Tantang UU Larangan Adzan, Palestina Dirikan Menara Tertinggi di Yerusalem

Pemasangan Menara Tertinggi di Yerusalem. (Foto: Anadoulu)

Issawiya, Yerusalem, 23 Rabiul Akhir 1428/22 Maret 2017 (MINA) – Palestina menantang undang-undang yang dibuat oleh dengan mendirikan menara tertinggi di distrik Issawiya, Yerusalem.

Menara yang tingginya  mencapai 73 meter itu, didirikan sebagai bentuk protes akan kebijakan Israel yang mengesahkan RUU yang melarang azan di masjid menggunakan pengeras suara oleh Komite Menteri Israel pada Ahad, 12 Februari 2017.

“Menara tidak akan membungkam dan panggilan adzan akan terus bergema di desa-desa dan kota-kota Palestina,” kata pengawas proyek komite anggota Issawiya, Abu al-Hummus.

Menghabiskan dana $ 28.000 atau setara dengan 380 juta, menurut MEMO yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), pembangunan didanai dari sumbangan warga setempat.

Abu Al-Hummus mengatakan, karena meningkatnya pembangunan di lingkungannya, menara masjid yang dibangun sejak 47 tahun  itu, menyebabkan suara adzan kurang terdengar.

Wakil Juru Bicara Sekjen Farhan Haq mengkhawatirkan undang-undang pelarangan azan yang buat oleh Israel. Menurut  Haq, pihaknya akan menekankan perlindungan kebebasan beragama di Israel.

Meski baru tahap awal, peraturan itu akan terus dipantau dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.

Komite Menteri Israel pada Ahad, 12 Februari 2017, mengesahkan RUU yang melarang azan di masjid menggunakan pengeras suara.

Aturan itu akan mencakup rumah ibadah selain masjid. Namun, kalangan sipil mengecam keras langkah pemerintah Israel yang dianggap bertentangan dengan kebebasan beragama.

Wilayah pendudukan Israel selama ini ditempati oleh beragam etnis. Sekitar 17,5 persen di antaranya merupakan etnis Arab yang beragama Islam.

Meski undang-undang itu tidak menyebutkan agama tertentu, tapi telah populer dengan sebutan “UU muazin”.

Sebelumnya, draf awal ditolak karena dibungkam oleh persamaan sirene yang terdengar di lingkungan Yahudi saat matahari terbenam pada hari Jumat yang menandai dimulainya hari Sabat (Sabtu).

Versi larangan revisi diperkuat dengan kalimat “suara setiap malam”, dari pukul 11:00 pm hingga 07:00 am waktu lokal. Pasal itu akan membatasi ruang lingkup panggilan azan untuk salat Subuh.

“Hukum ini tidak ada urusannya dengan kebisingan atau dengan kualitas hidup, tapi hanya hasutan rasis terhadap minoritas nasional,” kata anggota Knesset etnis Arab Israel Ayman Odeh, Ketua Joint List dalam sebuah pernyataan.

“Suara muazin itu terdengar di sini jauh sebelum rasis dari pemerintah (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu,” katanya.

Sementara Presiden Israel Reuven Rivlin telah berbicara menentang RUU yang telah memicu kemarahan di seluruh dunia Muslim tersebut.

Menurut pejabat Israel, jika disahkan menjadi UU, RUU itu akan berlaku untuk masjid di Yerusalem yang diduduki serta di Israel, tetapi tidak untuk kompleks Masjid Al-Aqsa yang sangat sensitif, tempat suci bagi tiga agama. (T/P3/RS1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.