Stockholm, MINA – Pemerintah Swedia mengatakan tidak memiliki rencana untuk melakukan perubahan besar-besaran terhadap undang-undang kebebasan berbicara, menyusul beberapa tindakan penodaan terhadap kitab suci umat Islam.
Dalam tindakan asusila terbaru terhadap Al-Qur’an, dua pria membakar kitab suci dalam protes di luar parlemen di Stockholm pada hari Senin (31/7).
Langkah tersebut memicu kemarahan lebih lanjut di dunia Muslim dan memperbaharui ketegangan antara Swedia dan negara-negara Muslim.
Pada hari Senin, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang berbasis di Jeddah menyuarakan “kekecewaan” kepada Swedia dan Denmark karena tidak mengambil tindakan.
Baca Juga: India Pertimbangkan Terima Duta Besar Taliban karena Alasan Tiongkok
Pemerintah Swedia telah mengutuk tindakan penodaan, tetapi mengatakan tidak dapat mencegah insiden di bawah undang-undang konstitusional yang melindungi kebebasan berbicara.
“Kami membela kebebasan berbicara Swedia,” kata Perdana Menteri Ulf Kristersson pada konferensi pers hari Selasa (1/8).
Dia mendesak orang untuk menggunakan kebebasan berbicara secara bertanggung jawab dan hormat.
“Di negara bebas seperti Swedia, Anda memiliki banyak kebebasan. Tetapi dengan tingkat kebebasan yang besar itu, datanglah tingkat tanggung jawab yang besar,” katanya.
Baca Juga: Trump Terkejut Atas Penolakan Mesir dan Yordania Soal Relokasi Warga Gaza
Kristersson mengatakan, pemerintahnya akan melihat langkah-langkah yang memungkinkan polisi menghentikan pembakaran kitab suci di depan umum jika jelas ada ancaman terhadap keamanan nasional.
Perdana Menteri juga mengatakan, keputusan resmi untuk meningkatkan kontrol perbatasan dijadwalkan Kamis (3/7).
Selama sebulan terakhir, kitab suci umat Islam telah mengalami tindakan penodaan oleh elemen ekstremis beberapa kali di Swedia dan Denmark. (T/RI-1/P1)
Baca Juga: Lavrov: G20 Sambut Baik Perundingan Rusia-AS di Riyadh
Mi’raj News Agency (MINA)