Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Siapa sangka, ternyata Islam di akhir zaman ini di beberapa tempat akan tinggal namanya saja. Banyak orang mengaku beragama Islam, tapi praktik sehari-harinya jauh dari Islam. Masjid pun banyak dibangun dimana-mana lengkap dengan segala kemegahannya. Namun lihat, berapa banyak shaf orang yang melangsungkan shalat di dalamnya. Banyak juga orang yang beridentitas (baca: KTP) Islam tapi perbuatannya masih jauh dari nilai-nilai Islami.
Begitu juga, banyak wanita akhir zaman ini yang mengaku beragama Islam, tapi auratnya masih diumbar sana sini alias tidak berhijab. Jika ditanya mengapa tidak berjilbab? Jawabannya pun segudang alasan; jilbab hanya budaya Arablah, panaslah, ketinggalan jamanlah, noraklah, gak modernlah dan alasan lainnya.
Walaupun tentu tanpa menafikan berkembanganya Islam dengan mualafnya beberapa orang dalam jumlah yang terus bertambah di Eropa. Serta kesadaran memakai jilbab dan menerapkan ekonomi syariah di beberapa negara sekuler.
Baca Juga: Bukan Sekadar Pencari Nafkah: Inilah Peran Besar Ayah dalam Islam yang Sering Terlupakan!
Namun ini soal hilangnya nilai-nilai ajaran Islam, begitu disampaikan Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah, ketika ia mengutip, “Telah berkata Muhammad bin Al-Fadhl Ash-Shuufy Az-Zaahid : Hilangnya Islam itu disebabkan oleh empat golongan manusia.
- Orang yang tidak beramal dengan apa-apa yang ia ketahui.
- Orang yang beramal dengan apa apa-apa yang tidak ia ketahui (beramal tanpa ilmu).
- Orang yang tidak beramal dan juga tidak berilmu.
- Orang yang menghalangi manusia untuk belajar menuntut ilmu.
Ibnul-Qayyim selanjutnya menguraikan, empat hal itu adalah: “Pertama, orang yang mempunyai ilmu tapi tidak mau beramal. Mereka ini lebih berbahaya terhadap masyarakat, sebab ia menjadi hujjah bagi mereka dalam setiap kekurangan dan kesulitan. Lebih bahaya lagi jika orang-orang yang seperti ini menjadi pemimpin, maka dengan berbagai upaya untuk mendapatkan berbagai keuntungan dari orang-orang yang dia pimpin.
Kedua, kelompok yang ahli ibadah tapi bodoh (jahil). Manusia berprasangka baik dengannya karena ibadah dan kebaikan yang dilakukannya. Maka mereka pun mengikutinya disebabkan atas dasar kejahilan yang dilakukan oleh orang tersebut.
Inilah yang pernah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan ulama suu’ (ulama yang jahil). Dakwahnya membuat orang terkagum-kagum, tapi sayang ternyata pesan yang diberikan tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Kedua golongan di atas telah disebutkan oleh sebagian ulama salaf dengan perkataan mereka, ”Hati-hatilah terhadap seorang yang ’alim (berilmu) tapi fajir dan seorang ahli ibadah yang jahil, karena fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terfitnah”.
Sesungguhnya manusia itu akan mengikuti ulama dan ahli ibadah di kalangan mereka. Bila ulama itu adalah seorang yang fajir (senang bermaksiat) dan ahli ibadah itu adalah seorang yang jahil, maka meratalah musibah (bagi manusia) akibat keduanya. Menjadi besarlah fitnah, baik bagi kalangan tertentu dan juga masyarakat awam.
Ketiga, orang yang tidak berilmu tidak beramal, mereka ini seperti binatang ternak. Golongan ini tentu lebih parah lagi dari kedua golongan sebelumnya. Bagaimana tidak lebih parah; bagaimana mereka mau beramal jika ilmu saja tidak punya. Hidup mereka berjalan dengan terseok-seok di muka bumi ini. Mereka hakikatnya sama dengan binatang ternak. Berapa nilai dari seekor binatang ternak?
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(QS Al-A’raaf: 179)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Keempat, para utusan Iblis di muka bumi yang (bertugas) melemahkan semangat manusia dalam menuntut ilmu dan ber-tafaqquh fid-diin (mendalami ilmu agama). Mereka ini lebih berbahaya dibandingkan setan-setan dari golongan jin. Mereka senantiasa memberikan tipu muslihat antara hati-hati manusia dan petunjuk Allah (jalan yang lurus).
Terbayangkah oleh kita bagaimana kondisi negeri kita hari ini? Meski kita Muslim mayoritas, tapi sebarapa besar para ulama di negeri ini yang benar-benar murni berjuang menegakkan syariat Allah? Betapa banyak orang yang faham agama tapi masih juga melakukan kedurhakaan kepada Allah.
Hari ini, mencari pemimpin yang jujur dan tulus mendakwahkan Islam tidak mudah. Betapam banyak pemimpin negeri ini yang saat kampanye merasa yakin mereka akan mampu mewujudkan basa basinya. Kenyataan setelah mereka menjabat, jauh panggang dari api janji tinggallah janji.
Masalah lain yang dihadapi kaum Muslimin di negeri ini adalah banyak orang yang tidak berilmu dan tidak beramal. Bagaimana mungkin mereka mau berbuat kebaikan sementara mereka tidak tahu betapa besar pahala kebaikan akan diberikan-Nya. Akibatnya, bermunculan banyak kemaksiatan di mana-mana bahkan kriminalitas. Hal itu terjadi karena hakikat hidupnya tak jauh beda dengan binatang ternak.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Keempat kelompok manusia di atas semuanya berada ditepi jurang kehancuran. Tak ada satu pun fitnah dan kerusakan yang lebih dahsyat lagi akan menimpa sekelompok kaum beriman kecuali empat golongan di ataslah penyebab utamanya.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing setiap langkah kita menuju jalan yang diridhai-Nya. Kita doakan juga agar yang menjadi pemimpin di negeri ini adalah orang-orang yang berilmu dan penuh komitmen untuk mengamalkan ilmunya. Sehingga masyarakat yang dipimpinnya akan aman, sejahtera, dan tentu saja beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (R02/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)