Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syuhada dari Indonesia ‘Dinanti’ Ismail Haniyeh

Nur Hadis Editor : Rana Setiawan - Jumat, 2 Agustus 2024 - 20:57 WIB

Jumat, 2 Agustus 2024 - 20:57 WIB

246 Views

Wartawan MINA, Nurhadis saat bertemu Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh Mei 2024. (Foto: Dok. Pribadi)

“Hadis, Ja’far, Rizal, bersiap, siang ini kita bertemu Ismail Haniyeh,” demikian kalimat di ujung telpon dari Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG), Nur Ikhwan Abadi kepada saya yang saat itu baru saja rebahan menjelang waktu Dzuhur setelah menyelesaikan tugas menulis berita hasil liputan selama di Istanbul hari itu.

“Ketemu di mana, dengan siapa aja, memangnya bisa?” tanya saya kembali. Memang sedikit tidak percaya, apa benar bisa bertemu dengan salah seorang yang sudah barang tentu menjadi target zionis Israel ini di Istanbul pula.

Aktivis yang akrab disapa NIA itu hanya menjawab,”Sudah, siap-siap, jangan lama”. Saya pun bersiap dan meminta Ja’far dan Rizal dari relawan AWG dan Maeci Indonesia ikut bersiap-siap. Berjas rapi, tak lupa Peci Tapis khas Lampung saya gunakan. Betapa bahagianya (Kalau memang benar) bisa bertemu dengan seorang Ismail Haniyeh.

Saat itu awal Mei 2024 saya memang masih berada di Turkiye, dalam rangka mengikuti program Freedom Flotilla Coalition (FFC) bersama ratusan aktivis dari berbagai belahan dunia.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

Niat kami ingin bertemu dengan Ismail Haniyeh dalam rangka mengucapkan belasungkawa atas syahidnya anak dan cucu beliau di akhir Ramadhan 1445 H di Gaza oleh bombardir pesawat tempur Zionis Israel, yang dikemudian hari disusul oleh syahidnya saudari perempuannya bersama kerabatnya yang lain, sehingga tercatat hingga saat ini sejak serangan 7 Oktober 2023 lalu sudah 60 anggota keluarganya yang syahid.

Kami bertujuh bersama dua orang lagi, seorang ulama Palestina bersama anaknya yang tinggal di Istanbul. Setelah perjalanan kurang lebih satu jam kami akhirnya tiba di sebuah gedung. Baru turun dari mobil, di parkiran tampak dua orang pemuda berbadan tegap namun terlihat santai menatap tajam ke arah kami.

Tak lama seorang pemuda, berperawakan tidak lebih tinggi dari saya, berkacamata, mendatangi kami. Membawa kami masuk ke dalam lift menuju lantai 7. Sebelum masuk, sambil mengantri lift, kami ditanya satu persatu nama. Di depan lift, duduk 5 orang berperawakan besar dengan jas serba hitam. Kalau lihat dari pangkal jarinya nampak bekas push up dengan tangan mengepal, sepertinya memang pengawal yang terlatih dalam beladiri.

Sampai di lantai 7, kami diminta masuk ke sebuah ruangan, duduk di sana sampai kurang lebih 10 menit. Semua tas dan HP kami diminta untuk ditinggalkan kemudian kami diminta naik ke lantai 8. Di Lantai 8 ini, tinggal tersisa satu buah goodiebag berisi buku sebagai cenderamata yang akan kami serahkan kepada tokoh yang pernah menjadi Perdana Menteri Palestina pada 2006 ini. Sisanya, HP dan semua alat elektronik ditinggal.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Setelah menunggu hampir setengah jam di lantai 8, sebenarnya agak khawatir juga, apa benar bisa bertemu tokoh sentral Hamas yang sejak 2017 lalu diangkat sebagai Kepala Biro Politik Hamas menggantikan Khaled Meshaal tersebut.

Dalam proses antrian panjang tersebut, kami menunggu selama kurang lebih setengah jam di ruangan bersama satu rombongan dari mesir yang dipimpin oleh anak dari ulama besar Mesir, Syeikh Yusuf Qardhawi, ada juga dari Tunisia. Belakangan diketahui, rupanya ada ratusan orang dari berbagai negara yang dijadwalkan bertakziyah bertemu dengan beliau atas syahidnya anak dan cucu-cucunya.

Setelah lama menunggu, kami akhirnya masuk ke dalam ruangan yang luasnya kurang lebih 5 x 15 Meter tersebut. Kami berbaris untuk bersalaman dengan salah satau dari sekian nama yang paling dicari oleh Zionis Israel ini.

Saat tiba giliran kami bersalaman, rombongan yang dipimpin oleh Nur Ikhwan pertama kali bersalaman, Ismail haniyeh langsung memperkenalkan kami kepada hadirin yang kurang lebih ada 20 orang di dalam ruangan tersebut. “Ini rombongan dari Indonesia, mereka Insya Allah akan membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak di Gaza, Palestina,” ujarnya nampak bangga memperkenalkan kami sambil tersenyum.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Saat bersalaman dengan pemimpin kharismatik ini, saya memperhatikan wajahnya yang teduh, sejuk, santun, dengan tersenyum manis menyapa kami. “May Allah protect you brother” begitu ucapku. Tak banyak yang bisa saya sampaikan, hanya terbayang betapa tenangnya beliau, padahal Israel menghargai kepalanya dengan harga yang mahal.

Dalam hati saya bergumam, semoga ini bukan pertemuan yang terakhir, saya ingin bertemu kembali dengannya di Gaza saat nanti amanah masyarakat Indonesia untuk membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak di Gaza bisa segera terwujud.

Kita faham betul konsekuensinya menjadi pemimpin para pejuang, maka saat itu entah mengapa kalimat doa itulah yang terucap untuk Asy-Syahid Ismail Haniyeh. Sempat terbersit apa yang akan terjadi jika Haniyeh dibunuh oleh Zionis Israel. Tentu akan semakin mendidih semangat perjuangan bangsa Palestina.

Tidak lama kami bersama, setelah Nur Ikhwan menyampaikan salam dan doa dari Pembina Utama Aqsa Working Group (AWG), Syeikh Yakhsyallah Mansur kepada Ismail Haniyeh. Beliau mengucapkan syukur karena keluarganya syahid.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

“Anak-anak saya telah syahid dalam perjuangan (Pembebasan Masjid Al-Aqsha ini), dan saya pun berharap demikian. Dan saya berharap akan ada syuhada berikutnya dari Mesir, Indonesia, Tunisia dalam perjuangan (pembebasan Masjid Al-Aqsha) ini,” tegasnya kepada kami.

Kami serempak meng-Aminkan doa nya. Saya pun terharu, satu sisi terbayang keinginan kita untuk syahid di jalanNya, satu sisi terbayang dosa-dosa yang selama ini saya lakukan. Mudah-mudahan Allah pantaskan kita berada dalam barisan para Syuhada.

Kalimat terakhir inilah yang saya ingat dalam pertemuan pertama dan terakhir bersama Ismail Haniyeh. Kalimat doa dan harapan bagi tidak hanya saya tapi juga seluruh masyarakat Indonesia yang menginginkan berada dalam barisan syuhada pembela Kiblat Pertama umat Islam.

Bagi saya, juga kita semua tentunya, syahidnya pemimpin pejuang tidak akan menyurutkan langkah umat Islam untuk terus berjuang, justru akan semakin menyuburkan gelora jihad pembebasan Masjid Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina. Al-Aqsha Haqqunaa…!

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina
Palestina
Palestina
MINA Preneur
Palestina
Internasional