Televisi dan Internet Alternatif Pendidikan Negara Arab Saat Wabah Melanda

seperti di Libya atau tablet di kerajaan Teluk yang memahami TI, menjadi media belajar di rumah pada saat virus corona (COVID-19) mengancam jutaan anak di seluruh dunia Arab.

Pemerintah-pemerintah di seluruh kawasan itu telah menutup sekolah-sekolah yang memaksa para murid untuk menjauh daro sekolah dalam upaya memerangi virus, tetapi dengan risiko memperdalam kesenjangan pendidikan yang sudah mengkhawatirkan.

Di seluruh wilayah di banyak negara yang dilanda kemiskinan dan akses yang tidak merata, para guru, orang tua dan murid terpaksa harus berjuang untuk tidak kehilangan sisa tahun ajaran.

Negara-negara yang dilanda konflik seperti Suriah dan Yaman menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, dengan infrastruktur dan telekomunikasi modern yang berantakan.

Lebih dari 3 juta anak di dunia Arab telah kehilangan sekolah bahkan sebelum krisis virus corona, dengan lebih dari 8.850 sekolah rusak atau hancur dalam pertempuran di Suriah, Irak, Libya dan Yaman.

Di Libya, kendati perangnya berlarut-larut, Kementerian Pendidikan telah mencapai kesepakatan dengan stasiun televisi lokal untuk menyiarkan pelajaran “wajib” untuk anak sekolah menengah dan atas.

“Seolah-olah murid itu berada di kelas bersama rekan-rekan dan gurunya,” kata Menteri Pendidikan Libya Mohamad Amari Zayed.

Mahdi Al-Naami, seorang guru sekolah menengah di Tripoli distrik Hay Al-Andalous, mengatakan, “Anak-anak harus belajar di rumah dan merupakan tanggung jawab orang tua untuk memastikan mereka melakukannya.”

Seperti yang ditunjukkan oleh karyawan bank, Salima Abdel Aziz, tanggung jawab khusus itu terutama ditanggung ibu.

“Tidak seperti sekolah”

Di Yordania jam malam 24 jam diberlakukan. Saluran olahraga telah mengubah dirinya menjadi siaran pendidikan.

Sekolah-sekolah di Kerajaan juga menggunakan layanan internet multi-platform WhatsApp yang populer untuk mengirim dan menerima pekerjaan rumah (PR) dan kemudian mengembalikannya dengan ditandai hasil koreksi.

Menurut angka tahun 2018, sekitar 9,1 juta dari 9,5 juta orang Kerajaan memiliki akses internet.

Naun, “sistem ini tidak akan pernah sama dengan pelajaran di sekolah di mana siswa dapat mengajukan pertanyaan dan berinteraksi dengan guru mereka,” kata Saif Hindawi (40), ayah dari empat anak perempuan.

Haneen Farouq, seorang profesor perguruan tinggi di Baghdad mengatakan, pihak berwenang telah menginstruksikan guru untuk beralih ke media elektronik setelah sekolah ditutup sebagai bagian dari langkah-langkah untuk mengekang penyebaran virus COVID-19.

Perguruan tinggi pribadinya telah memilih aplikasi sekolah Google Classroom untuk pembelajaran jarak jauh selama penguncian akibat virus corona. “Pelajaran dikirim setiap hari dalam format PDF,” katanya.

Tetapi dia mengakui, setelah berbulan-bulan protes anti-pemerintah sejak Oktober, virus itu merupakan pukulan lebih lanjut kepada murid-muridnya.

“Mereka sama sekali tidak termotivasi,” katanya dengan sedih. Ia mengakui bahwa kemungkinan besar pelajaran harus diulang semuanya ketika sekolah dan perguruan tinggi nanti dibuka kembali.

Tepi Barat sekarang dikunci oleh Otoritas Palestina, para guru di sekolah-sekolah pemerintah menggunakan aplikasi Zoom untuk mengajar hingga 100 siswa sekaligus, dengan banyak menggunakan ponsel.

Tetapi sekolah yang terganggu seperti itu dapat memiliki efek yang tersisa. Menurut sebuah laporan dari badan anak-anak PBB, UNICEF awal tahun ini – sebelum virus sepenuhnya muncul – sekitar 63 persen anak-anak di Timur Tengah sudah tidak bisa membaca atau memahami teks sederhana pada usia 10 tahun.

TV tetap menjadi alat utama

Kementerian Pendidikan Maroko yang memiliki sekitar delapan juta anak sekolah, pekan ini mulai mengoperasikan platform digital untuk pelajaran di televisi dan internet.

Televisi tetap menjadi alat utama pembelajaran jarak jauh bagi keluarga yang tidak memiliki komputer, bahkan jika mereka memiliki akses internet.

Adapun Mesir, terpadat, kurang dari setengahnya memiliki akses kepada internet. Kementerian Pendidikan negara itu mengatakan akan menggunakan siaran televisi tetapi tanpa memberikan tanggal mulai.

Ada sekitar 22 juta anak sekolah dalam sistem sekolah umum di Mesir, menurut data Kementerian.

Pekan lalu, Kementerian Pendidikan membuka situs web baru, dengan pelajaran yang berbeda untuk semua kelas. Namun, kurangnya akses internet membuat jutaan orang akan tercegah dari sekolah online tersebut.

Penutupan di Aljazair dan Tunisia bertepatan dengan liburan sekolah musim semi yang telah diperpanjang tanpa pengaturan sekolah alternatif seperti yang telah diumumkan.

Tetapi di ujung lain dari skala TI, sekolah dan universitas di Qatar yang kaya gas memiliki banyak akses ke platform pembelajaran virtual.

Uni Emirat Arab, sebuah negara yang membanggakan dirinya sebagai pusat teknologi baru, mengatakan, mereka dapat menawarkan pendidikan gratis kepada 50 juta anak sekolah Arab dengan platform pengajaran digitalnya madrasa.org. (AT/RI-1/RS3)

Sumber: Nahar Net

MI’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.