Tadzkirah Bencana di Tahun Baru, Kapankah Sadar?

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Malam pergantian tahun baru 2020 Masehi ditandai dengan hujan lebat dan lama hampir merata di Indonesia. Hujan mulai turun sejak akhir tahun, Selasa (31/1/2019) hingga Rabu pagi (1/1/2020).

Tak pelak lagi, air sungai utama meluap, jalan-jalan tergenang air, dan pun melanda ibu kota Jakarta, dan tetangganya Bekasi. Jalan tol Cipali pun diterjang arus air yang meluap ke ruas jalan.

Beberapa tempat di daerah juga dikabarkan banyak yang tergenang air, ada tanah longsor, dan pepohonan tumbang.

Sementara di sudut-sudut kota, anak-anak muda, juga ada orang dewasa, berjoget ria dari malam hingga pagi tahun baru. Seoleh menjadi ritual tahunan, melewati waktu 00.00 2019 menuju 2020.

Setelah itu byar…. tet….. tet ……. ha ha ha……. Kembang apin menyala, terompet menyala, dan tertawa-tawa. Hingar bingar musik membahana menerobos deras air hujan. Demi pesta malam tahun baru. Tak ayal, pesta kemaksiatan pun menghentak hingga pagi hari.

Apakah ini yang dinamakan pesta tahun baru? Dan terus akan dilangsungkan tahun-tahun depan pada setiap pergantian tahun.

Padahal perayaan tahun baru 1 Januari itu sendiri berawal dari mitologi Romawi Kuno, yang mengacu pada dewa berwajah dua. Satu menghadap ke depan dan satunya ke belakang. Untuk menentukan mana yang depan atau belakang, ditandai dengan wajah yang menghadap depan selalu tersenyum dan optimis, sedangkan yang menghadap ke belakang selalu terlihat muram dan sedih. Dewa itu bernama Janus (kemudian bulannya Januari), Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan lainnya ke tahun berjalan.

Lalu, tanda alam yang sesungguhnya itu tak lepas dari kuasa Allah, hujan yang mengguyur sepanjang malam tahun baru, tidakkah dijadikan sebagai (peringatan) dari Tuhannya? Tidakkah juga kemudian banjir yang melanda tidak dijadikan sebagai peringatan juga bahwa Allah itu ada, Allah itu Maha Kuasa, dan Allah itu hendak memberikan sebagian dari tanda-tanda kekuasan-Nya?

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: “Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Fusshilat : 39).

Pada ayat lain dikatakan:

. وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاء فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ  

Artinya: “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS Al A’raf: 57)

Demikian juga adanya apa yang masyarakat sebut sebagai , seperti banjir, longsor, dan sebagainya, tidak lain kembalinya adalah akibat ulah tangan manusia itu sendiri.

Allah menegaskan di dalam ayat-Nya:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Ruum: 41).

Pada ayat lain Allah memberikan peringatan:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Artinya:Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.(QS Asy-Syura: 30).

Untuk itu, tidak ada cara lain untuk mendapatkan perlindungan dari Allah kecuali dengan menyadari akan segala kesalahan kita sebelum peringatan Allah yang lebih besar datang.

Janganlah pula kita ikut-ikutan budaya yang tidak Islami, yang hanya menjauhkan dari dzikir kepada Allah. Apalagi sampai berbuat maksiat dan dosa. Sudah saatnya kita menyadarinya, seperti Allah tegur kita di dalam ayat:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid: 16).

Marilah kita perbanyak istighfar, bertaubat atas segala dosa, dan meningkatkan ibadah dan amal shalih karena Allah. Semoga Allah berikan keselamatan kepada kita semua, serta memberikan kesabaran dan kekuatan iman kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah dan bencana.. Aamiin. (A/RS2/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.