Beijing, MINA – Pemerintah China meminta kepala HAM PBB untuk menghormati kedaulatannya setelah mendapat tuduhan penahanan massal minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengecam penindasan yang sedang berlangsung di China terhadap komunitas Uighur, dalam pernyataan pertamanya sebagai kepala pengawas hak asasi manusia di Jenewa. Demikian Aljazeera melaporkan dikutip MINA.
Mantan Presiden Chili sudah dua kali mendesak Beijing agar mengizinkan pemantau masuk ke wilayah barat yang sedang kacau itu untuk menyelidiki situasi di sana.
“Bachelet harus dengan teliti mematuhi misi dan prinsip-prinsip piagam PBB,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, Selasa (11/9).
Baca Juga: IOM: Lebih dari 99.000 Warga Sudan Mengungsi sejak RSF Ambil ALih El-Fasher
Geng menambahkan, Bachelet harus menghormati kedaulatan Tiongkok, adil dan obyektif serta tidak mendengarkan informasi sepihak saat menjalankan tugasnya.
Ketertarikan Bachelet untuk mendapatkan akses datang ketika Human Rights Watch (HRW) melaporkan orang-orang Uighur yang berbahasa Turki menghadapi penahanan sewenang-wenang, pembatasan praktik keagamaan, dan indoktrinasi politik paksa dalam tindakan kekerasan keamanan massal.
Sebuah panel hak asasi manusia PBB mengatakan bulan lalu bahwa mereka telah menerima laporan yang dapat dipercaya, hingga satu juta orang Uighur mungkin ditahan di penahanan ekstra-hukum di provinsi barat laut China itu.
Panel itu juga menyerukan agar mereka dibebaskan.
Baca Juga: Dianggap Bias, Menhan Israel akan Tutup Radio Angkatan Darat
China mengatakan, langkah-langkah keamanan yang keras di Xinjiang diperlukan untuk memerangi “ekstremisme dan terorisme” tetapi tidak menargetkan kelompok etnis tertentu atau membatasi kebebasan beragama.
Xinjiang adalah tempat tinggal bagi setidaknya delapan juta Muslim Uighur.
Menurut HRW, di wilayah yang berbatasan dengan Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan tersebut, kelompok-kelompok minoritas Muslim menghadapi peraturan yang melarang jenggot dan kerudung, serta distribusi Al-Quran yang tidak sah.
Selama dua tahun terakhir, pihak berwenang secara dramatis meningkatkan keamanan dan pengawasan di Xinjiang, yang oleh para kritikus disamakan dengan kondisi darurat militer, dengan adanya pos pemeriksaan polisi, kamp pendidikan ulang, dan pengumpulan DNA massal. (T/ais/RI-1)
Baca Juga: Sejumlah Aktivis Panjat Gerbang Brandenburg, Protes Keterlibatan Jerman dalam Genosida di Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump Teken RUU Pendanaan untuk Akhiri Shutdown Terlama AS
















Mina Indonesia
Mina Arabic