Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tersentuh Al-Qur’an, Perempuan Islandia Anti-Islam Ini Dapatkan Cahaya Hidayah

Farah Salsabila Editor : Widi Kusnadi - 42 detik yang lalu

42 detik yang lalu

0 Views ㅤ

pray, moslem, islamic, islam, doa, dua, night, hijab, silhouette, dua, dua, dua, dua, dua
Ilustrasi

Anna Linda Traustadottir lahir pada tahun 1966 di Reykjavík, Islandia, dari orang tua berdarah campuran Islandia dan Denmark. Ia dibaptis ke dalam Gereja Lutheran sejak kecil dan kemudian masa kecilnya banyak dihabiskan berpindah-pindah, dari Islandia ke Vancouver, lalu ke New York.

Saat ia remaja dan beranjak dewasa, Anna mendalami agama Kristen. Pada tahun 1997, saat belajar bahasa Arab di Kairo, seorang teman memberinya Alkitab lengkap (Perjanjian Lama dan Baru). Ia merasa perlu “benar-benar tahu apa isi Alkitab” agar bisa menyebut dirinya seorang Kristen.

Namun, dalam proses membaca Alkitab secara menyeluruh pada tahun 1998 saat belajar di Universitas Damaskus, Anna mulai merasakan bahwa terdapat banyak pertentangan dan hal-hal yang tidak sejalan dengan hati nuraninya. Ia mengatakan:

“Saya menyelesaikannya, dan saya menyadari bahwa ada terlalu banyak inkonsistensi, terlalu banyak hal yang tidak saya setujui. Seperti bagaimana Perjanjian Lama memandang Tuhan dan wanita… apalagi semua yang ditulis Paulus dalam Perjanjian Baru.”

Baca Juga: “10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” dan Pandangan Islam tentang Nafkah

Penjelajahan Spiritual ke Islam

Anna juga mencoba mengeksplorasi agama-agama lain. Ia mendalami Buddhisme, namun menolak karena tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Ia juga mempertimbangkan Hinduisme, tetapi menolak karena banyaknya dewa dan karena menurutnya tidak tersedia jalur untuk menjadi mualaf dalam agama itu.

Ketika memiliki anak, ia ditanya apakah anaknya akan dibaptis. Namun Anna menolak, karena ia merasa bahwa “anak-anak yang tidak dibaptis pasti tetap disambut di Surga,” dan baginya, ia belum dapat menyebut dirinya sebagai Kristen yang beriman meskipun lahir dan dibesarkan dalam tradisi Protestan.

Perubahan besar dalam hidup Anna terjadi setelah pernikahannya dengan seorang insinyur Muslim bernama Mohannad. Meski awalnya ia “salah satu orang yang paling anti-Muslim, anti-Islam” yang bisa Anda temui, pengalaman langsung dan interaksi dengan Muslim, terutama suaminya, membuka matanya untuk realitas yang berbeda dari stereotip yang selama ini dipegangnya.

Selama Ramadan 2002, Anna mulai membaca Al-Qur’an dalam bahasa Arab dengan bantuan terjemahan yang baik. Ia terkesan:

Baca Juga: Lebih dari Sekadar FOMO, Mengapa Muslimah Wajib Menetapkan Batasan Diri

“Ketika saya membaca Al-Qur’an, saya pikir itu indah, begitu ilmiah, begitu welas asih, begitu feminis!”

Ia menyadari bahwa banyak buku tentang Islam yang ditulis oleh non-Muslim sering kali menyajikan gambaran yang negatif: kutipan yang dipotong, terjemahan yang salah atau bahkan sengaja memutar makna. Namun, ketika menelaah Al-Qur’an sendiri dan mempelajari bahasa Arab, ia menemukan bahwa teks tersebut kaya akan pengetahuan, beberapa di antaranya baru ditemukan atau dipahami oleh sains modern.

Keputusan dan Pengakuan

Setelah melalui tahun-tahun pencarian, diskusi, keraguan, dan refleksi spiritual, Anna memutuskan untuk secara resmi masuk Islam pada 4 Juni 2003. Ia menyebut ini sebagai langkah yang diambil agar bisa menunaikan ibadah Haji ke Makkah dan karena ia merasa sudah menemukan jawaban-jawaban yang selama ini dicari.

Ia mengungkapkan momen-momen yang membangkitkan emosinya secara mendalam:

Baca Juga: 5 Peran Muslimah Modern dalam Menyemai Kehidupan yang Berkah

“Ketika saya membaca Al-Qur’an, saya merasakannya di perut saya, jauh di dalam hati, bahwa ini benar untuk saya… Tidak ada kitab suci lain yang pernah membuat saya meneteskan air mata.”

Nama Islam baru pun ia ambil: Nur, yang berarti “cahaya”. Meski begitu, ia tetap menggunakan nama lahirnya, Anna Linda, sebagai bagian dari identitasnya yang lama, “Nur adalah kelanjutan dari saya!” katanya.

Refleksi dan Makna

Kisah Anna Linda menggambarkan perjalanan spiritual yang panjang, penuh pertanyaan, keraguan, dan pencarian jati diri. Beberapa poin yang dapat diambil dari kisah ini antara lain:

Baca Juga: Menyikapi Mental Load: Solusi Islami untuk Harmoni Keluarga

  • Pentingnya pengalaman langsung dan studi pribadi: Anna tidak hanya puas membaca sumber-sumber sekunder, ia membaca Alkitab, Al-Qur’an, belajar bahasa Arab, dan menguji sendiri klaim-klaim keagamaan.
  • Melampaui stereotip: Pemahaman yang keliru tentang Islam, dari kekerasan, misogini, atau fundamentalisme, ternyata jauh berbeda jika dilihat dari ajaran Islam yang sebenarnya menurut Anna.
  • Keberanian mengambil keputusan: Meski ada risiko kehilangan hubungan sosial atau dukungan keluarga, karena keyakinan yang diperoleh bukan semata warisan budaya, tapi hasil refleksi pribadi dan pengalaman spiritual.

Sumber:AboutIslam.

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: 7 Tips Digital Muslimah: Menjaga Hati di Balik Layar

Rekomendasi untuk Anda