Oleh Heri Budianto, M.T , Dosen STISA ABM Online Lampung Selatan & Konsultan Jasa Konstruksi (LPJK)
PERISTIWA robohnya mushala di Pondok Pesantren Al Khozini menjadi pengingat penting bagi dunia konstruksi. Dalam setiap musibah, selalu ada hikmah dan pelajaran, baik dari sisi spiritual maupun keilmuan.
Dalam perspektif keilmuan modern (yang cenderung rasionalistik) maupun pandangan keilmuan Timur yang menyeimbangkan antara akal dan hati, sebuah kegagalan konstruksi tetap perlu dipahami secara ilmiah dan mendalam.
Studi Kasus: Jantung Pembelajaran Teknik Sipil
Baca Juga: Dari Polemik Trans7 Menuju Etika Media yang Beradab
Dalam dunia teknik sipil, kajian tentang kegagalan konstruksi dikenal dengan “studi kasus” (case study). Secara sederhana, studi kasus adalah metode pembelajaran yang menelaah suatu peristiwa nyata secara mendalam untuk menemukan penyebab dan solusi dari sebuah kegagalan.
Menariknya, dalam khazanah keilmuan Islam, pendekatan serupa dikenal dengan istilah “Babul Masail”, yaitu bidang yang membahas berbagai persoalan aktual masyarakat berdasarkan fakta dan konteks sosialnya.
Mahasiswa teknik sipil biasanya mempelajari studi kasus di semester akhir, dahulu dikenal dengan mata kuliah “Selekta Kapita”. Mata kuliah ini sering dianggap menyenangkan sekaligus menegangkan: di awal kuliah dosen bercerita ringan tentang berbagai proyek dan peristiwa nyata, namun saat ujian akhir mahasiswa harus mampu menganalisis kasus dari berbagai sudut, mulai dari aspek matematis, grafis, sosial, hingga ekonomi.
Metode Investigasi Kegagalan Konstruksi
Baca Juga: Trans7 Tidak Memahami Esensi Mulianya Tradisi Takzim kepada Guru di Pesantren
Dalam menganalisis kegagalan bangunan seperti robohnya mushala, langkah-langkah investigasi harus dilakukan secara sistematis, antara lain: Observasi langsung terhadap pola keruntuhan dan kondisi struktur, Analisis dimensi dan elemen struktural, seperti kolom, balok, dan sambungan, Wawancara dengan pihak terkait, seperti kontraktor, pengawas, dan pengguna bangunan, Pemeriksaan dokumen proyek, mencakup gambar kerja, laporan uji material, serta catatan pelaksanaan.
Prinsip penting dalam studi kasus adalah keterbukaan data. Tidak boleh ada bagian yang ditutupi atau diisolasi. Semua temuan harus dikaji secara menyeluruh dalam konteks aslinya, agar penyebab kegagalan bisa diidentifikasi secara objektif.
Setelah data dikumpulkan, dilakukan integrasi lintas disiplin ilmu, mulai dari aspek sumber daya manusia (SDM), metode kerja, kondisi alat, hingga analisis pembiayaan (RAB). Pendekatan ini dapat bersifat kualitatif (deskriptif) maupun kuantitatif (berbasis angka), bahkan sering kali keduanya dikombinasikan agar hasil analisis lebih lengkap dan akurat.
Runtuhnya Mushala Al Khozini: Kemungkinan “Progressive Collapse”
Baca Juga: Dari Gencatan Senjata Menuju Kemenangan Hakiki
Berdasarkan indikasi lapangan, runtuhnya mushala di Pondok Pesantren Al Khozini kemungkinan besar termasuk dalam kategori progressive collapse, yaitu keruntuhan berantai.
Dalam kasus ini, kegagalan pada satu elemen struktur, misalnya sambungan atau kolom utama, menyebabkan bagian di atasnya kehilangan tumpuan dan menimpa elemen di bawah secara beruntun.
Secara teknis, hal ini bisa terjadi jika daya dukung struktur utama (bearing capacity) tidak cukup kuat untuk menahan beban di atasnya.
Sekilas tentang Dunia Teknik Sipil
Baca Juga: AS–Israel: Koalisi Setan Pembantai Rakyat Tak Berdosa
Secara umum, Teknik Sipil adalah cabang ilmu teknik terapan yang mempelajari perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, bangunan gedung, bendungan, dan sistem transportasi.
Tujuan utamanya adalah menciptakan struktur yang aman, efisien, dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kondisi tanah, iklim, gempa bumi, hingga aspek sosial-ekonomi masyarakat.
Dasar keilmuan teknik sipil bersumber dari ilmu murni seperti matematika, fisika, kimia, dan ilmu material, yang kemudian dikembangkan menjadi ilmu rekayasa, rekayasa struktur, rekayasa tanah, rekayasa air, hingga rekayasa ekonomi. Karena luasnya bidang kajian, mahasiswa teknik sipil sering menyebut dirinya “belajar ilmu sapu jagat”: apa pun yang ada di atas dan di bawah bumi, bisa jadi bagian dari dunia mereka.
Kini, berkat kemajuan teknologi dan perangkat lunak perancangan pasca tahun 2000-an, perhitungan dan analisis konstruksi menjadi lebih mudah dilakukan, membuat proses belajar teknik sipil semakin cepat dan efisien.
Baca Juga: Zionisme: Iblis Modern dalam Jas Kenegaraan
Standar Nasional Indonesia (SNI): Rambu Utama Dunia Konstruksi
Agar sebuah bangunan aman dan layak fungsi, setiap proyek harus mengikuti standar teknis yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), di antaranya: SNI 1726:2019 – Desain bangunan tahan gempa, SNI 2847:2019 – Perencanaan struktur beton, SNI 1727:2020 – Perhitungan beban desain struktur, dan SNI tentang aspek lingkungan dan keselamatan kerja, termasuk sistem sanitasi, ventilasi, pembuangan limbah, dan penyediaan air bersih.
Standar-standar ini bertujuan memastikan bangunan tidak hanya kuat secara struktural, tetapi juga aman, sehat, dan nyaman bagi penghuninya. Bahkan, dalam desain bangunan tahan gempa, prinsip utamanya adalah agar penghuni masih dapat menyelamatkan diri meskipun terjadi keruntuhan sebagian struktur.
Musibah sebagai Cermin dan Pelajaran
Baca Juga: Deklarasi New York, Hukuman bagi Pejuang dan Hadiah bagi Penjajah
Musibah robohnya mushala di Al Khozini tentu meninggalkan duka, namun juga menjadi pelajaran penting bagi dunia teknik sipil dan masyarakat luas.
Setiap kegagalan konstruksi seharusnya tidak disikapi dengan saling menyalahkan, melainkan dijadikan studi kasus nyata untuk memperbaiki sistem, meningkatkan kualitas SDM, dan memperkuat budaya kepatuhan terhadap standar teknis.
Semoga Allah SWT memberikan kesabaran bagi para korban, serta menggantinya dengan kebaikan yang lebih besar. Wallahu a’lam. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jebakan Pemikiran Kolonial Rencana 20 Poin Trump tentang Gaza