LANGIT cerah di SDIT Binaul Izzah Bumiayu Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, tiba-tiba diselimuti gemuruh suara lantang yang tak biasa, pada Senin (14/4).
Puluhan siswa kelas 4 hingga 6 berdiri berbaris di halaman sekolah, tangan-tangan mungil mereka menggenggam poster buatan sendiri.
“Beli Produk Israel = Menyuapi Peluru ke Anak Gaza!” tulis salah satu karton yang dipegang erat Arini, 10 tahun, dengan huruf-huruf berwarna merah menyala.
Di sudut lain, Rafa, bocah berkacamata 11 tahun, menggambar peta Palestina berlumuran air mata.
Baca Juga: Yahudi Memusuhi Semua Umat Manusia
“Mereka tidak punya mainan seperti aku. Yang ada hanya bom,” bisiknya, matanya berkaca-kaca saat ditanya arti poster itu.
Ini bukan aksi biasa. Di sela tawa riang mereka saat istirahat bermain kelereng, puluhan murid ini justru memilih menghabiskan waktu membuat ratusan origami berbentuk burung merpati.
Di setiap lipatan kertas warna-warni, mereka menuliskan harapannya. “Untuk teman-teman di Gaza, kami ingin kalian bisa sekolah lagi,” tulis Dinda, 9 tahun, dengan huruf yang masih belum rapi.
Esiti Aji Hastoningsih, sang kepala sekolah, berdiri di tepi lapangan dengan senyum haru. “Lihatlah, Bu. Mereka bahkan rela mengumpulkan uang jajan untuk donasi,” katanya sambil menunjukkan kotak kayu penuh koin receh.
Baca Juga: Amerika Serikat Negara Adidaya, Moral Seadanya
Sepekan sebelum aksi, para guru telah mengajak siswa berdiskusi melalui cerita bergambar tentang kehidupan anak-anak Gaza.
Ada video pendek tentang bocah Palestina yang kakinya harus diamputasi setelah serangan rudal. Adegan itulah yang memicu tanya Najwa, siswa kelas 5, “Kenapa kita tidak membantu mereka, Bu? Kasihan, mereka tidak bisa lari karena kakinya sakit…”
Protes kecil-kecilan ini pun lahir dari pertanyaan polos itu. Sekolah yang berlokasi di Desa Langkap ini sengaja mengajak anak-anak memeriksa kemasan snack mereka.
“Kami ajarkan bahwa memilih jajanan bukan hanya soal rasa, tapi juga ke mana uang kita mengalir,” jelas Esiti.
Baca Juga: Genosida Terselubung, Kekejaman Israel di Tanah Palestina
Hasilnya? Beberapa siswa dengan sukarela menyerahkan snack yang diduga produk penyokong Zionis Israel, yang selama ini mereka sukai.
Di luar pagar sekolah, puluhan orang tua menyaksikan dengan hidung merah. Siti, seorang ibu yang anaknya duduk di kelas 3, tak kuasa menahan tangis.
“Anak saya pulang kemarin merengek minta ganti pasta gigi karena produk pendukung Israel. Katanya, ‘Aku nggak mau jadi temannya orang jahat, Ma!'” ujarnya terisak.
Aksi ini mungkin belum akan menghentikan tank di Gaza. Tapi di sudut Brebes yang sunyi, gema solidaritas itu terasa menghangatkan.
Baca Juga: Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman
Saat azan Zuhur berkumandang, seluruh siswa bersama-sama mengangkat tangan mungil mereka berdoa untuk Gaza.
Suara mereka yang masih melengking menyatu dalam bahasa universal: doa anak-anak untuk anak-anak yang lain.
“Besok, kalau sudah besar, aku mau jadi dokter supaya bisa obati anak-anak Palestina,” janji Arini sambil melipat poster yang akan dibawanya pulang.
Di tangannya yang masih belekan tinta spidol, tergenggam harapan bahwa kemanusiaan tak pernah mengenal batas usia, atau jarak. []
Baca Juga: Inilah 10 Kelebihan Pendidikan Pesantren
Mi’raj News Agency (MINA)