Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Ketika terjadi ledakan bom seperti di halte bus di Kampung Melayu, Jakarta Timur, penembakan dan penusukan terhadap anggota-anggota Kepolisian RI, beberapa pihak tertentu menuduh peristiwa-peristiwa itu sebagai perbuatan rekayasa untuk membangun pencitraan atau mengalihkan perhatian dari kasus-kasus besar.
Tetapi, di saat insiden-insiden serupa berulang, yang terbaru penusukan yang dilakukan oleh seorang pria, Jumat (30/6) malam terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru – hanya berjarak kurang dari 300 meter dari Markas Besar Polri – mengakibatkan keduanya mengalami luka di bagian pipi dan leher, dugaan rekayasa itu bisa jadi “gugur”.
Sejak awal Indonesia Police Watch (IPW) menepis tudingan bom Kampung Melayu sebagai rekayasa untuk pencitraan sebagai hal yang terlalu naïf. “Itu merupakan bukti teroris ingin berperang melawan Polri, terlihat dari tiga korban anggota kepolisian yang meninggal saat dua bom panci meledak 24 Mei lalu.”
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
“Aksi perang teroris terhadap Polri makin nyata,” ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane sambil menghimau agar segenap anggota Polri semakin meningkatkan kewaspadaan, terutama para anggota kepolisian yang bertugas di lapangan.
Dia juga mengingatkan kembali bahwa pada Desember 2015, Mabes Polri pernah menginstrusikan para kapolda dan kapolres agar meningkatkan kewaspadaan yang tinggi atas penjagaan markas komando maupun para personelnya, terhadap serangan bom bunuh diri.
“Setelah peringatan itu, sempat terjadi beberapa kali serangan baik terhadap kantor polisi maupun anggota polisi di jalanan. Namun, korbannya tidak sebanyak dalam serangan teror bom yang terjadi di Kampung Melayu,” kata Neta.
Teror bom Kampung Melayu menyisakan duka bagi keluarga korban. Kepolisian melacak jaringan pelaku bom bunuh diri yang menewaskan tiga anggota Polri dan belasan orang luka-luka. Diduga kuat dua pelaku bom bunuh diri tewas di lokasi kejadian.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Ada sembilan fakta temuan polisi dalam ledakan bom itu: 1. Serpihan paku, 2. Gotri, 3. Lempengan aluminium berulir, 4. Handphone, 5. Ransel, 6. Kabel saklar, 7. KTP dan fotokopi KTP, 8. Struk pembelian panci (struk mencatat panci dibeli pada 22 Mei 2017 dari sebuah minimarket di Padalarang, Jawa Barat), 9. Potongan tubuh diduga palaku, yaitu potongan tangan, potongan kaki dan potongan kepala.
Tentang tudingan bahwa bom Kampung Melayu merupakan setingan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut pihak-pihak yang berkata demikian tidak memahami budaya terorisme yang berkembang, tak hanya di Indonesia, tapi di belahan dunia lainnya.
“Kalau ada yang mengatakan rekayasa, (mereka) tidak paham jaringan ini. Tapi teman-teman intelijen tahu betul bagaimana dinamika kelompok ini, mana yang aktif dan mana yang tidak,” ujar Tito.
Dalam ledakan bom Kampung Melayu, tiga polisi gugur dan 12 orang lainnya mengalami luka serius. Menurut Tito, mustahil polisi mengorbankan nyawa sendiri untuk merekayasa suatu kejadian ledakan bom.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Bahkan, kata Tito, sutradara sehebat apa pun tidak akan mampu merekayasa kasus seperti itu. “Polisi-polisi bukan aktor, pelaku bom bunuh diri juga bukan aktor, tidak akan mungkin mereka mau direkayasan untuk bunuh diri,” kata Tito.
Terkait dengan insiden penusukan di masjid Jl. Faletehan, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan, kedua anggota itu usai ditusuk dibawa dibawa ke RS Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Penusukan terjadi saat kedua personel Brimob usai salat Isya. Pelaku terdengar berteriak sebelum beraksi.
Si pelaku sempat melarikan diri. Dia dikejar petugas, dan karena tidak kooperatif dia ditembak di tempat. Menurut seorang saksi mata, Adrian, pelaku yang hanya seorang diri itu sempat shalat Isya berjamaah. Di Masjid Falatehan saat itu juga ada sejumlah anggota Brimob yang sedang shalat. Setelah shalat pelaku langsung menusuk anggota Brimob dengan pisau.
Kemudian anggota Brimob yang lain panik dan keluar mengambil senjata. Pelaku sempat diberikan tembakan peringatan namun tidak dipedulikan. Pelaku tetap berusaha kabur hingga akhirnya dilumpuhkan dengan timah panas. Kedua korban adalah AKP Dede Suhatmi dan Briptu M Syaiful Bakhtiar.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Rangkaian serangan
Beberapa waktu lalu teroris melancarkan aksinya dengan menyerang anggota kepolisian di Polda Sumatera Utara. Terjadi pada subuh di hari raya Idul Fitri (25/6) oleh orang tak dikenal, menewaskan dua orang yakni satu pelaku dan satu anggota polisi. Satu pelaku lainnya kritis ditembak aparat kepolisian.
“Tadi jam 03.00 ada serangan yang (dilakukan) terduga teroris. Jadi dua orang melompat pagar di penjagan Polda Sumut,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto sambil menambahkan bahwa kedua itu menyerang petugas jaga di salah satu dari tiga pos penjagaan.
Kejadian itu mengakibatkan salah satu penjaga pos Aiptu Martua Sigalinging tewas. Pelaku menyerang Aiptu Martua dengan senjaga tajam jenis pisau. “Korban ditikam di leher, dada, dan tangan,” ujar Setyo.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Salah satu rekan Aiptu Martua, Brigadir E. Ginting kemudian meminta tolong kepada anggota Brimob yang ada di pos lainnya di dalam Polda Sumut. Mereka kemudian melumpuhkan para pelaku dengan tembakan, dan menewaskan salah satunya. Seorang lainnya kritis,” kata Setyo.
Pada 11 April 2017, di siang hari seorang pemuda dari Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dengan inisial MID (21 tahun), nekad menyerang anggota kepolisian di Markas Polres Banyumas. Pelaku yang membawa senjata tajam, menyerang target dengan membawa sepeda motornya masuk ke dalam markas kepolisian dan langsung menabrak Aiptu Ata Suparta.
Pada pagi hari 20 Oktober 2016, tiga anggota polisi di Cikokol, Tangerang, jadi sasaran penikaman salah satu pelaku teror. Serangan terjadi di dekat pos lalu lintas di Jl. Perintis Kemerdekaan. Di lokasi kejadian, polisi menemukan antara lain bom pipa dan pisau yang diduga milik pelaku serangan.
Pagi hari 5 Juli 2016, ledakan bom terjadi di Markas Kepolisian Resor Kota Surakarta saat seorang pengendara sepeda motor nyelonong memasuki markas. Anggota Provos Polresta Surakarta, Brigadir Kepala Bambang Adi, bermaksud menahannya, tapi si pengendara terus melaju.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Saat itu, Bambang berusaha mengejar. Tepat di depan kantor Sentra Pelayanan Keolisian Terpadu, ledakan terjadi yang menewaskan si pengendara, sementara Bambang terluka pada bagian wajah dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Panti Waluyo, Solo.
Sementara itu enam orang terduga teroris yang tewas dalam kontak tembak dengan aparat kepolisian di Desa Suwalan, Kecamatan Jenu Kota Tuban, Jawa Timur, 8 April lalu, diduga terkait kelompok Jemaah Ansharut Daulah, JAD. Menurut Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin, serangan bersenjata ini dilatari motif “balas dendam” terhadap aparat kepolisian
Kelompok JAD dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang saat ini tengah dipenjara dalam kasus pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho Aceh Besar pada 2010 lalu. Sejumlah kasus serangan terorisme belakangan ini juga terkait kelompok ini, kata polisi. “Yang jelas, ada kaitannya dengan teroris, kelompok JAD,” kata Machfud.
Kapolda Jatim menjelaskan, kontak tembak itu berawal saat kendaraan roda empat yang ditumpangi enam terduga teroris berhenti di sebuah pos polisi lalu lintas di Jl. Raya Tuban sekitar pk. 10 pagi. “Anggota (polisi) berpikir mereka mau bertanya. Tahu-tahunya, mereka menonjolkan senjatanya, dan menembakkannya ke arah petugas.”
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Semua tembakan itu tidak mengenai sasaran, karena para petugas kepolisian dalam posisi duduk. Menurut Kapolda, setelah gagal menembak sasaran, para pelaku melarikan kendaraannya. Petugas kepolisian kemudian mengontak atasannya untuk meminta agar pelaku dicegat atau dihadang. “Karena dihadang, mereka takut, berhenti dan meninggalkan kendaraannya.”
Mereka kemudian melarikan diri ke arah pemukiman penduduk di sekitar Desa Suwalan. Aparat kepolisian, yang terdiri antara lain pasukan Brimob dan Densus 88 lalu mengepung para terduga. “Kemudian terjadi baku tembak,” kata Kapolda Jatim.
Harus dilawan
Memberikan tanggapan atas berbagai serangan teror terhadap aparat keamanan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai hal tersebut sudah pada tahap yang memprihatinkan, karena itu harus dilawan. “Dilawannya teroris tidak hanya oleh aparat kepolisian tapi oleh seluruh masyarakat.”
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Dia juga menambahkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian harus meningkatkan kewaspadaan. Caranya dengan menambah berbagai upaya deteksi dini. Begitu juga dengan TNI, jajaran Kemendagri khususnya Pemda, Pemprov Kabupaten dan Kota untuk meningkatkan koordinasi
dengan Forum Komuniasi Pimpinan Daerah (Forkompida) bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat, agama dan adat setempat.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga harus mengamankan wilayah di bawah koordinasi kepolisian setempat. Kemudian tingkat RT, RW, dan Kelurahan perlu kembali mengatifkan siskamling. “Apabila ada gerak-gerik mencurigakan perlu melaporkan ke Polsek atau Koramil setempat,” katanya.
Sementara itu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengecam penyerangan terhadap personel kepolisian di Medan, Sumut. PDI-P akan mendorong percepatan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
“Kami mengutuk keras upaya-upaya yang menyerang aparat penegak hukum tersebut,” ujar Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto seraya menambahkan bahwa upaya penyerangan terhadap polisi dan teror kepada masyarakat telah menjadi ancaman nyata. Karena itu, semua pihak harus terlibat dalam mendukung aparat penegak hukum.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana meminta anggotanya untuk meningkatkan kepekaan pasca serangan teror di Mapolda Sumut. Ia juga menilai pentingnya instansi Polri meningkatkan kepedulian terhadap anggota.
Menurut Suntana, kepedulian terhadap anggota dilakukan dalam bentuk meningkatan pengamanan markas, sistem pengamanan sesuai jenis penjagaan yang ditugaskan kepada personel dan pengamanan personel itu sendiri.
Dia juga menyarankan agar anggota kepolisian tidak dibiarkan melakukan penjagaan seorang diri. “Minimal berdua bertiga sehingga saling menjaga satu yang lain. Dan memang harus waspada mengamati lingkungan sekitar.”
Kepada masyarakat dia juga mengingatkan untuk tetap waspada di mana pun mereka berada, karena seluruh tempat memiliki potensi untuk dijadikan sasaran teror. (RS1/P1)
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Miraj Islamic News Agency/MINA