New York, MINA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memilih rute penerbangan yang tidak biasa saat menuju New York, Amerika Serikat untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (26/9) waktu setempat.
Langkah itu sebagai upaya menghindari risiko penangkapan terkait surat perintah yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Berdasarkan data pelacakan penerbangan, pesawat yang ditumpangi Netanyahu terbang melintasi wilayah udara Yunani dan Italia, lalu berbelok jauh ke selatan melalui Selat Gibraltar sebelum menyeberangi Samudra Atlantik.
Jalur ini terbilang tidak lazim karena biasanya penerbangan dari Tel Aviv menuju Amerika Serikat melewati rute langsung di atas Eropa. Demikian dilaporkan Al Arabiya.
Baca Juga: Menlu RI Serukan Dunia Bebas Senjata Nuklir di Sidang Tingkat Tinggi PBB
Rute memutar tersebut dinilai sebagai bentuk antisipasi Netanyahu jika terjadi pendaratan darurat di negara-negara anggota Statuta Roma, yang memiliki kewajiban mengeksekusi surat perintah penangkapan ICC.
Meski otoritas Prancis disebut-sebut telah memberikan izin penggunaan wilayah udaranya, Netanyahu tetap memilih jalur yang dinilai lebih aman secara politis.
ICC sebelumnya mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama agresi militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Menurut ICC, ada dasar yang kuat bahwa keduanya bertanggung jawab atas penggunaan kelaparan sebagai metode perang serta perlakuan tidak manusiawi terhadap warga sipil Palestina.
Baca Juga: Tidak Hanya Delegasi Dunia di PBB, Netanyahu Juga Ditolak Ribuan Warga New York
Netanyahu membantah tuduhan tersebut dan menuding ICC bertindak dengan motif anti-Semitisme. Ia juga menyebut surat perintah itu tidak sah. Namun, status 124 negara sebagai anggota ICC membuat setiap perjalanan luar negeri Netanyahu penuh risiko.
Situasi diplomatik Israel semakin tertekan setelah beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, Irlandia, Prancis, Inggris, dan Portugal, mengambil langkah yang berseberangan dengan Tel Aviv. Spanyol bahkan secara terbuka mendukung penyelidikan ICC dengan membentuk tim khusus untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM Israel di Gaza.
Selain menghadiri Sidang Umum PBB, Netanyahu dijadwalkan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada pekan depan. Namun, analis internasional menilai, perjalanan ini justru memperlihatkan semakin terisolasinya Israel di panggung politik global, khususnya terkait isu Palestina dan dugaan kejahatan perang.
Pengalihan rute penerbangan Netanyahu terjadi di tengah meningkatnya pengakuan negara-negara dunia terhadap Palestina. Dukungan ini memperkuat posisi ICC dalam melakukan penyelidikan, sekaligus memberi sinyal kuat bahwa komunitas internasional tidak lagi toleran terhadap impunitas Israel. Beberapa pengamat melihat langkah Netanyahu sebagai gambaran nyata ketakutan pemimpin Israel menghadapi konsekuensi hukum internasional. []
Baca Juga: Bangladesh Desak Pemimpin Dunia Bantu Krisis Rohingya
Mi’raj News Agency (MINA)