Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْر ٍ(٣) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ(٥ (
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. (1) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (2) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (3) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (4) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (5). (QS Al-Qadar [97] : 1-5).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menurunkan Al-Quran sekaligus dari Lauh Mahfuz di sisi Allah ke Baitul ‘Izzah di langit yang terdekat. Kemudian dari Baitul ‘Izzah diturunkan secara terpisah-pisah sesuai dengan kejadian-kejadian dibawa oleh Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Turunnya Al-Quran dari Lauh Mahfuz ke Baitul ‘Izzah terjadi pada malam Lailatul Qadar, pada bulan Ramadhan yang diberkahi.
Pada ayat lain disebutkan :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. (QS Ad-Dukhan [44] : 3).
Di dalam ayat lain disebutkan juga :
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ
Artinya : “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an…..”. (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, peristiwa penting pertama kali turunnya Al-Quran terjadi pada malam Lailatul Qadar. Selanjutnya, sesuai dengan hadis Nabi, Lailatul Qadar itu akan terjadi lagi pada setiap bulan Ramadhan.
Menurut jumhur (kebanyakan) ulama diperhitungkan terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, bahkan lebih ditegaskan pada malam yang ganjil. Sehingga pada sepuluh hari/malam terakhir Ramadhan itulah, digencarkannya i’tikaf di masjid.
Pengertian Lailatul Qadar
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Secara harfiyah, Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, yakni Lail atau Lailah yang berarti malam hari, dan Qadar yang berarti ukuran atau ketetapan.
Secara maknawi, Lailatul Qadar dapat dimaknai sebagai malam yang agung, mulia, dan penuh barakah, yang lebih baik daripada seribu bulan, atau disebut juga dengan malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.
Diturunkannya Al-Quran pertama kali dari Lauh Mahfudz ke Baitul ’Izzah pada malam itu juga, dipahami sebagai penetapan langkah hidup manusia yang harus dilalui dengan panduan Al-Quran.
Lailatul Qadar dikatakan lebih utama daripada seribu bulan (sekitar 83,33 tahun).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Pada malam Lailatul Qadar yang kemudian terjadi setiap bulan Ramadhan, para Malaikat turun ke bumi dengan izin Allah. Sehingga sepanjang malam itu tersebar keselamatan bagi penduduk bumi hingga terbit fajar.
Tentang hal ini, dikatakan di dalam hadits:
إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ
Artinya : “Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) benar-benar telah datang kepadamu, padanya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang terhalang (dari) nya, maka sungguh terhalang (dari) kebaikan semuanya. Dan tidak terhalang (dari) kebaikan, kecuali orang-orang yang bernasib buruk”. (HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu).
Sebab Turun Surat Al-Qadar
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Tentang sebab-sebab turun (Asbabun Nuzul) Surat Al-Qadar, disebutkan bahwa pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan kisah kepada para sahabatnya tentang seorang pejuang dari Bani Israil (keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam) yang bernama Sam’un. Sam’un selama 1.000 bulan atau delapan puluh tiga tahun lebih, senantiasa berjuang di jalan Allah, menegakkan agama Allah pada siang harinya, dan beribadah tekun pada malam harinya.
Para sahabat ketika mendengar cerita tersebut, mereka merasa sedih, kecil hati dan merasa iri dengan amal ibadah dan jihad Sam’un. Mereka ingin melakukan jihad dan amal ibadah yang sama seperti Sam’un. Akan tetapi bagaimanakah mungkin untuk melakukannya? Sedangkan umur kehidupan para sahabat dan umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jarang yang mencapai usia 83 tahun.
Pada umumnya hanya mencapai kisaran usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun. Jarang yang lebih daripada usia 80 tahun.
Ketika para sahabat sedang merenungkan tentang hal itu, maka turunlah Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membawa wahyu dan kabar gembira kepada dirinya dan para sahabat.
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Berkata Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepadamu Ya Rasulullah Surat Al-Qadar, yang di dalamnya terdapat kabar gembira untukmu dan umatmu, yakni Allah berkenan menurunkan Lailatul Qadr, di mana orang yang beramal pada Lailatul Qadar akan mendapatkan pahala lebih baik dan lebih besar dari pada seribu bulan. Maka amal ibadah yang dikerjakan umatmu pada Lailatul Qadar akan lebih baik daripada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil yang berjihad selama delapan puluh tahun”. Lalu Malaikat Jibril membacakan surat Al-Qadar.
Dengan turunnya wahyu tersebut, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya merasa senang dan gembira. Maka beliau memerintahkan kepada para sahabat untuk berupaya menggapai malam Lailatul Qadar itu dengan sungguh-sungguh.
Doa Lailatul Qadar
Adapun doa yang dibaca pada malam-malam Lailatul Qadar terdapat dalam hadits :
Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Artinya : “Ya Allah. Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, suka memaafkan, maka maafkanlah aku”. (HR Ibnu Majah dan Ahmad dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha).
Bisa ditambah doa-doa lainnya, baik yang terdapat di dalam Al-Quran, Hadits atau bahasa kita sendiri. Kita memohon kepada Allah akan keperluan kita, baik urusan dunia maupun akhirat, serta kepentingan umat Islam secara keseluruhan, terutama untuk pembebasan Masjidil Aqsa dan kemerdekaan Palestina.
Akhirnya, semoga dengan mentadaburi kandungan Surat Al-Qadar ini, menjadikan kita lebih bersungguh-sungguh lagi dalam meraihnya dengan berbagai ibadah dan amal-amal shalih, semata-mata untuk mengharap ridha Allah. Aamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil