Oleh : Ali Farkhan Tsani*
Islam adalah agama yang sempurna dan sangat memperhatikan pertumbuhan generasi mendatang. Untuk itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memerintahkan kita mewujudkan keluarga shalih-shalihah, penuh kasih sayang karena Allah, penuh dengan dinamika ibadah.
Sehingga diharapkan dari rumah tangga sepereti itu akan terlahir anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam aqidah, tekun dalam ibadah, memiliki wawasan keilmuan dan penuh persaudaraan. Maka, insyaallah secara keseluruhan Islam akan tumbuh kuat serta membawa rahmat bagi semesta alam. Sesuai dengan fungsi Islam itu sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Karena itu, kedua orang tua memiliki peran yan dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Baca Juga: Al-Jama’ah: Pilar Kebangkitan Umat Islam
Allah menyebutkan tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga tersebut di dalam firman-firman-Nya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS At-Tahrim [61] : 6).
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Baca Juga: Sejarah Yahudi adalah Sejarah Kekalahan
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa [4] : 9).
Pada beberapa hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : ”Setiap yang terlahir, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari).
Baca Juga: Bulan Ramadhan Ibarat Permainan Ular Tangga, Dimana Posisi Kita?
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya : “Apabila manusia telah meninggal, maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga perkara. (Yaitu: ) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya”. (H.R. Muslim).
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
Artinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Imaam adalah pemimpin, dan dia dimintai pertanggungjawaban. Suami adalah pemimpin bagi keluarganya, ia dimintai pertanggungjawaban. Isteri adalah pemimpin di rumah suaminya, ia dimintai pertanggungjawaban. Hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya, ia dimintai pertanggungjawaban. Jadi, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian dimintai pertanggungjawaban”. (H.R. Bukhari).
Baca Juga: Defisit Amal: Sebab dan Solusi Menurut Islam
Perkataan Para Sahabat tentang Pendidikan Anak
Berbicara tentang pendidikan anak, berikut ada beberapa perkataan dari orang-orang shalih terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun generasi sesudahnya.
Antara lain, Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Ajari dan didik anak-anakmu pendidikan yang baik.”
Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Suruhlah mereka taat kepada Allah dan didiklah mereka ajaran kebaikan.”
Baca Juga: Pelajaran dari Surah Al-Ahqaf dan Relevansinya untuk Generasi Saat Ini
Imam Al-Ghazali menyatakan, “Anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat baik dan akan bahagia di dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa.”
Begitulah, anak tak ubahnya selembar kertas putih. Apa yang pertama kali ditorehkan di sana, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya. Bila yang pertama ditanamkan adalah warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka akan terbentuk antibodi (zat kebal) awal pada anak akan pengaruh negatif, seperti rajin ibadah, berbakti pada orang tua, dan sebagainya. Sebaliknya, bila pertama tidak ditanamkan warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka yang akan muncul adalah antibodi terhadap pengaruh positif, seperti malas beribadah, enggan belajar, suka membantah, dsb. Jika hal demikian dibiarkan, maka setelah dewasa sukarlah untuk meluruskannya.
Pola pendidikan anak
Berikut merupakan beberapa pedoman yang dapat dijadikan sebagai pola pendidikan anak bagi keluarga muslim, di antaranya :
Baca Juga: Adab dan Akhlak yang Mulai Hilang dari Generasi Muda
Pertama, Ajarkan shalat :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي اْلمَضَاجِعِ
Artinya : “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukannya bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (H.R. Abu Daud).
Kedua, Mendidik dengan Kisah
Baca Juga: 7 Jalan Menggapai Derajat Taqwa Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
Berkisah tentang kehidupan nabi, keluarga nabi dan sahabat-sahabat beliau, dapat menumbuhkan kecintaan generasi kepada beliau.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan di dalam haditsnya, yang artinya, “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara : mencintai Nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca Al-Qur’an”. (H.R Ath-Thabrani).
Ketiga , mengajarkan Al-Quran
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
Baca Juga: Taat kepada Allah dan Rasul: Ujian Kepatuhan Sejati
إِنَّهُ ۥ لَقُرۡءَانٌ۬ كَرِيمٌ۬
Artinya : “Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia”. (QS Al-Waqi’ah [56] : 77).
Ayat tersebut menyebutkan bahwa Al-Quranul Karim adalah bacaan yang paling mulia, karena ia merupakan kalam Allah Yang Maha Mulia, dibawa oleh malaikat yang mulia Jibril Alaihis Salam, diterima oleh Rasul-Nya yang mulia Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam, awal mula diturunkan pun pada bulan paling mulia yakni bulan suci Ramadhan. Diimani dan diikuti oleh umatnya yang mulia, yakni umat Islam.
Orang yang mengetahui kemuliaan Al-Quran, ia pasti akan mencintanya, membacanya, menghayati kandungan isinya, berusaha menghafal ayat demi ayat-Nya, dan yang paling pokok adalah berusaha mengamalkannya secara keseluruhan kaaffaah (totalitas) dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: 6 Hal Yang Perlu Diketahui tentang Bahaya Riba
Karena Al-Quran sebagai bacaan yang mulia itulah, maka seorang muslim yang membacanya pun akan mendapatkan pahala dari huruf demi huruf yang dibacanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.” (H.R. At-Tirmidzi).
Juga pada hadits lain yang artinya,“Orang yang mahir membaca Al Quran, ia akan bersama para malaikat mulia yang selalu berbakti. Adapun orang yang membaca Al-Quran dan bacaannya belum bagus dan merasa kesulitan, ia akan memperoleh dua pahala.”(H.R. Muslim).
Sesuai dengan namanya, Al-Quran adalah bacaan, maka kita sendirilah yang menjadikan Al-Quran itu menjadi Al-Quran bagi diri kita sendiri. Bagi orang yang melalaikan Al-Quran sebagai bacaan, berarti ia sendiri telah menghilangkan Al-Quran itu sendiri dalam kehidupannya. Na’udzubillahi min dzalik.
Baca Juga: Kemuliaan Ahlul Qur’an: Dari Dunia Hingga Akhirat
Membaca Al-Quran, bukan saja tugas dai/muballigh/ustadz/kyai saja. Tetapi kewajiban kita semua, kebutuhan kita semua selaku hamba-hamba-Nya yang bergelimang dosa, hamba-hamba-Nya yang telah banyak menikmati karunia Allah. Adapun dai/muballigh/ustadz/kyai memang punya peran ganda, untuk dirinya sama dengan yang lain, dan tugas menyampaikan kepada orang lain. Bukan karena pintar, tetapi karena lebi dulu tahu, lebih dahulu Allah beri tahu. Maka kewajiban yang tahu, sampaikan kepada yang lain yang belum mengetahui.
Al-Quran sebagai Petunjuk
Kandungan Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia, dan pembeda antara yang haq dan yang batil.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
…..ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ…..
Artinya : “…..Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…..”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185).
Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Quran sebagai petunjuk maknanya, Al-Quran secara keseluruhan jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah.
Imam As-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa Al-Quran mengandung petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan, ayat-ayatnya sangat jelas serta berisi hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar.
Pada sebuah ayat disebutkan:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (QS Al-Isra [17] : 82).
Keempat, selalu iringi dan kawal pendidikan anak dengan doa
Doa dari orang tua setelah shalat, setelah membaca Al-Quran, setelah bershadaqah, setelah beristighfar, jangan lupakan doakan anak2 menjadi anak sholih-sholihah, sebut nama-nama anak2-anak kita, doakan mereka, bila perlu dg keharuan dan tetesan air mata, seperti doa dan harapan keluarga Imran di dalam ayat :
إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya : (Ingatlah), ketika isteri `Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Ali Imran [3] : 35).
Juga doa-doa pada ayat lain yang dapat kita baca dan hafal :
رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٲجِنَا وَذُرِّيَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٍ۬ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati [kami], dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Furqan [25] : 74).
رَبِّ هَبْ لِي حُكْماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
Artinya : “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah (agar aku menjadi orang yang bijaksana) dan pertemukanlah aku dengan orang-orang yang shaleh”. (QS Asy-Syura [26] : 83).
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku, dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sungguh aku bertaubat kepada-Mu, dan sungguh aku adalah termasuk golongan orang-orang yang berserah diri.” (QS Al-Ahqaf [46] : 15). (R1).
Penulis, Alumni Mu’assasah Al-Quds Shana’a, Yaman. Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Pengisi Tausiyah Islam Radio Sillaturahim (RASIL) 720 AM dan Radio DAKTA 107 FM. Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)