Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taubatnya Orang yang Zina

Bahron Ansori - Senin, 13 April 2020 - 17:44 WIB

Senin, 13 April 2020 - 17:44 WIB

86 Views

Oleh: Bahron Ansori, wartawan MINA

Salah satu tanda dekatnya hari Kiamat adalah merebaknya zina. Orang sudah tidak malu-malu lagi mengakui bahkan di depan media kalau dia pernah melakukan zina, nauzubillah. Zina seolah hal biasa yang tidak perlu dipermasalahkan apalagi dianggap sebagai sebuah aib. Terkadang, demi popularitas, orang menganggap zina adalah cara untuk menjadikan dirinya dikenal khalayak.

Allah Ta’ala sudah memberikan cara bagaimana menghukum orang yang berbuat zina. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs An Nisa’ : 16 )

Bila seorang muslim berzina, maka dia berada dalam dua keadaan :

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Keadaan Pertama : Pemerintah mengetahui perbuatan tersebut, yaitu melalui dua cara, pertama : adanya empat orang saksi yang adil dan melaporkannya kepada pemerintah, kedua : sang pelaku melaporkan perbuatannya sendiri dan memintanya untuk ditegakkan hukuman kepadanya. Dalam keadaan seperti ini, pemerintah wajib menegakkan hukuman had kepadanya. (Hukuman Had adalah hukuman yang kadarnya telah ditetapkan oleh Syariah terhadap kejahatan – kejahatan tertentu, seperti hukuman potongan tangan untuk pencuri,  rajam bagi orang yang berzina jika dia sudah menikah, qishas bagi yang membunuh orang lain dengan sengaja tanpa haq).

Dalilnya adalah hadits kisah Ma’iz bin Malik al Aslami dan wanita Ghamidiyah, yang datang menemui Rasulullah saw mengaku dirinya berzina dan ingin dibersihkan dari dosa tersebut, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merajam keduanya. (HR. Muslim)

Ini dikuatkan dengan Hadis Zaid bin Aslam, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِي لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Siapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka akan kami tegakkan atasnya hukum Allah.” (HR. Malik dan Ahmad).

Keadaan Kedua : Kejahatan tersebut belum diketahui oleh pemerintah, maka pelakunya jika ingin bertaubat, maka ia harus menyesali perbuatan tersebut dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Kemudian dia harus memperbanyak amal sholeh di sisa – sisa umurnya, itu saja.

Apakah hukuman baginya menjadi gugur setelah bertaubat ? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini :

Pendapat Pertama : Hukuman had harus tetap ditegakkan kepadanya, walaupun dia sudah bertaubat. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Malikiyah dan Dhahiriyah dan salah satu pendapat Imam Syafi’i.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Adapun dalil- dalil mereka adalah sebagai berikut : Pertama : adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “ Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Qs. An-Nur : 2)

Ayat di atas menunjukkan perintah untuk menerapkan hukuman pada orang yang berzina. Dan ini berlaku umum, baik yang sudah bertaubat maupun yang belum bertaubat.

Kedua : Hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menerapkan hukum rajam kepada orang yangmengaku berzina yang bertaubat.

لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

“Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang pelaku dosa besar niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menshalati jenazahnya dan menguburkannya.” (HR. Muslim)

Hadist di atas menunjukkan bahwa orang yang berzina, walaupun sudah bertaubat, tetap harus dihukum.

Ketiga : Bahwa hukuman diterapkan kepada pelaku zina dengan tujuan untuk membersihkan dari dosa tersebut di dunia ini. Selama itu belum ditegakkan kepadanya, maka dia belum bersih dari dosa. Dan ini sekaligus sebagai bentuk kaffarah.

Pendapat Kedua :  Jika seseorang yang berzina telah bertaubat sebelum ditegakkan hukuman had kepadanya, dalam arti pemerintah belum mengetahui perbuatannya, maka hukuman tersebut menjadi gugur. Ini adalah pendapat Hanabilah dan sebagian Ulama Syafi’iyah.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Dalil-dalil mereka sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “ Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs An Nisa’ : 16)

Ayat di atas secara tegas memerintahkan untuk berpaling dari orang  yang berzina, kemudian dia bertaubat dari perbuatannya. Perintah berpaling berarti tidak boleh menerapkan hukuman had atasnya.

Kedua : Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “ Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Maidah : 39)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang mencuri, kemudian bertaubat dan memperbaiki diri, maka Allah menerima taubatnya, serta tidak dikenakan hukuman had kepadanya. Hal ini berlaku juga bagi  orang yang berzina dan bertaubat.

Ketiga : Firman Allah yang artinya, “Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Maidah : 34)

Para perampok dan pengacau keamanan yang mengancam nyawa dan harta masyarakat, jika mereka bertaubat sebelum ditangkap, maka tidak boleh diterapkan hukuman had kepada mereka. Kalau saja mereka yang melakukan kejahatan yang sangat besar tersebut diterima taubat mereka tanpa diterapkan hukuman had, tentunya kejahatan perzinaan yang tidak mengancam hara dan nyawa, lebih berhak untuk diterima taubat mereka tanpa harus diterapkan hukuman had.

Keempat : Orang yang telah bertaubat seakan-akan dia tidak melakukan perbuatan tersebut, dan taubat itu sendiri menutupi dosa-dosa sebelumnya, maka hukuman had menjadi gugur dengan taubat tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

التائب من الذنب كمن لا ذنب له

Orang yang bertaubat dari dosanya sebagaimana orang yang tidak memiliki dosa. “ (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi. Hadis ini dihasankan Syekh Albani dalam Shohih Al Jami’, no. 3008 dan dalam  Shohih at-Targhib wa at-Tarhib , no. 314)

Pendapat Ketiga : Taubat orang yang berzina diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan terbebas dari hukuman, karena perbuatan zina berhubungan dengan hak Allah. Kecuali jika pezina sendiri meminta diterapkan hukumanhad kepadanaya untuk membersihkan dirinya. Ini pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim.

Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bahwa seorang yang berzina, jika belum diketahui oleh pemerintah, dan dia telah bertaubat dari perbuatannya, maka taubatnya diterima oleh Allah swt, dan secara otomati hukuman hadnya menjadi gugur.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Apakah wajib baginya untuk melaporkan diri kepada pemerintah ?

Tidak wajib baginya untuk melaporkan diri kepada pemerintah, dan tidak boleh menceritakan perbuatan maksiatnya itu kepada orang lain tanpa ada keperluan. Tetapi  justru dianjurkan untuk menutupi perbuatannya tersebut, jangan sampai seorangpun mengetahuinya.

Dalil-dalilnya sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala setelah menjelaskan sejumlah dosa besar termasuk berzina, artinya, “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs Al Furqan : 70)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Kedua : Hadis Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidaklah menutupi seorang hamba di dunia, kecuali Allah juga akan menutupinya pada hari kiamat kelak.” (HR Muslim : 4691)

Ketiga : Hadis Zaid bin Aslam, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِي لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ

“Siapa terjerumus pada perbuatan kotor ini maka hendaknya dia menutupinya dengan perlindungan Allah. Siapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka akan kami tegakkan atasnya hukum Allah.” (HR. Malik dan Ahmad) Hadis ini dishahihkan Syekh Albani.

Bagaimana sikap orang yang mengetahui perbuatan tersebut, apakah melaporkan kepada pemerintah atau diam saja ? Harus dirinci terlebih dahulu : jika orang itu bisa dinasehati secara diam-diam, dan dia mau mendengar nasehat dan mau bertaubat, maka sebaiknya ditutupi aibnya, dan tidak disebarluaskan. Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat “  (HR Muslim).

Hikmah Pengharaman Perilaku Zina

Perilaku zina merusak moral masyarakat dan melemahkan sendi-sendi kepribadian bangsa. Adapun hikmah pengharaman perilaku zina adalah sebagai berikut:

  1. Menjaga keturunan agar terhindar dari ketidakjelasan nasab.
  2. Dapat menjaga kesucian dan martabat manusia.
  3. Hukuman berat bagi pelaku zina memberikan pelajaran bagi orang lain berupa rasa takut mendekati zina dan melakukannya.
  4. Terpelihara dari penyakit kotor yang ditimbulkan dari perzinaan seperti penyakit kelamin dan AIDS.
  5. Terhindar dari kejahatan-kejahatan lain yang diakibatkan setelah melakukan perzinaan seperti pengguguran janin dan pembunuhan karena ingin menghindar dari rasa malu.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing setiap langkah kita dan keluarga agar terhindar dari zina, sebuah perbuatan yang terkutuk dan sangat dibenci oleh Allah dan RasulNya. Wallahua’lam. (A/RS3/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah