Oleh : Bahron Ansori*
“Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, yaitu orang-orang yang memenuhi janjinya kepada Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhoan Tuhannya, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizkinya yang Allah berikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang-orang itulah yang mendapatkan tempat kesudahan (yang baik) yaitu surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama orang-orang yang sholih dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya. Sedang malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu” maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Qs. Ar Ro’ad: 19-24).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa yang di katakan Ulul Albab itu tidak semua orang dan bukan sembarang orang. Tetapi seseorang yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut di atas. Ada beberapa pemahaman mengenai Ulul Albab, tetapi hanya merupakan potongan-potongan dari ayat-ayat tersebut di atas, namun tidak mendapatkan pengertian ulul albab yang benar.
Ulul Albab menurut bahasa artinya adalah Ulu artinya mempunyai, sedang Albab artinya: isi. Lengkapnya adalah orang-orang yang berisi; atau orang-orang yang berisi jiwanya oleh ayat-ayat Allah. Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Al Azhar susunan DR. Hamka. Adapun Ulul Albab yang dimaksud memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
Baca Juga: Air Haji: Benarkah Air Zamzam yang Dibawa Pulang dari Tanah Suci? Ini Penjelasan Lengkapnya
Pertama, harus memenuhi janjinya kepada Allah. Menjaga tingkah laku atau perbuatan, perkataan, harus betul-betul yang mengandung nilai-nilai ibadah kepada Allah. Karena tidak diciptakannya jin dan manusia melainkan untuk ibadah, sebagaimana perjanjian kita kepada Allah ketika awal diciptakan oleh Allah. Di sana Allah bertanya kepada kita, “Apakah betul hari ini kamu bersaksi kepdaKu?” Kita semua menjawab, “Benar ya Allah.” Belum lagi janji yang lain seperti selagi kita sholat.
Kedua, tidak merusak perjanjian, baik janji kepada Allah ataupun janji terhadap sesama manusia, sehingga tidak pernah membuat kecewa. Sebab kalau sudah mengecewakan orang lain, maka akibatnya dia tidak akan dipercaya lagi. Makanya dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Hurairah dijelaskan bahwa salah satu tanda orang munafiq adalah apabila berjanji suka menyalahinya.
Ketiga, orang yang suka menghubungkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan. Antara lain adalah silaturrahmi, menyambung rasa kasih sayang baik kepada keluarganya ataupun kepada sesama orang-orang yang beriman. Bahkan dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, dari shahabat Jubair bin Mutim, Nabi SAW bersabda, “Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang suka memutuskan yaitu memutuskan silaturrahmi.” (HR. Bukhori Muslim).
Sedangkan hikmahnya orang yang suka menyambung silaturrahmi adalah seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya, maka mempererat tali hubungan silaturrahmi.” (HR. Bukhori).
Baca Juga: Haji Maqbul dan Mabrur
Keempat, takut kepada Allah, sebab Dia Maha Segalanya, dan Dia yang menciptakannya, dan memeliharanya sejak dari rahim ibu sampai lahir kepermukaan bumi ini.
Untuk itu, sudah sepantasnya ia bersyukur dan tunduk kepadaNya sebab bila tidak bersyukur akan mendapat azab yang pedih, seperti dalam firman Allah SWT berikut, “Jika kamu bersyukur akan ni’mat Allah, maka Allah akan tambah. Tetapi jika kamu kufur, maka ketahuilah bahwa azabKu sangat pedih.” (Qs. Ibrahim: 7).
Adapaun orang yang takut kepada Allah di dalam hadits dijelaskan. Rasulullah SAW bersabda, “Dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang dipakai untuk berjaga-jaga di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi).
Dalam hadits lain dijelaskan; bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah, yang pada hari tidak ada naungan kecuali hanya naungan Allah. Di antaranya adalah, “…Dan seorang laki-laki yang diajak berbuat mesum oleh seorang wanita bangsawan lagi cantik jelita, ia berkata: Sesungguhnya aku takut kepada Allah.” (HR. Bukhori Muslim)
Baca Juga: Masjid Al-Aqsa Semakin Mengkhawatirkan
Kelima, takut kepada hisab yang buruk. Dia selalu gelisah dan hawatir dirinya mendapat hisab yang buruk, sebab dirinya merasa lemah banyak kekurangan, yang kadang-kadang tidak terasa terbetik di dalam hatinya sesuatu yang tidak pantas kalau dilakukan orang yang beriman, seperti ria, takabur dsb. Apalagi kalau memperhatikan usia hidup di dunia dan membandingkan antara kebaikan dan keburukan, maka ia selalu akan ingat hari penghisaban, kalau-kalau ia mendapatkan hisab yang buruk.
Oleh sebab itu kami mengajak untuk diri kami dan pendengar sekalian untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah baik diwaktu siang maupun malam, dengan di iringi perbuatan-perbuatan yang baik. Mari kita selalu muhasabah. Kita hisab diri kita sebelum di hisab oleh Allah SWT. “Hisablah diri kamu sebelum engkau dihisab oleh Allah.”
Dalam hadits lain disebutkan bahwa, “Takutlah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan tutuplah perbuatan buruk dengan kebaikan niscaya akan menghapus dosa-dosa, dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik.”
Keenam, shabar dalam menggapai ridho Allah. Tidak tergesa-gesa dan juga aktifitasnya selalu meniti jalan yang diridhoi oleh Allah. Di dalam surat Fusilat ayat 35 Allah menerangkan, “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”
Baca Juga: Krisis Kemanusiaan di Palestina: Solusi dan Tantangan Global
Sabar artinya: tahan, tabah, menerima segala keputusan Allah. Sabar adalah perintah Allah. Dan masih banyak lagi ayat-ayat perintah Allah yang berkaitan dengan perintah sabar. Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk selalu memiliki sifat sabar, karena kesabaran mencerminkan nilai keimanannya kuat. Karena sabar dalam iman seperti ruh dalam tubuh. Dan ganjaran orang yang sabar sangat besar sekali.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya akan dibayar pahala orang-orang yang sabar itu dengan tiada batas hitungan.” (Qs. Az Zumar: 10).
Ketujuh, Mendirikan sholat. Dia jaga waktu-waktu sholat sehingga dalam pelaksanaannya tepat pada waktunya. Hal ini merupakan salah satu tanda orang mu’min yang akan mendapat kebahagiaan tinggal di dalam surga. Rasulullah SAW bersabda, “Seutama-utama amal adalah sholat pada awal waktunya.” (HR. Tirmidzi).
Disamping dia memperhatikan waktu, juga memahami makna yang terkandung di dalam shalat, sehingga shalatnya dapat membuahkan, “Sesungguhnya sholat dapat mencegah dari perbuatan fahsya dan munkar.”
Baca Juga: Bergabung dalam Perlawanan Palestina Melalui Hari Keffiyeh Sedunia
Karena dia tau betul, sholat yang tidak membuahkan kebaikan akan semakin jauh dari Allah. Dalam satu hadits disebutkan, “Barangsiapa yang sholatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan fahsya dan munkar, maka tidak akan semakin dekat kepada Allah justru semakin jauh.”
Kedelapan, menginfakkan sebagian rizki yang Allah berikan kepadanya baik secara sir (sembunyi-sembunyi) atau terang-terangan. Dia tidak bakhil (pelit), karena semua rizki yang ada adalah amanat Allah yang dipercayakan kepadanya. Sehingga harta yang ada dia salurkan sesuai dengan aturan Allah dan Rasulnya.
Dia tidak merasa bahwa rizkinya yang didapat itu adalah hasil jerih payah semata. Dia ingat bahwa di dalam rizkinya itu ada hak-hak yang perlu dipenuhinya seperti zakat dan infaq baik untuk dirinya, anak-anaknya, istrinya, fakir miskin, dan yang perlu disantuni, semuanya dilakukan dengan baik.
Karena dia menyadari betapa besar pahala bagi orang yang selalu menginfakkan hartanya terutama di jalan Allah. Sebagamana dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya, “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh cabang, pada tiap-tiap cabang berbuah 100, Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang dikehendaki dan Allah maha luas lagi maha mengetahui.” (Qs. Al Baqaroh: 261).
Baca Juga: Harapan Perdamaian di Palestina, Realita atau Mimpi?
Dalam ayat lain, Allah juga menerangkan firmanNya yang berbunyi, “Dan perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya karena mencari ridho Allah dan untuk keteguhan jiwanya seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak ada, maka hujan grimis pun ada dan Allah maha melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqaroh: 265)
Demikian penjelasan tentang infaq berdasarkan ayat-ayat Allah, dan masih banyak lagi dalil-dalil yang berkaitan dengan infaq.
Kemudian Ulul Albab juga menyadari tentang kewajiban berzakat untuk membersihkan dan mensucikan diri dan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan mereka.” (Qs. At Taubah: 103).
Ancaman Allah bagi siapa saja yang tidak mengeluarkan zakat. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam firmanNya, “Yaitu orang-orang yang menahan emas dan perak, dan tidak menginfaqkannya di jalan Allah, maka sampaikanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih.”
Baca Juga: Benteng Syam dan Janji Langit: Melawan Dajjal dan Membebaskan Al-Aqsa
Kesembilan, menolak kejahatan dengan kebaikan, sebagaimana disinyalir oleh Allah dalam Al Qur’an, “Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang baik.”
Maksudnya adalah: dengan cara yang haq sesuai dengan tuntunan Allah dan contoh Rosulullah SAW dalam menolak kejahatan. Disinilah kelebihan seorang Ulul Albab, disamping ia banyak beribadah juga tidak membiarkan merajalelanya kejahatan. Ditolaknya segala usaha yang mengakibatkan rusaknya akhlaq: merajalelanya kemaksiatan, dan hal-hal yang mengakibatkan binasanya umat Islam.
Demikianlah sembilan tanda-tanda Ulul Albab yang terkandung dalam Al Qur’an surat Ar Ro’ad ayat 19-24. Semoga kita dapat mengamalkannya satu persatu sebagai ibadah kepada Allah Swt dalam rangka mengharapkan ampunan serta ridhoNya. Amin ya Robbal ‘alamin.(R2/P01).
*Redaktur Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Haji, Momentum Perbaikan Integritas Bangsa
Miraj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jama’ah dan Izin, Adab yang Menjaga Kita Tetap dalam Naungan Ilahi