Oleh: Mustafa Kamal, Alumni Wustho 1992
Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَا نًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَ نْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah seraya dengan berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali ‘Imran [3]: 103).
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Pada ayat ini, Allah telah menekankan agar orang-orang yang beriman bersatu dalam melaksanakan agama Islam. Dalam hal ini Allah menegaskan dengan empat lafadz penegasan agar muslimin bersatu.
Pertama, adalah lafadz اعْتَصِمُوْا(berpegang teguhlah kamu), berupa fi’il amer dengan dhomir jamak.
Berpegang teguh artinya memegang erat-erat, melaksanakan prinsip yang tidak berubah dari jaman nenek moyang yakni melaksanakan syari’at Al-Islam dengan tidak berpecah belah, hendaknya bersatu dalam agama Islam sebagai agama tauhid.
Sebagaimana firman Allah:
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
شَرَعَ لَـكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْۤ اَوْحَيْنَاۤ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖۤ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰۤى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَ لَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِ ۗ كَبُـرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِ ۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْۤ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَآءُ وَيَهْدِيْۤ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُ
Artinya: “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS Asy-Syura [42]: 13).
Yang kedua, adalah lafadz بِحَبْلِ اللّٰهِ (dengan tali agama Allah).
Tali agama Allah yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Dalam hal ini, orang-orang yang beriman hendaknya melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara serempak dan tidak keluar darinya. Beraqidah, berakhlak, beramal dengan kaidah tuntutan Al-Quran dan Sunnah.
Al-Quran adalah tali Allah dan penjabarannya adalah Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ’Alaihi Wasallam.
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS Ali Imran [3]: 112).
Di sini disebutkan yakni janji dan jaminan.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah Al-Quran. Sebagaimana disebutkan di dalam hadis Al-Haris Al-A’war, dari sahabat Ali secara marfu’ mengenai sifat Al-Quran, yaitu:
“هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَصِرَاطُهُ الْمُسْتَقِيمُ”.
Baca Juga: Perlindungan terhadap Jurnalis di Gaza
Artinya: “Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.”
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis yang khusus membahas mengenai makna ini. Untuk itu Imam Al-Hafiz Abu Ja’far At-Tabari mengatakan:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ [أَبِي] سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كِتَابُ اللهِ، هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُودُ مِنَ السَّمَاءِ إلَى الأرْضِ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: ‘Kittabullah (Al-Quran) adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi’.”
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Disebutkan pada hadits lainnya:
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويَه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَريّ، عَنْ أَبِي الأحْوَص، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إنَّ هَذَا الْقُرْآنَ هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَهُوَ النُّورُ الْمُبِينُ وهُوَ الشِّفَاءُ النَّافِعُ، عِصْمةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ، ونَجَاةٌ لِمَنِ اتَّبَعَهُ”
Artinya: “Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Abu Ahwas, dari Abdullah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: ‘Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah tali Allah yang kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti (petunjuk)-Nya’.”
Juga disebutkan pada riwayat dari hadis Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal.
Baca Juga: Bukan Sekadar Pencari Nafkah: Inilah Peran Besar Ayah dalam Islam yang Sering Terlupakan!
وَقَالَ وَكِيع: حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، يَا عَبْدَ اللَّهِ، بِهَذَا الطَّرِيقِ هَلُمَّ إِلَى الطَّرِيقِ، فَاعْتَصَمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ الْقُرْآنُ
Artinya: “Waki’ mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepadanya): ‘Sesungguhnya jalan itu adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Hai Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Al-Qur’an’.”
Pada ayat lain dari surah Al-Baqarah Allah menyeru agar orang-orang beriman melaksanakan syari’at nya dengan total (kaffah).
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (209) }
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Tetapi jika kalian tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Al-Baqarah [2]: 208-209).
Yang ketiga, adalah lafadz جَمِيْعًا(berjama’ah).
Lafadz jami’an adalah ismul hal yang menerangkan tentang keadaan.
Jami’an atau jama’ah adalah wujud bersatunya kaum Muslimin dengan adanya seorang Imaam yang memimpin dan adanya makmum yang dipimpin dengan standar minimal dan maksimal satu Imaam dan dua orang makmum atau lebih.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Hal ini merujuk kepada hadits ;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةٍ يَكُوْنُوْنَ بِفَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا أَمَّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ (رواه أحمد، صحيح لغيره)
Artinya : Dari Abdillah ibn Amer RA, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah/wilayah di bumi kecuali mereka menjadikan salah satu mereka sebagai amir/pemimpin atas mereka.”
Juga pada hadits-hadits lain diterangkan berlaku bagi orang yang sedang safar harus mengangkat salah satu di antara mereka menjadi Amir.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Ukhuwah Islamiyah
Persatuan yang ada dalam uraian tersebut, hendaknya atas dasar agama, akidah dan mengikuti Sunnah Rasulullah, bukan atas dasar akal fikiran manusia, bukan persatuan suku, ras atau ashobiyah.
Makna ini telah dijelaskan dalam banyak nash. Di antaranya firman Allah dalam kitab-Nya , yang artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-An’am [6]: 153).
Sebagai keadaan atau perwujudan persatuan umat yang di bangun atas dasar tauhid, aqidah dan muamalah atau bisa juga kita sebut dengan kata ukhuwah islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah berarti persaudaraan Islam. Adapun secara istilah, ukhuwah islamiyah adalah kekuatan iman dan spiritual yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa untuk menumbuhkan perasaan kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudara seakidah.
Pada hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebutkan:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya: “Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR Bukhari-Muslim).
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Artinya: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan yang lainnya.” (HR Bukhari-Muslim).
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Artinya: “Salah seorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna) sampai ia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya dengan apa yang dia dicintai dirinya.” (HR Bukhari-Muslim).
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ
Artinya: “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya”.
الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ لَا يخذلهُ ولا يحقره وَلَا يُسْلِمُهُ
Artinya: “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, dia tidak membiarkannya (di dalam kesusahan), tidak merendahkannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)”.
Semua ini adalah pemandangan yang mengkuatkan dan menyatukan hati, menghantarkan kepada anggota tubuh lainnya.
Bahkan apabila kita memperhatikan firman Allah, yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya semua manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran”. (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Jika kita memperhatikan firman Allah di atas, yang artinya, “dan mereka saling memberikan nasihat ”, ini juga termasuk fonemena persatuan.
Karena saling menasihati tidak akan terjadi pada satu orang saja, akan tetapi terjadi pada suatu kelompok antara satu dengan yang lain, saling mengingatkan, menasehati dan saling meluruskan.
Yang keempat, adalah lafadz وَّلَا تَفَرَّقُوْا (dan janganlah kamu berpecah belah).
Ini adalah fiil nahi atau larangan yang di tujukan kepada orang banyak kepada semua orang-orang yang beriman. Merujuk pada dkomir ayat ini adalah untuk orang-orang yang beriman.
Allah telah menjadikan jalan-Nya dibangun di atas Sunnah. Ia adalah jalan Islam atau ditafsirkan dengan Al-Quran dengan segala kandungan hukum-hukumnya, yang di dalamnya terdapat argumen dan penjelasan.
Sesuai dengan firman Allah, yang artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)”.
Uraian ayat ini, digambarkan dalam hadits, Rasulullah bersama para sahabatnya. Rasul menggaris di atas tanah garis yang lurus dan menggariskan garis-garis lain di kanan dan kirinya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunjuk garis lurus tersebut seraya berkata: “Ini adalah jalan Allah”. Dan beliau menunjuk garis-garis yang bercabang di kanan dan di kirinya dengan mengatakan: ”Ini adalah jalan-jalan sesat, di setiap ujung jalan-jalan ini terdapat setan yang menyeru kepadanya”. Kemudian beliau membaca ayat ini. (QS Al-An’am [6]: 153). HR Ibnu Majah.
Oleh karena itu, setiap hawa-nafsu, pendapat, perkara-perkara baru (dalam agama), pemikiran yang menyeleweng dan jauh dari Al-Kitab dan As-Sunnah, jauh dari dalil dan hujjah, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenarannmu jika kamu orang-orang yang benar”. (An-Naml : 64).
Itu semua memisahkan dan menjauhkan dari kebenaran yang ada, serta mengikuti hawa nafsu belaka.
Jalan Yang Lurus
Seorang hamba diperintahkan untuk mengikuti perintah Allah dan RasulNya, agar ia menjadi seorang hamba yang mengikuti jalan Allah yang lurus.
اِهْدِنَا الصِّرَا طَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ
Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus,” (QS Al-Fatihah[1]: 6).
Jalan yang lurus adalah Hidayah dari Allah, firman Allah ;
وَهَدَيْناهُ النَّجْدَيْنِ
Artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (Al-Balad: 10).
y\Yang dimaksud ialah ada jalan kebaikan dan jalan keburukan
Tinggal bagaimana kita mau memilih jalan yang lurus, atau jalan yang menghantarkan ke jurang api neraka?
اجْتَباهُ وَهَداهُ إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “Allah telah memilihnya dan memberinya petunjuk ke jalan yang lurus.” (QS An-Nahl [16]: 121).
فَاهْدُوهُمْ إِلى صِراطِ الْجَحِيمِ
Artinya: “Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS Ash-Shaffat: 23).
Jalan yang lurus adalah jalan kesatuan umat yang telah di tempuh oleh para Nabi, oleh Warasatul Anbiya wal Mursalin, yakni Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, dan juga oleh para sahabatnya hidup dalam kesatuan umah dan menghindari perpecahan.
Seiring dengan firman Allah :
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya; “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS Asy-Syura: 52).
Adapun firman Allah وَلا تَفَرَّقُوا (dan jangan kalian bercerai-berai). (Ali Imran: 103), penjelasnnya adalah, Allah memerintahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan melarang mereka bercerai-berai.
Banyak hadis yang isinya melarang bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun.
Seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Muslim melalui hadis Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا، يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ»
Artinya: “Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian. Dan Allah murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta.”
Allah menekankan di dalam firman-Nya:
…..وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً…..
Artinya: “…..dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara….” (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat.
Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan yaitu di masa Jahiliah.
Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka ± 120 tahun lamanya senantiasa berperang.
Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan.
Allah menegaskan di dalam ayat-Nya:
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَلكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
Artinya: “Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (QS Al-Anfal [8]: 62-63).
Allah menyebutkan di dalam akhir surat Ali Imran 103:
كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آياتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)
Artinya: “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu agar kamu mendapatkan petunjuk.”
Begitulah, Allah telah menunjukkan jalan hidayah yakni persatuan umat, dan inilah jalan yang lurus jalan hidayah dari Allah.
Tinggal, apakah orang-orang yang beriman mau menempuh jalan ini? Jawabannya adalah kepada diri kita masing-masing sebagai orang-orang yang beriman. (A/Mus/RS2/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)