Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taklim Pusat yang Mempertemukan Mama dan Ayah

Redaksi Editor : Arif R - 29 detik yang lalu

29 detik yang lalu

0 Views

Samsul Hadi dan Siti Rochanah Berjodoh di Taklim Pusat

TAHUN 2009, Mama mulai masuk jamaah dan mengenal lingkungan yang lebih dekat dengan Islam. Setahun kemudian, saat taklim pusat 2010, Mama dikenalkan dengan Ayah, Syamsul Hadi, oleh teman Mama, Pak Agus. Pertemuan pertama mereka berlangsung di rumah seorang ikhwan yang bernama Muqorrobin Al Ayubi

Awalnya, Mama cuma ingin mencari kajian agama karen kebetulan Ada seorang ikhwan yang salah sambung mengirim pesan tentang pegajan ke beliau.

Akhirnya, Mama diberitahu kalau ada taklim di Priuk, di Masjid Hizbullah, Cipeucang. Karena belum punya gamis, Mama buru-buru beli di hari Sabtu supaya bisa ikut taklim di hari Ahad. Nggak disangka, di tempat itu Mama ketemu teman-teman kerjanya, Mbak Devi dan Mbak Siti, yang akhirnya membimbing Mama dalam hijrah.

Suatu hari, bu Devi bertanya ke Mama, “Mbak Hana, mau nggak dikenalin sama ikhwan yang juga duda anak dua?” Mama sendiri saat itu janda dengan dua anak. Dengan niat karena Allah, Mama bilang, “iya mbak, Bismillah boleh.”

Baca Juga: Dapur Nenek Saya “Ibu Ani” Tempat Masak Taklim Pusat

Pertemuan ta’aruf mereka berlangsung singkat. Setelah taklim dan sholat dzuhur, Mama dikenalkan ke Ayah. Pertemuan itu nggak sampai lima menit. Cuma sebentar, lalu Ayah pergi karena ada urusan keluarga. Mama bahkan nggak sempat benar-benar melihat wajah Ayah.

Seminggu setelah itu, Pak Agus ngehubungin Mama, bilang kalau Ayah minta nomor telepon. Mama nggak pikir panjang dan ngasih nomor dengan niat baik. Begitu Ayah nelpon, kata-kata pertama yang keluar langsung to the point, “Assalamualaikum, ini Siti Rochana, ya? Gimana, mau nggak jadi istri saya? Kalau nggak mau, ya sudah, saya nggak akan menghubungi lagi biar nggak jadi fitnah.” Mama kaget, tapi dengan mantap jawab, “InsyaAllah saya mau.”

Dua minggu kemudian, Ayah melamar Mama. Acaranya di kontrakan bu Devi, semua persiapan diurus sama beliau. Mama cuma datang dengan hati campur aduk, kaget, haru, dan nggak tahu harus gimana.

Bude yang waktu itu nemenin mama ke rumah bu Devi juga kaget karena tidak dikasih tau sama sekali. Walaupun semuanya terjadi begitu cepat, tapi Alhamdulillah prosesnya lancar.

Baca Juga: Dari Kupang ke Cileungsi, Bahagia Bertemu Imaam

Sebulan setelah itu, mereka menikah. Dari ta’aruf sampai pernikahan cuma butuh waktu sebulan, selama rentang waktu itu mama cuma bisa mantepin hati karena posisnya ini pernikahan kedua dengan sama-sama udah punya anak, tapi ayah selalu bilang buat nyerahin semuanya ke Allah karen dari awal niatnya karena Allah.

Setelah menikah, Mama masih di Jakarta karena kerja, sementara Ayah di Bogor. Saat itu, Ayah sering nganterin para ustaz, termasuk Ustaz Abul Hidayat. Saat nganterin beliau, Ustaz tanya ke Ayah, “Istri di mana?” Ayah jawab, “Di Priuk.” Ustaz bilang, “Nggak bagus kalau suami-istri pisah tempat, coba dipikirkan lagi.”

Akhirnya, setelah Mama melahirkan anak pertama dari pernikahannya ini, Mama memutuskan untuk keluar dari kerjaanya dan tinggal bersama Ayah di Bogor.

Semua ini Mama jalani dengan niat karena Allah. Kini, Mama dan Ayah hidup bersama dalam keberkahan, membangun rumah tangga yang penuh kasih sayang dan keimanan.

Baca Juga: Di Taklim Pusat Kami Disambut dengan Baik, Tapi Parkirnya Terlau Jauh

Kisah Mama sama Ayah ini selalu jadi pelajaran buat aku bahwa jodoh itu memang rahasia Allah. Kalau niatnya baik dan berserah diri, insyaAllah jalan akan selalu ada. [Annisa Novi Alifa]

Rekomendasi untuk Anda