Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA, Duta Al-Quds
Para pejuang dan warga Palestina sedang berduka, dengan wafatnya salah satu pemimpin besar dan tokoh pergerakan bangsa mereka, Prof. Dr. Syaikh Mahmoud Muhammad Shiyam.
Syaikh Shiyam, begitu disapa, wafat setelah perawatan terkena stroke di salah satu Rumah Sakit di Khartoum, ibukota Sudan, pada Jumat, 15 Februari 2019.
Tokoh kelahiran Asqolan, Palestina bagian Barat tahun 1930 itu, meninggal dalam usia sekitar 89 tahun.
Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun
Gerakan Perlawanan Islam Hamas pun menyatakan ucapan duka atas wafatnya Syaikh Shiyam pada hari yang sama.
Almarhum, Imam dan Khatib Masjid Al-Aqsha era 1980-an, bagi Hamas adalah salah salah satu putra terbaik dan pemimpin besar bangsa Palestina. Seperti disebutkan Kantor Berita MINA dari sumber Felesteen Online.
“Syaikh Shiyam adalah pemimpin besar Palestina, turut berduka dari orang-orang yang beriman kepada apa yang Allah janjikan. Para pejuang, beberapa di antaranya telah mendahului kita, sementara beberapa dari mereka menunggu dengan istiqamah dan tidak akan pernah berubah,” bunyi pernyataan.
Gerakan itu menyebut, Syaikh Shiyam juga merupakan cendekiawan besar, penulis Arab, simbol rakyat Palestina, ksatria perjuangan Palestina, pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Gaza dan Ketua Rabithah Ulama Palestina di Yaman.
Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad
Pernyataan Hamas menambahkan, almarhum secara fisik telah lama menderita kepahitan harus suaka ke berbagai negara. Namun ia memberikan teladan kesabaran, kelembutan dan ketabahan.
Tapi di sisi lain ia memiliki ketegasan dalam menghadapi situasi, keteguhan dalam panggilan kepada Allah dan bekerja keras untuk Islam dan Palestina.
Sejarawan Palestina Dr. Osama al-Ashqar mengatakan dalam ucapan dukanya, bahwa “Syaikh Shiyam adalah duta besar keliling bagi perjuangan bangsa Palestina. Ia berkeliling dari satu negara ke negara lain, untuk menghubungkan dan mengaitkan perjuangan Palestina dengan dunia Islam.”
Menurutnya, almarhum yang semasa hidupnya banyak aktif sebagai guru besar Perjuangan Palestina di Institut Internasional Al-Quds di Sanaa, Yaman, di kalangan akademisi juga dikenal sebagai penulis dan sastrawan terkenal di Timur Tengah.
Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina
Beberapa publikasi bukunya di antaranya: Pilar-Pilar Kebenaran (1981), Tunas Kepahlawanan (1982), Kelahiran Ummat (1987), Diamnya Kawan-Kawan (1990), Dari Kantor Intifadhah (1990), Pembunuhan Penjajah (2004), Kenangan di Kantor Palestina (2007), Kantor Intelijen Umum (2008), dan Darah Nyalakan Palestina (Kumpulkan Puisi, 2009).
Dr. Al-Ashqar menambahkan, Syaikh Shiyam yang juga sahabat kecil Syaikh Ahmad Yasin, penggerak awal gerakan perlawanan Intifadhah, berkomunikasi dengan Presiden Yasser Arafat, melalui asosiasi mahasiswa yang aktif dalam perjuangan Palestina.
Bersama Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
Syaikh Muhammad Shiyam, sejak diusir dari Masjidil Aqsha dan Palestina secara keseluruhan, tidak surut dalam menyuarakan perjuangan Palestina. Justru ia berkesempatan berkeliling ke berbagai negara di Timur Tengah dan sekitarnya, seperti Kuwait, Yaman hingga terakhir ke Sudan.
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Di usia yang semakin menua, dengan dibantu tongkat untuk berjalan, tak pernah menyurutkan langkah kakinya untuk berkeliling ke negara-negara di kawasan Asia, seperti Malaysia dan Indonesia.
Termasuk ke Indonesia tahun 2000-an atas undangan berbagai lembaga swadaya masyarakat yang mengusung tema perjuangan Palestina.
Hingga kemudian berkenalanlah dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah), wadah persatuan dan perjuangan umat Islam, yang salah satu isu sentralnya adalah memperjuangkan pembebasan Masjidil Aqsha dan Palestina.
Pada bulan Oktiber 2006, untuk pertama kalinya, Syaikh Shiyam hadir dan memimpin shalat tarawih di markaz pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Masjid At-Taqwa, Kompleks Pesantren Shuffah Hizbullah Al-Fatah Pasir Angin, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis
Atas undangan dari Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Muhyiddin Hamidy, ia pun mengadakan serangkaian silaturrahim kunjungannya ke Indonesia.
Sebelumnya, Syaikh Shiyam mengimami shalat tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, dan Masjid Al-Azhar Jakarta Selatan.
Guru besar yang hafidz Quran itu juga sempat berkeliling menyuarakan perjuangan bangsa Palestina, di antaranya ke Jabodetabek, Jawa Barat, Lampung, hingga ke Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
Saat hadir di Pesantren Al-Fatah Bogor (2006), alumni Magister (1980) dan Doktoral di Jami’ah Ummul Qura Makah Al Mukarramah (1982), itu pun menerima ikrar pernyataan pembebasan Al-Aqsha dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah), yang dipimpin Imaam Muhyiddin Hamidy. Ikrar kala itu dibacakan oleh Amir Lajnah (Ketua Panitia) Pembebasan Al-Aqsha, KH Yakhsyallah Mansur,MA.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Syaikh Shiyam di antaranya merasakan betapa besar dukungan moral dan material umat Islam di Indonesia dalam perjuangan Al-Aqsha dan Palestina. Hal itu akan lebih kuat kalau dilaksanakan secara berjamaah antar segenap komponen ummat yang peduli terhadap nasib Al-Aqsha Palestina di bawah pimpinan seorang Imaaamul Muslimin, ujarnya.
Guru besar yang juga seperjuangan bersama Dr. Ar-Rantisi di Jalur Gaza, sudah merasakan tanda-tanda kemenangan umat Islam karena adanya tali ikatan persatuan dan kesatuan yang kokoh di antara para pejuang Al-Aqsha Palestina dan dunia Islam.
“Kalau umat Islam di seluruh dunia ikut membela perjuangan Al-Aqsha Palestina, bersatu dalam satu komando Khalifah, maka Umat Islam akan menang,” ujarnya saat itu menegaskan.
Ia yang juga seperjuangan bersama Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi melalui Lembaga Internasional Institut Al-Quds, senantiasa menyampaikan perjuangan pembebasan Al-Aqsha, dengan tak kenal lelah.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Pengalaman Pribadi
Penulis, secara pribadi mengenal lebih dekat sosok Syaikh Shiyam, ketika menimba ilmu dalam Daurah Al-Aqsha bersama 23 peserta asal Indonesia, sekitar tiga bulan di Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauly di ibukota Yaman, Sanaa.
Ia sebagai guru besar banyak memberikan semangat perjuangan, terutama melalui mata kuliah Perjuangan Bangsa Palestina.
Daya ingatnya masih sangat kuat, lurus dalam pandangan, komunikatif dalam dialog, tegas dalam prinsip, tapi ramah bahkan cenderung humoris dalam penyampaian.
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Pernah suatu ketika, saat ia memberikan materi, sang penerjemah, saat itu Ustadz Yakhsyallah Mansur sedang ada urusan di Kedutaan Besar Indonesia di ibukota. Lalu penerjemahan pun dilakukan oleh Ustadz Hanif, salah satu peserta dari Pesantren Al-Fatah Maos, Cilacap, Jawa Tengah.
Merasa kurang yakin atau kurang mantap dengan penerjemahan itu. Sang profesor pun menanyakan kepada penerjemah, “Apakah betul terjemahannya? Apakah mereka paham?”. Ia bertanya.
“Insya-Allah paham Syaik”, jawab Hanif. “Apa tandanya,” tanya kembali Syaikh. “Mereka tersenyum….”, jawab Hanif ringkas.
Mendengar itu, spontan Syaikh Shiyam bangun dari kursi duduknya, lalu ia berjalan menemui para peserta satu per satu, sambil menatap wajahnya dengan senyuman.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Otomatis, para peserta daurah pun tersenyum saat didatangi Syaik. “Baiklah, mereka memang paham….,” demikian kurang lebih ia berkelakar.
Suatu hari, saat Penulis mendampinginya keliling ke beberapa kota di Indonesia, Penulis menanyakan Syaikh yang selalu membaca Al-Quran.
Dalam perjalanan dari bandara ke Bogor saja misalnya, ia bisa menyelesaikan beberapa juz bacaan Al-Quran. Padahal beliau hafidz Quran.
“Saya ingin mendapatkan pahalanya melihatdan membaca Al-Quran,” jawabnya. Allahu akbar.
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Ada juga, awal kedatangan syaikh, seperti tetamu kehormatan lainnya, oleh Panitia ditempatkan di sebuah hotel yang terpandang. Baru kemudian dibawa ke acara tabligh akbar.
Saat ia kemudian ditempatkan di kamar transit di dekat masjid, di Pesantren Al-Fatah Bogor, selanjutnya ia malah minta agar ditempatkan di tempat dekat masjid, bukan di hotel.
“Saya ini seperti para pejuang lainnya, biasa tidur di jalanan, bukan di hotel,” ujarnya. Subhaanallaah.
Hingga kemudian pada hari mulia Jumat, “innaalillaahi wainnaa ilaihi rooji’uun…..”.
Sang pejuang Al-Aqsha, tokoh besar Palestina, mujahid fi sabilillah, penyeru Al-Jama’ah, itu menghadap Allah Sang Pencipta.
“Semoga Allah tempatkan Syaikh bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya, mujahidin dan syahidin, serta orang-orang shalihin”. Aamiin yaa Robbal ‘Aalamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)