KESEHATAN mental adalah fondasi penting dalam kehidupan modern yang serba cepat. Dalam berbagai penelitian, dukungan sosial—terutama dari teman sebaya—terbukti memainkan peran besar dalam menjaga dan memperkuat kondisi psikologis seseorang. Tidak hanya sebagai tempat curhat, kehadiran teman yang sehat secara emosional bisa menjadi penopang utama ketika badai kehidupan datang menghadang.
Studi dari Harvard Medical School selama lebih dari 75 tahun—salah satu studi terpanjang tentang kebahagiaan—menunjukkan bahwa hubungan sosial yang hangat dan suportif adalah prediktor utama kebahagiaan dan umur panjang. Teman yang sehat secara emosional dan positif dapat memberikan rasa aman, dihargai, dan dicintai, yang semuanya penting untuk kesehatan jiwa.
Menjalin pertemanan yang sehat bukan hanya soal frekuensi bertemu, tetapi juga tentang kualitas komunikasi dan empati. Teman yang mau mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan dukungan tanpa pamrih, dan hadir saat dibutuhkan adalah aset tak ternilai bagi mental kita.
Dalam jurnal Personality and Social Psychology Bulletin, ditemukan bahwa individu dengan pergaulan positif cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah, lebih jarang mengalami kecemasan, dan lebih cepat pulih dari tekanan emosional. Ini menunjukkan bahwa pertemanan yang sehat bekerja layaknya imun mental.
Baca Juga: Rahasia Kesehatan Menurut Thibbun Nabawi, Panduan Hidup Sehat Ala Nabi
Di era digital saat ini, hubungan sosial bisa terjalin lewat berbagai platform. Namun, studi dari University of Pennsylvania menemukan bahwa interaksi langsung secara tatap muka jauh lebih efektif dalam memperkuat kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan komunikasi digital yang terlalu sering dan dangkal.
Teman sehat juga mengajarkan kita cara mengelola konflik secara dewasa. Dalam hubungan pertemanan yang kuat, konflik bukanlah akhir dari hubungan, melainkan peluang untuk saling memahami lebih dalam. Ini melatih kemampuan regulasi emosi dan komunikasi yang asertif.
Sebuah studi dari American Psychological Association menegaskan bahwa remaja dan dewasa muda yang memiliki lingkaran pertemanan suportif cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi dan risiko depresi yang lebih rendah. Ini membuktikan bahwa kualitas teman lebih penting daripada kuantitasnya.
Pergaulan yang membahagiakan jiwa juga tercermin dalam adanya nilai-nilai bersama, seperti saling menghormati, kejujuran, dan kebaikan. Pertemanan yang sehat tidak menjerumuskan, tetapi mengangkat satu sama lain untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Baca Juga: Tawakal dan Kesehatan Mental, Mengelola Kecemasan dengan Iman
Dalam konteks keislaman, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seseorang akan mengikuti agama temannya. Maka hendaklah kalian melihat siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa memilih teman sangat memengaruhi arah spiritual dan kejiwaan seseorang.
Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang merasa terisolasi secara sosial memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, dan bahkan demensia. Maka, memiliki sahabat sejati bisa menjadi investasi jangka panjang untuk kesehatan mental.
Menjalin pertemanan yang membahagiakan jiwa bukan hanya tentang menerima, tetapi juga memberi. Ketika kita menjadi teman yang baik, secara tidak langsung kita pun menumbuhkan empati dan kepuasan batin yang memperkaya hidup kita sendiri.
Pergaulan yang sehat bisa menjadi tempat belajar tentang kehidupan, menemukan inspirasi, serta meningkatkan kreativitas. Banyak ide-ide besar lahir dari obrolan santai bersama teman yang mengerti cara memantik semangat tanpa menekan.
Baca Juga: Sabar dan Syukur sebagai Terapi Jiwa
Menjadi bagian dari komunitas yang positif juga memperkuat rasa memiliki (sense of belonging), yang penting bagi identitas dan harga diri. Baik itu kelompok belajar, komunitas hobi, atau teman sejati yang sering berbagi cerita, semuanya berkontribusi terhadap kebahagiaan batin.
Tentu tidak semua pertemanan membawa dampak positif. Toxic friendship—pertemanan yang penuh manipulasi, persaingan, atau tekanan emosional—justru bisa menjadi racun bagi mental. Oleh karena itu, penting untuk bisa memilah dan menata ulang lingkaran sosial demi kesehatan diri sendiri.
Pada akhirnya, merajut pergaulan yang membahagiakan jiwa adalah proses panjang yang memerlukan kejujuran, kesabaran, dan kesediaan untuk saling tumbuh. Dengan teman yang sehat, jiwa pun akan kuat. Maka, rawatlah hubungan baik seperti menanam pohon: disiram dengan perhatian, dipupuk dengan kepercayaan, dan dijaga dari racun kesalahpahaman.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Inilah Khasiat Singkong Mentah untuk Kesehatan, Fakta Ilmiah di Baliknya