Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Syahwat genosida yang dilakukan oleh penjajah Israel atas rakyat Palestina, yang mayoritas muslim, kini mulai menuai petaka.
Kebiadaban demi kebiadaban bangsa kera itu memang sudah diakui oleh dunia. Ibarat benalu, di mana ada orang Israel di situ pula mereka menjajah.
Kaum yang tak punya malu itu dulunya adalah pendatang di tanah suci Palestina. Dengan tangan terbuka rakyat Palestina menerima kehadiran mereka.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Di tahun-tahun pertama kedatangan para korban Nazi itu dianggap sebagai saudara oleh muslim Palestina walaupun mereka berbeda keyakinan.
Namun sayang, kepercayaan yang diberikan oleh rakyat Palestina itu disalahartikan oleh warga Zionis Israel. Diam-diam mereka membangun kekuatan untuk melumpuhkan sistem pemerintahan Palestina.
Puncaknya mereka kaum terlaknat itu pun mulai berkuasa di Palestina. Saat itu, satu demi satu tanah rakyat Palestina dicaplok, hingga warga pemilik sahnya pun diusir dari tanah kelahirannya sendiri. Sadis.
Sejak tahun 1948 Israel mulai menjajah Palestina. Hingga kini rakyat Palestina ada dalam penindasan Israel. Genosida yang dilakukan Israel sudah bukan hal yang bisa diterima akal sehat, meski sejatinya tidak ada genosida yang bisa diterima.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Jika melihat sekilas apa yang terjadi di Palestina adalah sebuah penindasan yang tiada henti. Walau begitu, rakyat Palestina tidak akan penah menyerah kepada Israel demi mempertahankan tanah kelahirannya.
Israel-lah seharusnya yang malu karena untuk mendapatkan tempat tinggal mereka harus membantai muslim Palestina.
Tanda kehancuran Israel
Akhir-akhir ini aksi demonstrasi besar-besaran juga dilakukan mahasiswa berbagai kampus ternama di Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Ribuan demonstran turun ke jalanan New York, AS, dalam aksi mendukung Palestina saat perang antara Hamas dan Israel berkecamuk. Para demonstran melambaikan bendera Palestina dan menyerukan ‘Bebaskan Palestina’.
Di jantung Universitas California, Los Angeles (UCLA) – salah satu kampus paling bergengsi di Amerika Serikat – tengah berlangsung unjuk rasa menentang kondisi di Gaza saat ini.
Di seberang pembatas berupa dua baris pagar yang dijaga sekelompok petugas keamanan, sekitar 200 mahasiswa berkemah sejak Kamis (25/04). Poster-poster bertuliskan “Bebaskan Palestina” dan “Hentikan Genosida” terlihat di sana-sini.
Para mahasiswa ini menuntut pihak kampus untuk memutuskan hubungan dengan perusahaan-perusahaan atau individu-individu yang “diuntungkan” oleh operasi militer Israel di Gaza.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Agresi Israel ke seluruh wilayah Gaza yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 dengan dalih menyingkirkan Hamas, sejauh ini menewaskan sebanyak lebih dari 34.000 orang Palestina, menurut kementerian kesehatan setempat.
Laporan Al Jazeera menyebut orator dalam setiap aksi bela Palestina ini meneriakkan beberapa seruan, seperti ‘Bebaskan Palestina’, lalu ‘Akhiri pengeboman di Gaza’, hingga ‘Akhiri pendanaan untuk militer Israel’.
Seruan diakhirinya ‘pendudukan Israel’ juga menggema dalam aksi pro-Palestina ini.
Di Belanda, massa demonstran bebaskan Palestina juga melakukan aksi long march di ibu kota Belanda untuk menunjukkan dukungan terhadap Palestina. Massa demonstran juga mengutuk serangan Israel di Jalur Gaza.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Dilansir dari Anadolu Agensi, Ahad (14/1/2024), para pengunjuk rasa berkumpul di Museum Square di Amsterdam dan mendengarkan pidato yang mengkritik dukungan negara AS, Inggris, dan pemerintah barat lainnya terhadap Israel meskipun terjadi serangan di Gaza.
Massa juga menuntut tindakan Mahkamah Internasional dalam gugatan yang diajukan Afrika Selatan atas dugaan genosida yang sedang diadili.
Massa membawa spanduk bertuliskan ‘Palestina akan bebas dari sungai hingga laut’, ‘Gencatan senjata sekarang’, ‘Hentikan genosida’ dan ‘Genosida sedang terjadi di Palestina’.
Masih banyak kampus-kampus besar lainnya di seantero dunia yang mahasiswanya melakukan demonstrasi bela Palestina.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Aksi tolak genosida yang dilakukan Israel atas muslim Palestina akhir-akhir ini merupakan bukti tak lama lagi Israel akan hancur.
Bukan hanya akibat dampak perang melawan Hamas saja Israel makin terpuruk tapi jauh sebelumnya banyak tokoh menduga Israel akan segera hancur.
Berikut ini sebuah artikel yang ditulis oleh Profesor Ilan Pappé berjudul Hitungan Mundur menuju Runtuhnya Rencana Israel.
Laporan yang dimuat Al-Alam, Senin (15/1/2024) via Pars Today, menunjukkan salah satu tanda keruntuhan rezim Zionis Israel adalah adalah sebagai berikut.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Pertama, perang saudara antara orang-orang Yahudi yang dimulai antara Yahudi sekuler dan religius di Israel sebelum serangan 7 Oktober.
Pappe mengatakan masyarakat sekuler, yang sebagian besar adalah orang Yahudi Eropa, bersedia terus menindas Palestina dengan cara apa pun, demi mengejar kehidupan yang liberal dan bebas.
Sementara aliran teologis yang memiliki organisasi bernama Negara Yehuda yang dimulai di pemukiman Tepi Barat mencoba mengubah Israel menjadi rezim yang religius, Yahudi, dan rasis.
Menurut Pappe yang juga Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Studi Internasional Universitas Exeter, Inggris, kedua aliran itu akan berbenturan dalam waktu dekat.
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Kedua, adanya dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap isu Palestina di seluruh dunia dan kesiapan sebagian besar anggota gerakan solidaritas untuk menerapkan model perjuangan melawan diskriminasi rasial – yang membantu menggulingkan sistem apartheid di Afrika Selatan – adalah bagian dari gerakan boikot terhadap Israel dan penarikan modal dari wilayah pendudukan.
Aksi demonstrasi ibarat badai besar yang terus melanda disetiap negara. Banyak warga ikut turun ke jalan demi untuk menyuarakan pembelaan terhadap Palestina yang terjajah.
Meski aksi itu bisa menelan banyak korban tapi tidak menjadi soal selama Palestina belum lagi bebas dari belenggu Zionis Israel.
Ketiga, dalam bidang perekonomian. Dengan adanya kesenjangan kelas yang tajam di Israel, dan setiap tahun jumlah mereka yang berisiko mengalami kemiskinan di Israel meningkat.
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
Meskipun biaya yang dikeluarkan untuk perang setelah tanggal 7 Oktober sangat besar dan bantuan Amerika terhadap Israel tidak akan menjamin masa depan perekonomian rezim Zionis yang sangat suram.
Hanya demi untuk melenyapkan Hamas, rezim Zionis harus merogoh kantong yang tidak sedikit. Menurut beberapa sumber, Israel diperkirakan menghabiskan dana sebesar US$51 miliar atau sekitar Rp795 triliun (asumsi kurs Rp15.589 per dolar AS) untuk perang melawan Hamas di Jalur Gaza, Palestina.
Dana tersebut dipakai untuk biaya pertahanan, risiko hilangnya pendapatan, kompensasi bisnis hingga rehabilitasi perang.
Angka itu perkiraan itu dikeluarkan surat kabar keuangan Calcalist. Media itu menyebut setengah dari biaya itu akan digunakan untuk biaya pertahanan yang berjumlah sekitar US$252 juta per hari.
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Adapun dana US$10 miliar-US$15 miliar lainnya berasal dari hilangnya pendapatan. Kemudian, US$4,2 miliar hingga US$5 miliar untuk kompensasi bisnis, dan US$2,5 miliar hingga US$5 miliar untuk rehabilitasi perang.
Keempat, adanya ketidakmampuan tentara Israel mendukung komunitas Yahudi di selatan dan utara. Setidaknya sebanyak 120.000 orang telah melarikan diri dari bagian utara wilayah pendudukan, yang semuanya adalah orang Yahudi dari Galilea. Tapi tidak ada satu pun pengungsi Palestina di antara mereka.
Kabinet Israel belum mampu memberikan dukungan kepada keluarga Zionis yang tewas dan terluka setelah insiden 7 Oktober.
Maka tak heran banyak orang tua yang kecewa yang anak-anaknya dipaksa ikut wamil (wajib militer) perang melawan Hamas.
Saat anak-anak mereka tewas di medan perang, pemerintah cuci tangan. Tentu saja hal ini menuai kritik dari setiap warga yang anaknya dipaksa terjun ke medan perang.
Kelima, adalah posisi generasi baru Yahudi, khususnya Yahudi Amerika. Mereka tidak setuju dengan gagasan generasi tua yang menganggap Israel akan melindungi mereka dari genosida atau gelombang anti-semitisme lainnya.
Saat ini, generasi baru Yahudi tidak lagi mempercayai hal ini, dan sejumlah besar dari mereka telah bergabung dengan gerakan solidaritas terhadap Palestina.
Tanda-tanda ilmiah kehancuran Zionis Israel yang disampaikan oleh Profesor Ilan Pappé hanya menunggu hitungan waktu. Bukan tidak mungkin rezim Zionis Israel akan segera kiamat![]
Mi’raj News Agency (MINA)