DALAM perjalanan hidup, tidak semua luka segera sembuh. Ada yang tinggal berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Ada duka yang dipendam, tangis yang ditahan, dan senyum yang dipaksakan. Namun, dalam sunyi yang penuh perih itu, ada satu hal yang tetap harus kita jaga: istiqamah.
Istiqamah bukan hanya tentang amal yang stabil, tetapi tentang hati yang terus mengarah kepada Allah, meski terkadang penuh luka. Bukan berarti kita tak boleh lelah, tapi lelah itu jangan sampai menjauhkan kita dari-Nya. Justru lelah yang teriring sabar dan istiqamah itulah yang akan Allah balas dengan kebaikan tak terduga.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.'” (QS. Fusshilat: 30)
Ayat ini menegaskan bahwa istiqamah bukan hanya amal, tetapi keteguhan hati, bahkan saat tertimpa musibah. Maka, meski luka belum jua reda, jangan berhenti melangkah di jalan-Nya.
Baca Juga: Gaza, Kebebasan Pers, dan Tanggung Jawab Dunia
Terkadang, justru luka itulah yang menjadi jalan Allah mendekatkan kita pada-Nya. Dalam heningnya malam, dalam hancurnya rencana, dalam rapuhnya diri—kita akhirnya bersimpuh lebih dalam, menangis lebih tulus, dan berdoa lebih jujur. Tanpa luka, mungkin kita tak akan mencari-Nya seintens ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran, jalan keluar itu bersama kesempitan, dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (HR. Ahmad, no. 2803)
Maka jangan tunggu luka reda untuk istiqamah. Justru istiqamahlah agar luka itu menjadi berkah. Jadikan setiap air mata sebagai saksi atas kesetiaan kita pada Allah. Sebab Allah Maha Mengetahui hamba-Nya yang bersabar dan tetap teguh walau dunia mengguncang.
Istiqamah bukan karena kita kuat, tapi karena kita yakin, bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan langkah kita, sekalipun kita berjalan dengan tertatih. Tetaplah menjadi hamba yang menatap langit, walau tanah tempat berpijak terasa menusuk. Karena dari langitlah pertolongan dan ketenangan akan turun.
Baca Juga: Palestina dalam Kitab-Kitab Suci: Perspektif Islam, Yahudi, dan Kristen
Meski luka tak jua reda, percayalah—Allah tidak pernah buta. Setiap sabar yang kau jaga, setiap istiqamah yang kau pertahankan, semua tertulis indah di Lauh Mahfudz. Dan pada waktunya, Allah akan mengobati luka itu dengan cara yang paling sempurna.
Dan jika suatu hari kau merasa sendiri dalam gelapnya jalan, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkanmu. Ia hanya sedang menguji ketulusan hatimu—apakah kau tetap teguh karena-Nya, atau hanya ingin hadiah dari-Nya. Istiqamah bukan sekadar bertahan, tapi mencintai Allah dalam setiap keadaan, bahkan saat dunia tak memberi jawaban.
Betapa sering kita terjatuh, tapi tetap berdiri dengan air mata. Bukan karena kita kuat, tapi karena harapan kepada Allah terlalu besar untuk dilepaskan. Luka itu bukan akhir dari segalanya, melainkan tanda bahwa kita sedang dibentuk, ditempa, dan disiapkan untuk sesuatu yang lebih tinggi.
Ada kemuliaan dalam diamnya hati yang sabar. Tidak mengeluh, tidak menyalahkan, tidak membenci takdir. Ia hanya berserah, seraya berkata dalam hati, “Ya Allah, aku percaya pada-Mu, meski aku belum mengerti apa rencana-Mu.” Inilah bahasa cinta hamba yang sedang berjuang—sederhana, tapi mengguncang langit.
Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Rebahan
Luka bisa jadi tak terhindarkan, tapi putus asa adalah pilihan. Dan orang yang memilih untuk terus melangkah, meski hatinya penuh robekan, adalah pejuang sejati dalam pandangan Rabb-nya. Sebab Allah tidak menilai seberapa utuh kita saat sampai, tapi seberapa ikhlas kita dalam berjuang.
Biarlah dunia menilai kita lemah, tapi di mata Allah, kita adalah hamba yang mulia karena terus bertahan di jalan kebenaran. Di saat orang-orang memilih menyerah, kau tetap melangkah dengan hati yang terbakar oleh iman, bukan oleh ambisi.
Tak ada peluh yang sia-sia di jalan Allah. Tak ada luka yang tidak Allah tahu. Setiap air mata yang jatuh dalam sujud akan dibalas dengan senyuman abadi di akhirat. Maka jangan goyah, jangan berbalik arah. Jadikan luka sebagai pengingat, bahwa kau sedang menuju surga, bukan sekadar dunia.
Kelak, ketika semua tabir tersingkap, dan semua usaha dibuka satu per satu, kau akan mengerti: bahwa tetap istiqamah meski terluka adalah keputusan terbaik dalam hidupmu. Karena dalam tiap langkah penuh kesakitan itu, ada pandangan cinta Allah yang selalu mengikuti.[]
Baca Juga: Generasi yang Terasing dari Nilai-Nilai Luhur Bangsa: Tantangan dan Solusi
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Niat Lillah, Sumber Keberkahan dalam Setiap Transaksi