Oleh Wahyudi KS, Dosen STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor
PERNIKAHAN dalam Islam adalah jalan ibadah untuk meraih ridha Allah. Suami dan istri harus saling mendukung dalam kebaikan, bersyukur atas kelebihan, dan bersabar atas kekurangan. Kebahagiaan rumah tangga yang hakiki terletak pada ketakwaan, kerja sama, dan saling berempati sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Pernikahan bukan hanya sebuah ikatan lahiriah, tetapi juga wadah untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam bingkai pernikahan, kita diajarkan untuk menjadikan keluarga sebagai tempat terbaik untuk menanamkan nilai-nilai Islam dan membangun kehidupan yang penuh keberkahan.
Keluarga sakinah adalah cermin dari kehidupan berjamaah. Dalam keluarga, kita belajar pentingnya saling menghormati, bekerja sama, dan mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan.
Baca Juga: Doa-Doa Mustajab dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Sebagaimana berjamaah mengajarkan kebersamaan dalam ibadah, demikian pula keluarga menjadi tempat kita berlatih menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta membangun harmoni yang berlandaskan iman dan takwa.
Sebuah keluarga sakinah yang senantiasa menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman, serta memupuk rasa kasih sayang dan saling memahami seperti halnya jamaah yang kokoh karena ukhuwah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا(1)
Baca Juga: The Power of Ikhlas
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An- Nisaa : 1)
Kalimat ijab dan qabul pernikahan di depan para saksi, kalimat yang sangat ringan diucapkan, akan tetapi pada hakikatnya sangat berat dalam timbangan di sisi Allah. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa ijab qabul itu sebenarnya ikatan janji suami isteri untuk hidup bersama mengarungi samudera kehidupan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa : 21. Janji ini diberi istilah khusus ; Mitsaaqan Ghalizhaa yakni perjanjian yang teguh dan kokoh. Istilah ini diberikan Allah, sebagai pertanda akan agung dan sucinya akad nikah. Karena ia sebanding dengan perjanjian Bani Israil saat disumpah Allah di bawah gunung Thursina,(QS: An-Nisaa ; 154), yakni perjanjian untuk melaksanakan perintah Allah. Janji pernikahan ini juga seagung janjinya para nabi dan rasul Allah, saat ikrar untuk melaksanakan risalah-Nya. (QS. Al-Ahzaab : 7).
Atas dasar itulah, perjanjian yang agung dan suci ini wajib dirawat dengan sebaik-baiknya. Lazimnya setiap perjanjian, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat kedua belah pihak. Maka pada akad nikah pun terdapat hak dan kewajiban, baik bagi suami maupun istri, sebagaimana dalam Al-Qur’an :
Baca Juga: Perut adalah Sumber Penyakit: Penjelasan Hadis dan Fakta Medis
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 228)
Dari ayat ini kita pahami, bahwa hak istri adalah kewajiban suami, dan hak suami adalah kewajiban istri. Kata al-Ma’ruf dalam kalimat tersebut adalah berarti kebaikan yang merupakan ruh dalam melaksanakan kewajiban maupun meminta hak.
Pada ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
Baca Juga: Hidup Sekali, Jangan Salah Tujuan: Dunia Bukan Segalanya
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا(19)
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(QS. An-Nisaa : 19)
Kata al-Ma’ruf dalam ayat ini mengandung pengertian yang luas. Ia meliputi kebaikan dalam tutur kata, kebaikan dalam sikap dan prilaku, kebaikan dalam tanggung jawab melaksanakan kewajiban dan menuntut hak, kebaikan dalam membina keluarga dan memupuk cinta kasih serta kebaikan semua hal yang menjamin keharmonisan rumah tangga.
Rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang terdapat aturan dan tata tertib. Suami sebagai pemimpin dan figur utama di dalam rumah mampu mengkondisikan suasana keluarga menjadi sakinah (tenteram) , mawaddah (penuh cinta kasih) wa rahmah ( dan kasih-sayang). Istri sebagai partner suami dalam membina keluarga dan teman berjuang mampu memberikan kesejukan dan semangat baru pada suami. Dengan inilah rumah tangga terwujud sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Baiti Jannati (Rumahku adalah surgaku).
Baca Juga: Kerasnya Hati Orang Yahudi
Sakinah, mawaddah, warahmah merupakan tiga hal penting dalam Islam yang menggambarkan hubungan dalam pernikahan. Adapun arti sakinah yaitu kedamaian dan ketenangan dalam rumah tangga yang diawali dengan saling percaya, saling pengertian dan memahami sifat masing-masing pasangan.
Sementara, Mawaddah berarti kasih sayang dan cinta yang terjalin di dalam pernikahan, lebih berorientasi pada hal-hal fisik dan hal duniawi, namun didasari ketulusan karena Allah semata.
Adapun wa rahmah bermakna rahmat yaitu rasa empati yang dimiliki pasangan suami istri untuk saling menyayangi. Tahapan ini merupakan puncak dari hubungan suami istri yang diliputi keberkahan. Pasangan yang berada pada tahap rahmah inilah yang in syaa Allah akan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup dengan sikap penuh kasih sayang, sehingga menjadi keluarga yang diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Wa rahmah menggambarkan kesempurnaan hubungan rumah tangga yang harmonis dan diberkahi.
Dalam banyak hal suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga seyogianya senantiasa melakukan musyawarah dengan istrinya. Hal ini diwujudkan agar terhindar dari kesan–kesan arogansi dan memaksakan kehendak bagi sang istri. Namun demikian harus dipahami oleh istri, bahwa tidak selamanya suatu permasalahan bisa dimusyawarahkan dengan istri. Ada kalanya suami harus menentukan sikap. Dalam hal ini istri wajib patuh dan taat, selama tidak keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah, demi terwujudnya kebahagiaan rumah tangga.
Baca Juga: 10 Karakter Seorang Mujahid Sejati dalam Islam
Inilah rahasia firman Allah sebagai berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ …
“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”(QS. An-Nisaa : 34)
Kunci kebahagiaan adalah terletak pada niat awal yang ikhlash dan prosedur sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dengan itulah keluarga akan dinaungi dasar-dasar ibadah dan taqwa dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Sepanjang perjalanan dan pelayaran samudera kehidupan tentu saja tidak akan berjalan mulus. Banyak gelombang dan angin kencang yang siap menerjang biduk dan haluan kapal rumah tangga.
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri Puitis: Melanjutkan Ibadah, Melestarikan Sunnah
Karena itu perbanyaklah perbekalan taqwa dan tawakkal. Dengan taqwa, Allah berikan jalan keluar dari segala kesulitan dan diberikan rizki yang tidak disangka-sangka serta dimudahkan urusannya. (QS. 65 : 2-4). Dengan bekal taqwa dan tawakkal, kalian berdua tidak akrab dengan susah, tidak kerap bertemu bingung dan tidak sering pusing. Dengan tawakkal Allah akan cukupkan kebutuhannya (QS. 65 : 3). Dan Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. 3 : 159).
Ingatlah sejarah, Saat haji wada’, 83 hari menjelang wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan untuk kita para suami, sebagai berikut :
“Wahai manusia, bahwasanya bagi dirimu ada hak atas istri-istrimu, dan bagi mereka ada hak atas dirimu. Hak kamu atas mereka ialah : bahwa mereka tidak mengizinkan seseorang yang tak engkau sukai menginjakkan kakinya diatas tikar-tikarmu, dan mereka tidak mempersilahkan seseorang yang tak kamu sukai, masuk ke dalam rumahmu, melainkan dengan seizin kamu. Dan mereka tidak boleh berbuat serong dengan laki-laki lain. Jika melakukan juga, maka sesungguhnya Allah telah mengizinkan kamu untuk meninggalkan mereka di tempat tidur, dan memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Maka jika mereka berhenti dari berbuat demikian, maka kewajibanmulah memberi makanan dan pakaian dengan segala kebaikan. Dan berilah nasihat-nasihat yang baik kepada istri-istri itu, karena bahwasanya mereka itu adalah pembantu-pembantumu, mereka tidak mempunyai sesuatu untuk diri mereka, kamu telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan telah kamu halalkan mereka dengan nama Allah. Oleh sebab itu maka takutlah kamu kepada Allah tentang persoalan perempuan itu, dan hendaklah kamu beri nasihat yang baik kepaa mereka. Bukankah aku telah menyampaikan Ya Allah, saksikanlah.”
Pada kesempatan lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Baca Juga: Makna Sejati Idul Fitri: Kembali ke Fitrah dengan Hati yang Suci
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا (رو ا ه مسلم 2671)
Nasehatilah wanita, karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk bagian atas. Jika engkau luruskan ia dengan kekerasan, maka berarti engkau patahkan dia. Jika dibiarkan dia akan tetap bengkok, Nasehatilah wanita itu dengan cara yang baik. (HSR. Muslim no hadits 2671)
Do’a kami yang hadir untuk Rosyadi dan Farah :
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ
Baca Juga: Al-Jama’ah: Pilar Kebangkitan Umat Islam
” Barokah Allah bagimu dan barokah atasmu, dan Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”
Semoga keluarga yang akhi dan ukhti bina menjadi keluarga yang barokah, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Ya Akhi, antum telah memilih sendiri seorang muslimah yang akan menjadi pendampingmu sebagai seorang istri, maka agar tawakkalmu sempurna kepada Allah, setelah ikhtiar tersebut, kini saatnya antum ridha dan berbaik sangka atas ketentuan Allah, yakni menjadi suami bagi istrimu, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Akhi, jika dahulu antum sering berkhayal tentang sebuah bangunan keluarga yang ideal dan harmonis, Kini saatnya antum bersyukur dan bersabar di atas realita untuk meraih prestasi dunia dan akhirat. Niatkanlah nikah sebagai ibadah untuk mendapat ridha Allah dan kebahagiaan akhirat, niscaya Allah akan menguatkan dengan duniamu.
Baca Juga: Sejarah Yahudi adalah Sejarah Kekalahan
Ya Akhi, jika antum dahulu sering dengan tekun menyimak atau membaca taushiyah tentang kiat-kiat membangun keluarga Islami yang ideal, kini justru antum harus lebih banyak belajar bagaimana mewujudkan idealisme tersebut. Bangunlah komunikasi dua arah dengan istrimu, tumbuhkan empati di hatimu agar antum dapat merasakan getaran nuraninya.
Sebagai kepala keluarga tanpa harus menghilangkan kelembutan dan raca cinta kepada sang istri, tetaplah jaga wibawamu. Ungkapkan sayangmu pada istrimu, minta maaflah segera jika ada hal-hal yang kurang berkenan di hati istrimu. Ucapkan rasa terima kasihmu, saat istrimu memberi kebaikan padamu sekecil apapun. Tanamlah benih cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan Jihad fii sabiilillah diatas segala cinta yang ada.
Akhi, istri yang kamu nikahi tidaklah semulia Khadijah radliyallahu ‘anha, tidaklah setaqwa Aisyah radliyallahu ‘anha, pun tidaklah setabah Fatimah radliyallahu ‘anha. Istrimu hanyalah wanita akhir zaman yang punya cita-cita menjadi istri yang sholehah. Pernikahan mengajarkan kita kewajiban bersama, istri menjadi tanah, kamu penaungnya. Istri ladang tanaman, kamu pemagarnya, istri bagaikan anak kecil, kamu tempat bermanjanya. Seandainya istrimu tulang yang bengkok, berhati-hatilah kamu meluruskannya”
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu memberkahi antum dan keluarga antum serta diberikan keturunan yang shalih penerus jalan dakwah dan pembawa panji Allah.
Pesan untuk pengantin wanita:
Ya Ukhti, saat ini anti tidaklah sendiri, ada suami yang menemani sepanjang hidupmu. Bersyukurlah atas segala kebaikan dan kelebihan suamimu sekecil apapun, dan bersabarlah atas segala kekurangannya. Ridha dan berbaik sangka latas putusan Allah adalah jalan terbaik meraih kebahagiaan hakiki. Jagalah kehormatanmu, terlebih di saat suami tidak ada disampingmu.
Ridla dan Qana’ah atas pemberian suami, adalah pertanda muslimah shalihah. Bergegaslah membantu suamimu saat ia dalam kebenaran, dan ingatkanlah suamimu dengan lembut dan tawadhu, di kala suamimu keliru atau lupa. Tutuplah auratmu dengan sempurna, agar Allah ridha padamu. Ta’atlah pada perintah suami, selama tidak menyalahi Allah dan Rasul-Nya. Berlombalah dengan suamimu untuk meningkatkan kualitas dirimu sebagai hamba Allah. Hidupkan shaum sunnah, shalat malam dan tilawah Al Qur’an.
Ya ukhti, Suami yang menikahimu tidaklah semulia Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, tidaklah setaqwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, pun tidaklah setabah Nabi Ayyub ‘alaihissalam,, suamimu hanyalah pria akhir zaman yang punya cita-cita membangun keturunan yang sholeh.
Pernikahan mengajarkan kita kewajiban bersama, suami adalah nahkoda kapal, kamu navigatornya. Suami menjadi rumah, kamu penghuninya, suami sebagai guru, kamu muridnya. Seandainya suami lupa, bersabarlah kamu memperingatkannya”
“Keharmonisan keluarga merupakan miniatur hidup berjama’ah”
Sesungguhya menurut tuntunan Allah dan Rasul, kebahagiaan yang hakiki bukanlah terletak pada berlimpah ruahnya harta dan berbagai kesenangan fisik, akan tetapi sejauh mana kita dapat ridla dan husnuzhan (berbaik sangka) pada Allah Yang Maha Kaya dan Maha Memiliki segalanya.
Atas dasar inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَض وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ َ ِ
“ Bukanlah orang yang kaya dari banyaknya harta / barang (dunia), akan tetapi yang kaya itu adalah kaya jiwa (hati). (HSR. Bukhari-Muslim)
Keluarga adalah miniatur sebuah masyarakat. Di dalamnya ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Suami dalam rumah tangga laksana Imaam dalam kehidupan Masyarakat Islam, sedang istri dan anak-anak laksana ma’mum / anggota msyarakat itu sendiri. Kehidupan berjama’ah adalah pola kehidupan yang secara sunatullah telah menjadi kebutuhan setiap makhluk hidup. Karena secara fitrah selain Allah adalah makhluk. Ia tidak bisa hidup sendiri tanpa yang lain. Sebagai pewaris bumi ini, manusia yang mendapat amanah untuk memakmurkan bumi Allah, tentu tak mungkin hidup sendiri. Dari sinilah semestinya semua orang menyadari bahwa tak ada yang patut kita sombongkan dan banggakan. Karena kita semua adalah lemah dan hina di sisi Allah.
Pengantin baru dan pengantin bari (lama), mari kita renungkan hakikat hidup ini. Kita sebagai manusia yang lemah perlu pertolongan pihak lain. Karena itulah Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada kita untuk hidup berjama’ah, mewujudkan kerja sama bukan hanya sama-sama kerja, menghindari perpecahan dan permusuhan sesama saudara muslim.
Mari kita hidupkan suasana Indahnya Kebersamaan, Indahnya hidup terpimpin dan tertib dalam ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Ibarat Shalat berjama’ah yang lebih bernilai 27 derajat dibandingkan shalat munfarid/sendiri. Ibarat keluarga yag memiliki kepala keluarga, Ibarat Tata Surya di angkasa, Sang Imaam Matahari dikelilingi oleh ma’mum 9 Planet yang berputar pada rotasinya. Hewan lebah dan semut pun mengajarkan kepada kita hidup terpimpin,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikelilingi para sahabatnya telah memberikan contoh yang kongkrit kepada kita selaku umatnya tentang begaimana mewujudkan Islam yang penuh rahmat untuk seluruh alam ini. Mengingat urgensinya kehidupan berjama’ah ini. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, pemakamannya sampai tertunda penguburannya selama 2 hari dan baru dikuburkan setelah dibai’atnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu sebagai Khalifah pengganti kepemimpinan beliau. Masa ini terus berlangsung pada para Khalifah selanjutnya hingga Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
Kehidupan seperti itulah yang kita rindukan dalam keluarga dan masyarakat kita, yakni kehidupan saling memimpin dan menolong, tegaknya amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat serta mentaati Allah dan rasul-Nya dengan penuh keikhlasan. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-Taubah ayat 71.
Akhi dan Ukhti fillah serta hadirin yang dirahmati Allah, marilah kita simak beberapa ayat dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini ;
Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ(102)وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, …(QS. Ali Imran : 102-103 )
Ayat ini menyuruh kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan jangan sampai meninggal tidak dalam Islam. Kemudian sebagai solusinya Allah menyuruh kita berpegang teguh dan menjaga Islam dan Al-Qur’an ini secara berjama’ah, artinya terpimpin oleh Imam, serta melarang berpecah belah.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ(118)إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ …
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. … (QS. Huud :118-119)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“ Berjama’ah adalah rahmat, berpecah-belah adalah siksa “
(HR. Ahmad, no 17721—-Shahih)
أَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ بِالْجَمَاعَةِ وَبِالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Aku perintahkan kepadamu dengan lima perkara, dengan berjama’ah (al-Jama’ah), mendengar, taat, Hijrah dan Jihad fii sabiilillah. “(HR. Ahmad, no 17132—-Shahih )
تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
“Tetapilah olehmu Jama’ah Muslimin dan Imaam Mereka “
(HR. Bukhari Juz IV/225, Muslim II/134-135 ——Shahih)
ثَلَاثٌ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ
“ Tiga Perkara yang tidak akan ada kedengkian atas mereka hati seorang muslim ; Ikhlash beramal karena Allah, Menasihati Imaamul Muslimin, Menetapi Jama’ah Muslimin .“ (HR. Tirmidzi, no hadits 2582 —-Shahih)
Wallahu a’lam bish shawwaab. []
Mi’raj News Agency (MINA)