Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Keberadaannya memiliki peran sangat penting, mulai dari masa pergerakan perjuangan meraih kemerdekaan dari penjajahan, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hingga mengisinya dengan pembangunan di berbagai bidang kehidupan.
Dr Zamakhsyari Dhofier, menyebutkan tradisi pondok pesantren sebagai ujung tombak pembangunan peradaban Melayu Nusantara antara abad ke-15 sampai abad ke-18 menjadikan mayoritas penduduk Nusantara beragama Islam.
Sebagai bagian dari peradaban Melayu Nusantara selama berabad-abad, tradisi pondok pesantren saat ini merupakan lembaga pendidikan yang memiliki jaringan sosial dan keagamaan yang kuat antar lembaganya di seluruh provinsi. Jaringan yang kuat tersebut dinamis dan saling menunjang. (Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. 2019).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kehadiran pondok pesantren di Indonesia tersebut sejak dahulu hingga saat ini pun tidak hanya menghasilkan santri-santri yang memiliki pengetahuan agama Islam dan peran dakwah sosialnya. Namun juga mampu menciptakan manusia-manusia yang cerdas secara intelektual, membentuk manusia beriman, bertakwa, beretika dan berestetika, serta dapat mengikuti perkembangan masyarakat.
Pondok pesantren juga kemudian berkembang turut serta mengajarkan keterampilan dan kemandirian, sehingga santri-santrinya dapat menjadi manusia-manusia yang paripurna dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama.
Dari sini terlihat bagaimana lulusan pondok pesantren itu menjadi cerminan masa depan peradaban bangsa Indonesia sebagai masa depan peradaban yang berbudi luhur, yang tingkat keunggulannya mampu bersaing dengan peradaban dunia lainnya. Dalam hal ini, pondok pesantren mempunyai potensi, peluang dan kompetensi mencetak generasi peradaban bangsa.
Dalam pandangan Ahmad Muthohar AR, dari pondok pesantrenlah dapat dikembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada masyarakat, mampu berdiri sendiri, bebas, teguh dalam kepribadian, menyebarkan dan menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam. (Ideologi Pendidikan Pesantren di Tengah Arus Ideologi Pendidikan. 2007).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dia menambahkan, melalui pendidikan pondok pesantren inilah santri-santri memperoleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada universalitas ajaran Islam. Nilai-nilai dari universalitas ini kemudian secara kontekstual disesuaikan dengan realita sosial masyarakat. Dengan demikian nilai-nilai yang dikembangkan di pondok pesantren bukan hanya berorientasi ukhrawi. Namun juga orientasi duniawi, yang tidak lepas dari nilai-nilai ukhrawi.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada Pasal 3 menyebutkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Santri-santri yang berakhlak mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada masyarakat, artinya adalah bahwa dari mereka generasi mendatang inilah akan muncul calon-calon pemimpin umat, masyarakat dan bangsa yang memiliki keunggulan akhlak mulia, beretos kerja tinggi, tidak terjebak dalam budaya korupsi, jujur dan adil, serta memberikan manfaat kepada sebanyak mungkin ke masyarakat.
Ini karena santri-santri sudah terbiasa dengan budaya gotong royong dan bersih-bersih lingkungan (amal shalih) misalnya, juga guyup rukun terhadap tetangga pada acara-acara bersama. Sekaligus itu semua adalah bentuk pengabdian masyarakat (khadimul ummah) yang berperan dalam meningkatkan jiwa sosial dan kepemimpinan santri-santri.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Inilah pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, bangsa, bakan dunia. Mengutip pandangan Prof. Dr. Zainuddin Maliki,M.Si. yang mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia berkarakter merupakan outcome yang ingin diwujudkan. (Mendongkrak Mutu Pendidikan Sebuah Tawaran Pemikiran. 2021).
Pendidikan karakter ini dikembangkan sedemikian rupa, sehingga memungkinkan peserta didik, dalam hal ini para santri, untuk aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses pendidikan, baik mental maupun fisik. Pola ini dilaksanakan dengan pembelajaran interaktif yang berfokus pada optimalisasi kemapuan pencapaian prestasi peserta didik.
Prof. Zainuddin Maliki menambahkan, pembentukan pendidikan karakter ditandai dengan aktivitas kreatif antara lain dalam hal : mengembangkan etos semangat mengejar prestasi, meningkatkan kualitas kepemimpinan yang tinggi, mengembangkan kerjasama dengan masyarakat dan berbagai agen perubahan, berorientasi pada nilai-nilai pemberdayaan masyarakat, bisa bekerja secara professional dan melibatkan tanggung jawab orang tua.
Maka dengan segala dinamikanya, pondok pesantren semakin dipandang sebagai lembaga yang merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan tarbiyah dan dakwah Islam serta sosial kemasyarakatan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Tantangan
Pondok pesantren dalam era kekinian dituntut untuk terus mengadakan pembaharuan sehingga tetap relevan dengan kondisi kontemporer yang semakin modern, kompleks dan dinamis. Terlebih pada era globalisasi digital saat ini, ketika hubungan antarmanusia telah melewati batas-batas teretorial negara dalam bidang ekonomi, sosial, teknologi, budaya, industri dan komunikasi.
Di sinilah, pondok pesantren dengan sifat keterbukaannya mau tidak mau, siap tidak siap, harus menerima pengalaman baru, pembaharuan berorientasi kekinian dan kemasadepanan, tanpa meninggalkan identitas utamanya sebagai lembaga pendidikan keislaman.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang progresif menghadapi perkembangan globalisasi akan tetap survive dengan landasan keislaman, kemajuan modernisasi, dan dengan tetap menjaga kearifan budaya lokal.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Inilah transformasi pendidikan (learning transformation) dalam menumbuhkembangkan pondok pesantren. Semua itu dalam rangka mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan selaras dengan perkembangan masyarakat global.
Berdasarkan hal itu, maka pada program pembelajaran di pondok pesantren tidak hanya untuk mencapai nilai dan prestasi akademik semata. Melainkan juga untuk mampu menguasai keterampilan sesuai dengan problematika yang dihadapi di tengah-tengah masyarakat.
Misalnya pemberdayaan program agrobisnis di pondok pesantren yang memiliki lahan luas atau berdiri di sekitar areal pertanian, dengan bermitra dengan masyarakat petani. Termasuk bekerjasama dengan instansi pemerintah dan lembaga swasta dalam pengelolaan lahan-lahan tidur menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah).
Pembelajaran agrobisnis tersebut dapat meliputi budidaya komoditas pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, mulai dari pembibitan, pemeliharaan, penanganan pascapanen, hingga pengolahan hasil panen dan pemasarannya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sehingga setelah lulus dari pondok pesantren, para santrinya pun diharapkan akan menjadi bukan hanya dapat bekerja sebagai petani di masyarakat. Namun mereka adalah santri-santri yang mampu mengelola sumber-sumber penghidupan sektor pertanian dari hulu ke hilir dan menjaga ketahanan pangan secara nasional.
Ketahanan pangan sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 27 tentang hak untuk memperoleh pangan sebagai salah satu hak asasi manusia mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.
Ketersediaan pangan yang baik akan dapat menciptakan kestabilan ekonomi, sosial dan politik. Sebaliknya, rentannya kondisi pangan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional. Ini seperti penjelasan Badan Urusan Logistik (Bulog), bahwa pengalaman telah membuktikan gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997-1998, berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Sehingga apa yang dikerjakan santri-santri dan pondok pesantren, yang berjumlah 4.175.531 santri dan 27.722 pondok pesantren, yang terbentang dari Aceh hingga Papua (menurut Pangkalan Data Pondok Pesantren Kemenag RI, 2021), paling tidak dapat menopang ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Belum lagi jumlah pondok pesantren yang belum terdata, yang jumlahnya masih banyak, dan ini tentu menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam pendataan, pembinaan dan pemberdayaan.
Dengan ketahanan pangan diharapkan akan memperkuat perwujudan kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).
Ini sejalan dengan ketahanan pangan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB The Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.
Begitulah, harapannya adalah mereka para santri yang merupakan para leader dan entrepreneur muda dapat aktif dalam pengelolaan agribisnis di lingkungan pondok pesantren dan bekerjasama dengan kelompok tani masyarakat dalam pengelolaan lahan-lahan agar menjadi produktif.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Pada sisi lainnya, terkait dengan era revolusi industri 5.0 berbasis digital saat ini dan mendatang, pondok pesantren juga harus membekali para santrinya dengan teknologi informasi yang memadai sebagai bekal kehidupannya. Pada era kini dan seterusnya mau tidak mau, santri dan pondok pesantren akan dan harus bersentuhan dengan dunia virtual.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat saat ini salah satunya dipicu dengan munculnya konsep Masyarakat 5.0 atau smart society yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara manusia, alam dan teknologi. Perubahan teknologi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, siapapun, termasuk umat Islam dan pondok pesantren harus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi menghadapi perubahan tersebut.
Sebuah transformasi besar dan strategis dari pondok pesantren dengan berbagai keunggulan nilai-nilai yang akan semakin antisipatif mempersiapkan kompetensi santri-santri dalam keterampilan hidup beradaptasi (life skills), kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial (soft skills), kemampuan untuk hidup bersama (collaboration) serta berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
Di sini juga menunjukkan pentingnya sumber pustaka yang mudah diakses semacam perpustakaan digital yang terkoneksi dengan berbagai perpustakaan secara global, untuk menopang daya kritis, kreatif dan inovatif para santri.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Karena itu, pengelolaan agronisnis, pemberdayaan ekonomi umat berbasis syariah, pemberdayaan teknologi informasi dan digital, serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat dan bangsa, menjadi bagian tersendiri dari kegiatan pondok pesantren dengan santri-santrinya.
Tidak ada lagi dikotomi ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum bagi pondok pesantren. Sehingga ketika santri-santri belajar mengelola alam karunia Allah, sesungguhnya mereka sedang mengamalkan ilmu yang manfaat.
Demikian pula ketika santri-santri dan pondok pesantren berkecimpung dalam kegiatan ekonomi syariah dan pemanfaatan teknologi digital, maka mereka sesungguhnya sedang menerapkan ilmu-ilmu keumatan yang berdampak langsung pada sosial masyarakat secara luas. Justru dengan benteng akidah dan ilmu agamanya, para santri dapat melaksanakan literasi positif dalam dunia virtual, termasuk dalam bermedia sosial.
Sehingga prestasi dan kompetensi santri-santri dan pondok pesantren bukan hanya diketahui dan bermanfaat untuk lingkungan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya, tetapi juga bangsa secara nasional dan komunitas global yang tersambung melalui jaringan media sosial. Di sini peran Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) dan komunitas serupa yang tersebar di seluruh provinsi di tanah air perlu terus dikolaborasikan dan diberdayakan secara maksimal.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Ke depannya, santri-santri dapat bersosialisasi dengan sesama pelajar dan generasi muda melalui pertukaran pelajar internasional, mengikuti berbagai konferensi dan efen dunia, dan kompetisi global di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehingga keberadaan santri-santri dan pondok pesantren di Indonesia akan terus berkibar di masyarakat global. Apalagi di beberapa pesantren sudah banyak santri-santri yang berasal dari negara-negara tetangga, seperti dari Malaysia, Thailand dan Filipina.
Rektor Universitas Darussalam Gontor Ustaz Hamid Fahmi Zarkasyi menambahkan, pondok pesantren yang ingin dikenal secara internasional harus memastikan kemampuan bahasa dan wawasan internasional para santrinya. Kalau tidak begitu, akan digilas oleh dunia. Selain itu, kemampuan menguasai Teknologi Teknologi juga harus, kata dia.
Ustaz Hamid menyebutkan beberapa strategi untuk pondok pesantren go internasional, di antaranya santri harus menguasai bahasa Arab dan Inggris, baik lisan maupun tulisan. Para santri juga dilatih memiliki mental internasional, bukan mental lokal, sehingga percaya diri namun tak hanyut dalam budaya barat.
Upaya lainnya, santri harus memiliki wawasan yang luas tentang Islam, Barat, hubungan Islam dan Barat, baik terkait masa lalu maupun masa kini. Jadi bahasa, mentalitas, serta wawasan itu semua harus sudah familiar bagi santri-santri.
Terlebih jika kaum santri hendak berdakwah di luar negeri tentu akan menghadapi sejumlah tantangan. Hanya saja yang paling utama adalah tantangan intelektual, sehingga santri harus memiliki kedewasaan intelektual.
Jika pondok pesantren sudah go internasional dan dunia mulai melirik sistem pendidikan pondok pesantren, Indonesia yang diharapkan menjadi pusat dunia Islam, tentu calon-calon santri dari Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya akan belajar di pondok-pondok pesantren. Mereka akan memperoleh keuntungan ganda, dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak kalah unggulnya. Plus nilai-nilai kepesantrenan yang diperlukan dalam kemajuan peradaban dunia, seperti nilai-nilai ketakwaan, toleransi, keikhlasan, kebersamaan, kemandirian dan persaudaraan.
Harapan
Begitulah, pondok pesantren berpotensi hadir bukan hanya sebagai penunggu gagasan, tetapi menjadi lokomotif perubahan sekaligus agen perubahan (agent of change) bagi umat, masyarakat, bangsa dan dunia.
Pondok pesantren yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, serta menjadi perekat dari semua elemen dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Pada akhirnya, harapan terbesarnya adalah dari talenta-talenta santri-santri dari pondok pesantren dapat semakin berperan ikut andil dalam memainkan peran lebih global dan dalam rangka menunaikan amanat membangun peradaban Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin. Aamiin. (A/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)