Tepi Barat dan Israel Terpapar Corona, Gaza Belum Ada Positif

Ramallah, MINA – Jumlah kasus COVID-19 yang dikonfirmasi – penyakit yang disebabkan oleh baru yang telah menyebabkan pandemi global – terus meningkat di dan yang diduduki.

Israel melaporkan 225 kasus yang dikonfirmasi hingga Senin (1/3), sementara Otoritas Palestina mengatakan telah mengkonfirmasi 39 kasus di Tepi Barat – semuanya di wilayah Betlehem kecuali satu kasus di Tulkarem.

Jumlah kasus aktual kemungkinan jauh lebih tinggi, karena angka-angka itu hanya mewakili kasus pasien yang telah diuji.

Sementara itu belum ada kasus yang dikonfirmasi di , 1.400 orang di wilayah yang diblokade itu dilaporkan dikarantina di rumah.

Pihak berwenang di Gaza membatasi perjalanan dari Gaza untuk kasus-kasus kemanusiaan yang mendesak. Turis yang memasuki Gaza melalui Mesir atau Israel harus memasuki karantina di rumah mereka atau pusat karantina yang didirikan di Rafah.

Sekolah-sekolah di Tepi Barat dan Gaza ditutup hingga akhir Maret.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, risiko wabah COVID-19 di Tepi Barat dan Jalur Gaza sangat tinggi.

Episentrum penyakit telah berpindah dari Asia Timur ke Eropa karena jumlah kasus yang dikonfirmasi di luar China telah meningkat 13 kali lipat.

Secara global, virus ini telah menginfeksi lebih dari 168.000 orang dan menewaskan sedikitnya 6.610, menurut WHO.

Pada hari Sabtu, 14 Maret, Spanyol dan Perancis mengumumkan langkah-langkah yang hampir sama dengan penutupan total, dengan penutupan bisnis tidak penting termasuk bar dan restoran.

Meskipun langkah-langkah serupa di Italia selama beberapa pekan terakhir dilakukan, negara itu tetap melihat lompatan kasus COVID-19 yang besar.

Jumlah total kasus yang dikonfirmasi di Timur Tengah pada Senin pagi (16/3) adalah 15.024. Ini termasuk: Iran (13.938), Qatar (401), Bahrain (214), Irak (124), Arab Saudi (118), Lebanon (99), UEA (98), Oman (22), dan Yordania (10).

Warga Palestina menutupi wajahnya dengan masker saat bekerja di pabrik di Hebron, Tepi Barat. (Foto: Mosab Shawer/APA)

Menutup perbatasan

Israel dan Otoritas Palestina di Tepi Barat telah mengambil langkah-langkah besar untuk menahan virus itu.

Israel telah menutup perjalanan udara keluar-masuk negara pendudukan itu dan jembatan Allenby yang melintasi antara Tepi Barat dan Yordania, yang dioperasikan Israel di sisi Tepi Barat, telah ditutup sejak 8 Maret.

Baik Israel dan Otoritas Palestina telah menutup sekolah dan memerintahkan penutupan tempat berkumpul seperti kafe dan restoran, serta menghindari pertemuan tertutup dalam ruangan.

Otoritas Palestina telah menangguhkan ibadah di masjid-masjid dan gereja-gereja, tetapi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem tetap terbuka.

Israel telah mengurangi jumlah pekerja Palestina yang dibolehkan masuk dari Tepi Barat, yang melarang pekerja berusia 50 tahun ke atas.

Meskipun orang-orang Palestina di Tepi Barat pada umumnya dilarang memasuki Israel tanpa izin Israel, keberadaan 600.000 pemukim di koloni Tepi Barat Israel menunjukkan bahwa tidak ada pemisahan populasi tersebut dalam konteks virus corona.

Seperti yang dijelaskan oleh harian Tel Aviv Haaretz, “Palestina dan pemukim berbagi ruang bersama seperti pompa bensin dan supermarket di sejumlah tempat di Tepi Barat, dan pemukim melakukan perjalanan bebas ke Israel dan dirawat di rumah sakit di Israel.”

Koran itu menambahkan bahwa “pendirian pertahanan Israel percaya bahwa karena saling ketergantungan antara Israel dan Palestina di Tepi Barat, tidak akan ada cara untuk membuat karantina penuh.”

Sementara itu jaksa agung Israel menyetujui penggunaan pelacakan seluler oleh polisi Israel untuk menegakkan karantina virus corona.

Israel mendapat kecaman karena tanggapannya yang diskriminatif terhadap virus corona.

Komite darurat legislator yang mewakili blok Joint Lista, serta para pemimpin masyarakat dan dokter, menyeru Pemerintah Israel untuk menerbitkan materi pencegahan virus corona dalam bahasa Arab.

Sementara itu, Otoritas Palestina menyeru Israel untuk membebaskan sekitar 6.000 warga Palestina yang ditahan di penjara, terutama mereka yang kondisi kesehatannya buruk.

Ketakutan Gaza

Kekhawatiran tentang potensi penyebaran virus corona ke Gaza sangat tinggi, karena sistem kesehatan di wilayah itu telah lama berada di ambang kehancuran.

PBB telah berulang kali mengeluarkan peringatan tentang kondisi sistem kesehatan Gaza, yang telah berjuang untuk mengatasi 13 tahun blokade Israel yang parah dan serangan militer Israel berturut-turut di wilayah tersebut.

Selama dua tahun terakhir, rumah sakit Gaza telah dilanda dengan sejumlah besar korban luka-luka yang membutuhkan operasi kompleks dan rehabilitasi jangka panjang akibat penggunaan tembakan langsung pasukan Israel terhadap pengunjuk rasa di wilayah tersebut.

Sebagai kekuatan pendudukan, Israel bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dasar seperti infrastruktur kesehatan untuk penduduk sipil di Gaza. Tapi Israel malah mengurangi kapasitas sistem kesehatan Gaza.

Di antara barang yang dilarang Israel memasuki Gaza adalah hidrogen peroksida, yang digunakan sebagai desinfektan.

Laporan media Israel menyatakan bahwa Israel dapat memindahkan pasien virus corona dari Gaza ke rumah sakitnya, tetapi pejabat pemerintah khawatir kekurangan tempat tidur rumah sakit untuk pasien Israel.

Negara tetangga, Yordania, telah menutup semua perbatasannya dan menghentikan semua penerbangan penumpang mulai Selasa, 17 Maret. Universitas dan sekolah di negara itu akan ditutup selama dua pekan, serta lokasi wisata dan bioskop.

Yordania telah melaporkan 10 kasus virus corona. (AT/RI-1/R1)

 

Sumber: The Electronic Intifada

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.