Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tawakal dan Kesehatan Mental, Mengelola Kecemasan dengan Iman

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 23 detik yang lalu

23 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

DI TENGAH kehidupan yang penuh tekanan, banyak orang terjebak dalam kecemasan yang berkepanjangan. Tantangan hidup, seperti masalah keuangan, kesehatan, hubungan sosial, dan pekerjaan, seringkali menjadi pemicu utama gangguan kesehatan mental. Dalam situasi seperti ini, Islam menawarkan solusi spiritual yang menenangkan jiwa: tawakal atau berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha.

Tawakal bukanlah sikap pasif atau menyerah, tetapi sebuah bentuk kepercayaan dan keyakinan yang mendalam bahwa setelah ikhtiar maksimal dilakukan, hasil akhir sepenuhnya berada dalam kuasa Allah. Konsep ini memberikan ketenangan luar biasa bagi seorang Muslim. Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya tidak sendirian dalam menghadapi ujian hidup, beban mental menjadi lebih ringan.

Kecemasan biasanya muncul ketika seseorang merasa tidak memiliki kendali atas masa depan. Islam mengajarkan bahwa masa depan adalah rahasia Allah, dan manusia hanya diperintahkan untuk berusaha sebaik mungkin. Allah berfirman dalam QS. At-Talaq ayat 3, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” Ayat ini memberikan jaminan ketenangan bagi orang-orang yang memasrahkan urusannya kepada Allah.

Dalam konteks kesehatan mental, tawakal berfungsi seperti jangkar yang menstabilkan jiwa dalam badai kekhawatiran. Ia melatih pikiran untuk fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan, yaitu usaha dan doa, serta melatih hati untuk menerima ketentuan Allah dengan lapang dada. Hal ini berkontribusi besar dalam mengurangi stres dan gangguan kecemasan.

Baca Juga: Sabar dan Syukur sebagai Terapi Jiwa

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan terbaik dalam hal ini. Dalam banyak peristiwa sulit seperti Perang Uhud atau saat hijrah ke Madinah, beliau menunjukkan keteguhan hati dan sikap tawakal yang tinggi. Beliau tetap berusaha dengan strategi yang matang, namun hatinya selalu bergantung pada pertolongan Allah. Itulah yang membuat beliau mampu menghadapi tekanan luar biasa dengan tenang.

Sikap tawakal juga membawa ketenangan dalam menghadapi hal-hal yang tidak pasti. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; pagi-pagi keluar dalam keadaan lapar dan kembali sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi). Hadits ini mengandung pesan spiritual bahwa ketenangan lahir dari keyakinan, bukan dari kontrol total atas hidup.

Dalam praktiknya, seseorang dapat melatih tawakal dengan membiasakan diri membaca dzikir pagi dan petang, memperbanyak doa, dan membaca Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an adalah penyejuk jiwa, sedangkan dzikir adalah cara untuk mengingat bahwa Allah senantiasa bersama hamba-Nya. Aktivitas spiritual ini memiliki efek terapeutik yang sangat positif dalam menjaga stabilitas mental.

Selain itu, tawakal juga mengajarkan penerimaan yang sehat (radha) terhadap hasil dari setiap usaha. Seseorang yang tidak bertawakal sering kali merasa kecewa berlebihan atau frustrasi saat hasil tidak sesuai harapan. Namun orang yang bertawakal memiliki mentalitas positif bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari takdir terbaik yang telah Allah tentukan.

Baca Juga: Inilah Khasiat Singkong Mentah untuk Kesehatan, Fakta Ilmiah di Baliknya

Dalam dunia psikologi modern, banyak metode pengelolaan kecemasan yang berfokus pada mindfulness dan self-acceptance. Menariknya, Islam telah menawarkan prinsip serupa jauh sebelum ilmu psikologi berkembang. Tawakal adalah bentuk spiritual mindfulness yang mengarahkan kesadaran kita kepada kebesaran dan kasih sayang Allah dalam setiap detik kehidupan.

Namun penting juga disadari bahwa Islam tidak menafikan kebutuhan akan bantuan profesional ketika seseorang mengalami gangguan mental yang berat. Tawakal bukan pengganti terapi atau obat, melainkan pendamping spiritual yang menguatkan proses penyembuhan. Maka menggabungkan pendekatan medis dan keimanan menjadi solusi yang saling melengkapi.

Peran komunitas juga sangat penting. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan yang memahami nilai-nilai Islam dapat memperkuat semangat seseorang dalam bertawakal dan mengelola kecemasan. Islam sebagai agama jamaah mendorong kebersamaan dalam suka dan duka.

Bagi seorang Muslim, kecemasan bisa menjadi jalan menuju kedekatan dengan Allah. Ketika hati gelisah, doa menjadi lebih khusyuk, dan hubungan dengan Sang Pencipta menjadi lebih intens. Dengan kata lain, kecemasan yang dihadapi dengan iman bisa menjadi sumber pahala dan pertumbuhan spiritual.

Baca Juga: Indonesia Wajibkan Vaksinasi Polio untuk Jamaah, Petugas Haji 2025

Sebagai penutup, tawakal adalah terapi jiwa yang menuntun kita untuk berserah, tanpa menyerah. Ia mengajarkan untuk berjuang sepenuh hati, lalu bersandar penuh kepada Allah. Dengan begitu, kesehatan mental bukan sekadar tentang menenangkan pikiran, tapi juga tentang menguatkan iman. Di sanalah letak kedamaian yang hakiki.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: 5 Cara Penting Menjaga Kesehatan Ginjal, Yuk Terapkan Mulai Hari Ini

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
Tausiyah
MINA Preneur
Khadijah