Su’ul Khatimah

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Su’ul artinya jelek dan khatimah artinya penutup. Jadi su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia yang buruk, seperti seseorang meninggal dunia dalam keadaan menentang SWT, berada dalam kemurkaan-Nya, serta menyepelekan perkara yang telah Allah wajibkan atasnya.

Di antara tanda-tanda su’ul khatimah seperti yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitabnya “Al jawabul Kaafi“ yang mengatakan bahwa “Ada salah seorang ketika kematian menjemputnya, dikatakan kepadanya untuk mengucapkan persaksian La ilaha illallah, maka dia mengatakan, “Tidak ada artinya bagiku dan aku pun tidak tahu sesungguhnya, apakah aku pernah melakukan shalat untuk Allah?” Dia tidak bisa mengucapkannya.

Ibnu Rajab di dalam kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam“ telah menukil dari salah seorang ulama’ bernama ‘Abdul Aziz bin Abi Rawaad yang mengatakan, “Sesungguhnya Aku telah mendatangi seorang lelaki yang sedang menghadapi maut, ia diajarkan untuk mengucapkan “La ilaha illallah (Tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah)”, namun di akhir ucapannya dia mengingkari ucapan itu (kalimat tauhid) dan meninggal dalam kekafiran”.

Maka Ibnu Rajab bertanya apa yang menjadi penyebabnya, ternyata dia adalah seorang peminum khamr (minuman keras), kemudian ketika itu pula Abdul Aziz berkata, “Hati-hatilah kamu sekalian dari perbuatan dosa, maka pada dasarnya perbuatan itulah yang menyebabkannya.”

Kisah senada telah diceritakan oleh Adz Dzahabi, “Sesungguhnya ada seorang lelaki bersahabat dengan peminum khamr (minuman keras) dan ketika kematian akan menjemputnya, datang kepadanya seseorang lalu menalqinnya dengan syahadah, namun dia justru berkata, “Minumlah kamu dan berilah minum kepadaku,” kemudian ia meninggal.

Di antara sebab-sebab su’ul khatimah antara lain adalah rusaknya akidah, adanya ketergantungan kepada dunia, dan terjerumus kepada jalan-jalan yang terlarang, menyeleweng dari jalan yang lurus dan menolak terhadap kebenaran serta petunjuk, dan selalu berbuat maksiat serta gemar melakukannya.

Jika seseorang gemar terhadap sesuatu sepanjang hidupnya, mencintainya, dan punya ketergantungan kepadanya; maka akan terbayang olehnya ketika akan meninggal, dan kondisi tersebut pada banyak kejadian menggambarkan keadaan kematiannya.

Berkata Ibnu Katsir, “Sesungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan syaithan akan menguatkannya, maka akan kumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh dalam akhir hidup yang tidak baik, Allah SWT “ Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia“ (Qs. 25: 29 )

Maka, bagaimana mungkin orang yang hatinya jauh dari Allah SWT, melalaikan-Nya, menuhankan hawa nafsu, berjalan demi syahwat, dan lisannya kering dari mengingat Allah, serta anggota tubuhnya telah berhenti dari ketaatan kepada-Nya, dan sibuk dengan kemaksiatan, untuk mendapatkan akhir hidup yang baik (khusnul khatimah)?

Saudaraku, mari bergegas untuk bertaubat atas semua salah dan dosa yang pernah kita lakukan. Sadarilah, setiap kemaksiatan sekecil apa pun pasti akan berdampak buruk kepada kita atau lingkungan di mana kita berada. Jangan pernah kita merasa ‘bangga’ apalagi nyaman karena maksiat yang dilakukan, sebab kematian itu datang tidak pernah memberi tahu kapan waktunya.

Jangan pernah merasa bangga karena kedudukan yang tinggi, harta yang melimpah, titel akademik yang berderet, anak keturunan yang banyak, wajah yang tampan atau cantik serta pengaruh yang kita punya, sebab semua itu pasti tiada gunanya kelak jika sudah menghadap Allah.

Siapa pun kita, apapun pangkat dan kedudukan kita, pria wanita, besar kecil, muda dan dewasa, semua kita sedang berjuang menuju satu titik kematian. Masalahnya adalah, dengan cara apa kita memilih jalan kematian itu? Mungkinkah kita akan mati dalam keadaan (akhir kematian yang baik)? Atau sebaliknya kita tidak menyadari sedang meretas jalan kematian su’ul khatimah (akhir kematian yang buruk)?.

Perbanyaklah bekal untuk sebuah perjalanan panjang di akhirat sana. Stop maksiat sekecil apapun itu, dan segeralah taubat kepada Allah Ta’ala dengan taubatan nasuha. Jangan pernah terpikir oleh kita bahwa hidup di dunia ini akan kekal selamanya. Lihatlah orang-orang di sekitar kita, satu demi satu pergi meninggalkan kita. Andai giliran kita tiba, sudahkah kita siap menghadapinya? Wallahua’alam.(RS3/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.