Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Tauhidullah yakni mengesakan Allah, bahwa Allah itu Ahad, satu, esa, tak berbilang. Inilah prinsip pertama dan tugas utama misi kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun kemudian mendakwahkan dan mengajak manusia kepada tauhidullah, beribadah kepada Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Pencipta dunia dan alam semesta.
Begitu juga dengan Nabi dan Rasul lainnya, ditugaskan untuk mengajak manusia agar mentauhidkan Allah, menyembah hanya kepada Allah.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Allah menyebutkan di dalam ayat:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدُونِ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul-pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan [yang hak] melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al-Anbiya [21]: 25).
Pada ayat lain Allah menegaskan:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِى ڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولاً أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّـٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَـٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat [untuk menyerukan]: “Sembahlah Allah [saja], dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan [rasul-rasul]”. (QS An-Nahl [16]: 36).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Mereka para Nabi dan Rasul utusan Allah, diutus oleh Allah yang Satu, dengan membawa agama yang satu, yakni Islam, untuk mengesakan-Nya. Diberi-Nya mereka suhuf kepada Nabi Ibrahim, juga kitab-kitab, Taurat kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Dawud, Injil kepada Nabi Isa dan disempurnakan dengan Al-Quran kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Semua kitab-kitab itu isinya adalah mentauhidkan Allah.
Setelah itu, di samping menyeru hubungan vertikal Tauhidullah, Para Nabi dan Rasul juga menyeru secara horisontal agar umatnya bersatu, berjamaah, karena Allah.
Ini seperti disebutkan di dalam firman-Nya:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحً۬ا وَٱلَّذِىٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦۤ إِبۡرَٲهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِىٓ إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَہۡدِىٓ إِلَيۡهِ مَن يُنِيبُ
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ’Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada [agama]-Nya orang yang kembali [kepada-Nya].” (QS As-Syura [42]: 13).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Begitulah, persatuan, hidup terpimpin, berjama’ah, adalah prinsip kehidupan dan penjamin keabadian suatu masyarakat yang hendak menghambakan dirinya kepada Allah dengan ketaatan kepada utusan-Nya.
Para Nabi itu diperintahkan untuk menghidupkan rahmat Ilahi di muka bumi ini. Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّڪُمۡ تُرۡحَمُونَ
Artinya: “Taatilah Allah dan Rasul supaya kalian dirahmati”. (QS Al Imran [3]: 132).
Menjadi umat yang satu, dengan rahmat-Nya, dan bagi orang-orang yang mau hidup terpimpin, begitulah hakikat hidup ini.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Bagi Allah tentu sangat mudah menjadikan manusia ini umat yang satu. Namun, Allah hendak memilih hamba-hamba-Nya yang mendapatkan rahmat-Nya. Seperti Allah sebutkan di dalam firman-Nya :
وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةً۬ وَٲحِدَةً۬ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ . إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَۚ وَلِذَٲلِكَ خَلَقَهُمۡۗ وَتَمَّتۡ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمۡلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ ٱلۡجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ
Artinya: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Allah menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. (Q.S. Hud [11]: 118-119).
Melalui ayat ini, Allah memberikan informasi bahwa Allah itu mampu untuk menjadikan manusia semuanya menjadi satu umat. Baik itu dalam keimanan ataupun dalam keingkaran.
Seperti juga Allah sebutkan pada ayat lainnya:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَأَمَنَ مَن فِى ٱلۡأَرۡضِ ڪُلُّهُمۡ جَمِيعًاۚ أَفَأَنتَ تُكۡرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُواْ مُؤۡمِنِينَ
Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di muka bumi seluruhnya.” (Q.S. Yunus [10]: 99).
Akan tetapi Allah menyatakan, “Mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.”
Perselisihan dan penyimpangan selalu terjadi di antara manusia dalam agama mereka, dalam keyakinan mereka, dalam ikutan mereka dan dalam pandangan mereka.
“Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” Maksudnya adalah kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, yaitu mereka yang mengikuti Rasulullah, mereka yang senantiasa memegang teguh ajaran Allah dengan berjama’ah (bersatu padu) dan tidak mudah dipecah belah.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Berkaitan dengan ayat tersebut, Hasan Al-Bashri mengatakan, “Seluruh umat manusia berselisih dalam beraneka ragam agama kecuali yang dirahmati oleh Allah, karena orang yang dirahmati tidak akan berselisih.”
Allah menegaskan di dalam ayat:
وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَهُمۡ أُمَّةً۬ وَٲحِدَةً۬ وَلَـٰكِن يُدۡخِلُ مَن يَشَآءُ فِى رَحۡمَتِهِۦۚ وَٱلظَّـٰلِمُونَ مَا لَهُم مِّن وَلِىٍّ۬ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat [saja], tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong”. (Q.S. Asy-Syura [42]: 8).
Allah memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Caranya adalah dengan berjama’ah, bersatu, menjauhi perselisihan dan pertikaian. Sebab berjama’ah itu akan mendatangkan rahmat Allah, sementara berpecah-belah hanya akan mendatangkan azab, siksaan dan ujian.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Karena memang pada hakikatnya umat Islam ini adalah umat yang satu. Satu Tuhannya, Allah. Satu Nabi terakhirnya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Satu kitab sucinya, Al-Quran. Satu kiblat shalatnya, Baitullah.
Adapun perbedaan umumnya adalah pada soal pemahaman fiqih ibadah (mazhab), pemikiran (politik), dan persoalan teknis lainnya. Selama secara prinsip aqidah masih sama, berpedoman pada Al-Quran dan As-Sunnah, maka hakikatnya mereka adalah umat yang satu.
Tinggal keutuhan yang satu itu, diikat dengan kepemimpinan yang satu, yakni Imaam atau Khalifah yang satu. Yakni pemimpin umat Islam yang memimpin umat Islam keseluruhan dunia tanpa sekat politik dan regional. Bersifat rahmatan lil ‘alamin.
Begitulah, dengan Tauhidullah, hubungan secara vertikal ke atas, bumi langit menjadi kuat. Serta dengan hidup berjamaah, hubungan secara horisontal menjadi kokoh. (A/RS2/P1)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Mi’raj News Agency (MINA)