesultanan Demak. []

Sumber : Buku Hubungan Indonesia & Palestina. Imaam Yakhsyallah Mansur dan Ali Farkhan Tsani. Penerbit MINA, Jakarta, Oktober 2024.

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Di Mana Presiden Palestina Saat Genosida Terjadi di Gaza?

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
test
test