Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH

Bahron Ansori - Ahad, 10 Mei 2015 - 08:38 WIB

Ahad, 10 Mei 2015 - 08:38 WIB

969 Views

36Oleh: Bahron Ansori, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan pada syarat-syarat pakaian muslimah.

Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadis yang shahih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Semoga tak salah dipahami.

Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadis abad ini-. Ulama lain yang melengkapi yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Syarat yang para ulama sebutkan berdasarkan Al Quran dan hadis yang shahih, dan  bukan atas dasar nafsu.

Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini

Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki.

Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (Qs. Al Ahzab : 33).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.

Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Dalam sebuah hadis shohih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.”  (HR.Muslim)

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!

Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, yang artinya, “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834).

Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus).

Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang yang begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Siapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan).

Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata, “Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib.

Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskan-lah salib tersebut. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”

Syarat kedelapan: pada pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh). Tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya.

Setelah itu Nabi bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)

Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal. Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan. Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan.

Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Inilah penjelasan ringkas mengenai syarat-syarat jilbab (lihat: kitab “Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi pembahasan Syaikh Al Albani.

Bagi para suami, sudah seharusnya menasihati istrinya, anggota keluarga atau saudaranya dalam masalah pakaian ini. Biasanya, para lelaki sering lalai dari hal ini. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengingatkan kita dalam firman-Nya yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan=Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At Tahrim: 6).

Begitulah Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kita agar selalu berada dalam bingkai syariat-Nya, sehingga kita akan selamat dunia akhirat. Dunia ini memang penuh dengan ujian. Tapi, lebih baik kita berlelah-lelah menerima dan menjalankan ujian di dunia ini daripada kita tersiksa dan berada dalam kesengsaraan yang kekal di akhirat kelak. Semoga Allah selalu merahmati kita. Wallahua’lam. (R02/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

 

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Khadijah
Khadijah
Khadijah
Kolom