Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo Subianto: Jangan Pernah Akui Kedaulatan Zionis Israel

Widi Kusnadi Editor : Rudi Hendrik - 3 jam yang lalu

3 jam yang lalu

12 Views

Majelis Ormas Islam (MOI) bersama ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat mengggelar Aksi Damai Bela Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2024. (Foto: MOI via MINA)

Bismillahirrahmanirrahim.

Bapak Presiden Prabowo Subianto terhormat:

Hari ini, Selasa, 23 September 2025, Bapak akan berdiri di podium Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dari ruangan megah itu, suara Indonesia akan menggema ke seluruh dunia. Setiap kata yang Bapak sampaikan akan menjadi sorotan jutaan mata dan telinga, bukan hanya rakyat Indonesia, tetapi juga bangsa-bangsa di berbagai belahan dunia. Momentum ini begitu penting, karena di tangan Bapaklah amanah sejarah bangsa kita dibawa ke panggung dunia.

Bapak Presiden, dalam konstitusi kita yang mulia, jelas tertulis bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Amanat ini bukan sekadar kalimat indah dalam Pembukaan UUD 1945, tetapi fondasi berdirinya negara kita.

Baca Juga: Mengukur Realitas Solusi Dua Negara Palestina-Israel

Maka, setiap langkah kebijakan luar negeri Indonesia harus berpijak pada prinsip ini. Di sinilah saya ingin menyampaikan pesan utama: Jangan pernah, dalam keadaan apa pun, mengakui Zionis Israel sebagai negara.

Mengapa demikian? Karena fakta di lapangan jelas dan terang benderang: Zionis Israel adalah penjajah. Mereka bukan hanya menduduki tanah Palestina sejak 1948, tetapi juga terus melakukan penindasan, perampasan lahan, pembunuhan, dan pengusiran terhadap penduduk asli Palestina.

Bahkan, kejahatan itu kini meluas ke Suriah, Lebanon, Iran, dan terbaru, serangan yang menggegerkan ke Doha, Qatar. Dunia sudah melihat bukti ini, tetapi sebagian memilih diam karena kepentingan politik dan ekonomi.

Bapak Presiden yang saya muliakan, pengakuan terhadap Zionis Israel berarti mengkhianati darah dan air mata rakyat Palestina yang sudah puluhan tahun berjuang untuk kemerdekaan.

Baca Juga: Ketika Para Pemimpin Dunia Berbicara tentang Palestina di PBB

Pengakuan itu juga akan melukai hati umat Islam di Indonesia dan dunia, yang melihat Masjid Al-Aqsa—tempat suci ketiga umat Islam—dirampas dan dinodai setiap hari oleh tangan-tangan penjajah. Apakah kita rela mengkhianati sejarah panjang bangsa kita yang selama ini berdiri teguh di sisi kebenaran dan keadilan?

Beberapa negara Arab telah melakukan normalisasi dengan Zionis Israel melalui Abraham Accords. Apa hasilnya? Apakah rakyat mereka menjadi lebih sejahtera? Apakah Palestina menjadi merdeka?

Jawabannya jelas: tidak. Normalisasi itu justru memperkuat kekuasaan Israel dan melemahkan posisi Palestina di dunia internasional. Lebih parah lagi, negara-negara yang melakukan normalisasi kini menghadapi protes rakyat mereka sendiri, karena kebijakan itu dianggap mengkhianati perjuangan Palestina dan martabat bangsa mereka.

Jika Indonesia mengikuti jejak yang sama, kerugian yang akan kita alami tidak terhitung banyaknya:

Baca Juga: Membungkam Suara Gaza: Serangan Israel terhadap Jurnalis sebagai Senjata Perang

Pertama, Indonesia akan kehilangan kepercayaan dan simpati dunia Islam. Negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim akan melihat kita sebagai bangsa yang meninggalkan prinsipnya demi kepentingan sesaat. Hal ini akan merusak citra diplomatik Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara yang konsisten membela Palestina.

Kedua, di dalam negeri, langkah tersebut akan memicu gejolak sosial dan politik. Rakyat Indonesia, khususnya umat Islam yang menjadi mayoritas, pasti akan menolak keras kebijakan itu. Gelombang protes besar-besaran bisa terjadi di berbagai daerah. Keamanan nasional akan terganggu, dan kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan terkikis.

Ketiga, hubungan dagang dan kerja sama dengan negara-negara yang menentang penjajahan Israel bisa terancam. Kita akan menghadapi tekanan diplomatik dan bahkan boikot dari negara-negara yang tetap teguh mendukung Palestina. Bukankah ini justru merugikan ekonomi kita dalam jangka panjang?

Bapak Presiden yang saya hormati, Indonesia selama ini menjadi teladan bagi banyak negara. Kita bukan negara adidaya, tetapi suara kita selalu didengar karena kita berbicara dengan hati nurani.

Baca Juga: Pacaran Bikin Gelisah, Nikah Mendatangkan Berkah

Ketika negara-negara besar bungkam, Indonesia bersuara. Ketika yang lain ragu, Indonesia berdiri tegak. Jangan sampai reputasi yang dibangun selama puluhan tahun ini hancur hanya karena tergoda oleh janji-janji manis dari kekuatan yang tidak peduli pada nasib bangsa-bangsa tertindas.

Pidato Bapak di PBB adalah kesempatan emas untuk menegaskan kembali posisi Indonesia. Dunia menunggu, apakah Indonesia masih setia pada amanat konstitusi, atau justru tergelincir dalam politik pragmatis yang mengorbankan prinsip.

Saya yakin, Bapak akan memilih jalan yang benar, jalan yang telah ditempuh para pendiri bangsa kita sejak proklamasi kemerdekaan.

Saya juga ingin mengingatkan bahwa mengakui Israel bukanlah tanda kekuatan, tetapi justru tanda kelemahan. Negara yang benar-benar berdaulat adalah negara yang mampu berkata “tidak” kepada penjajahan, meskipun harus menghadapi tekanan besar. Keberanian seperti inilah yang akan dihormati dunia, bukan kompromi yang mencederai martabat bangsa.

Baca Juga: Semua Orang Sudah Muak dengan Perilaku Biadab Zionis Israel

Bapak Presiden, rakyat Indonesia selalu mendukung kebijakan luar negeri yang adil dan bermartabat. Kami percaya, dengan pengalaman dan wawasan yang Bapak miliki, Bapak akan membawa suara Indonesia ke forum internasional dengan penuh kebijaksanaan. Kebijaksanaan itu haruslah berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kekuatan yang zalim.

Akhirnya, saya titipkan pesan ini dari lubuk hati yang terdalam: jangan sampai Indonesia tercatat dalam sejarah sebagai negara yang berpaling dari penderitaan Palestina. Biarlah dunia melihat bahwa bangsa kita tetap teguh memegang prinsip: “Bersama yang tertindas, melawan yang menindas.”

Semoga Allah SWT memberi Bapak kekuatan dan kebijaksanaan dalam setiap langkah. Semoga pidato Bapak di PBB nanti menjadi cahaya yang menerangi jalan perjuangan bangsa-bangsa yang terjajah. Dan semoga Indonesia tetap menjadi mercusuar keadilan di tengah kegelapan dunia.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. []

Baca Juga: Suara dari Gaza: “Kami Manusia, Masih Layak Hidup”

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Saat Pacaran Jadi “Tren”, Nikah Jadi “Beban”

Rekomendasi untuk Anda