Taipei, MINA – Presiden Taiwan Tsai Ing-wen secara resmi mengumumkan implementasi Undang-Undang (UU) yang dinamakan “Anti-infiltration Act” pada 15 Januari 2020.
Undang-undang ini sebelumnya telah disahkan Legislatif Yuan (DPR) Taiwan pada 31 Desember 2019.
Dalam keterangan tertulis Taipei Economic and Trade Office (TETO) yang diterima MINA pada Kamis (23/1) dikatakan, tujuan utama implementasi UU ini adalah untuk memperkuat pertahanan demokrasi Taiwan dan mempertahankan hubungan lintas-selat yang stabil.
“Dalam beberapa tahun terakhir, China dan negara-negara otoritas lainnya telah meningkatkan pengaruhnya terhadap operasi, infiltrasi dan campur tangan kepada negara-negara demokratis lainnya, yang mengarah pada ancaman kebebasan demokrasi,” katanya.
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
Oleh karena itu, banyak negara telah memperkuat pertahanan demokrasi melalui undang-undang, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jerman, Australia, dan Selandia Baru, telah meninjau dan mempelajari undang-undang yang relevan untuk mencegah infiltrasi berbahaya dari negara lain.
Taiwan berada di garis terdepan ekspansi eksternal Cina, menghadapi infiltrasi dan intervensi terburuk. Oleh karena itu, mutlak diperlukan pembuatan undang-undang untuk memperkuat mekanisme pertahanan demokrasi.
Pada awal 2019, pemerintah China mengusulkan apa yang disebut “5 usulan Xi” yang akan mempercepat proses penyatuan kembali Taiwan (mencaplok Taiwan.)
Sementara itu juga meningkatkan upayanya untuk memecahkan Taiwan. Oleh karena itu, Legislatif Yuan Taiwan (DPR) mengesahkan ” Anti-infiltration Act ” yang intinya adalah: melarang siapa pun menerima instruksi, titipan, atau pendanaan dari musuh asing, terlibat dalam sumbangan politik ilegal, bantuan kampanye pemilu, lobi, mengganggu demontrasi umum dan ketertiban sosial, serta penyebaran informasi palsu untuk mengganggu proses pemilu.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
“Anti-infiltration Act” sepenuhnya mematuhi semangat supremasi hukum dan memperhitungkan jaminan perlindungan hak asasi manusia. Pelaku harus menyadari situasi yang terlibat dalam “tindakan ilegal” di bawah “infiltrasi” kekuatan musuh asing, akan menjadi target identifikasi dan penilaian yang tegas oleh lembaga peradilan, sebelum mereka menjadi terdakwa hukum.
UU tersebut bukan anti hubungan timbal balik. Sebaliknya, ini dapat mempertahankan hubungan lintas-selat yang stabil dan teratur. Umumnya, hubungan lintas-selat yang normal tidak akan melanggar hukum.
Pemerintah Taiwan selalu mendukung kegiatan hubungan timbal balik yang legal dan tertib.
“Anti-infiltration Act” mencegah keterlibatan kekuatan asing dalam politik, sehingga hubungan lintas selat menjadi tidak rumit, mencegah campur tangan asing yang tidak perlu, sehingga rakyat Taiwan bisa melakukan hubungan timbal balik dengan penuh rasa aman. (R/R6/R1/P1)
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Mi’raj News Agency (MINA)