Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teuku Dadek : Peringatan Dini Tsunami Masih Kurang Handal

Admin - Ahad, 7 Oktober 2018 - 14:58 WIB

Ahad, 7 Oktober 2018 - 14:58 WIB

15 Views ㅤ

peta gempa dan tsunami di Indonesia

Banda Aceh, MINA – Indonesia Ealy Warning System (InaTEWS), merupakan sebuah sistem yang dibangun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menyangkut peringatan tsunami, namun cara kerja alat ini dianggap masih kurang sempurna.

“Saat ini InaTEWS punya sedikit masalah, sistem nya masih kurang handal untuk wilayah yang rawan bencana tsunami,” kata Teuku Ahmad Dadek, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Minggu (7/10).

Menurutnya, selama ini, ada tiga komponen yang digunakan BMKG dalam menghitung gempa, yakni, komponen sesmograf (mencatat skala gempa), Tide Gauge (petunjuk pasang surut air laut), dan BUOY (mendeteksi ketinggian gelombang air laut saat terjadi tsunami).

Data dari komponen tersebut yang selama ini dipakai BMKG untuk mendapat informasi tsunami di seluruh Indonesia termasuk Badan Penanggulangan Bencana Aceh, selanjutnya dikirim peringatan dini ke masyarakat, namun masalahnya, BUOY yang digunakan untuk mendeteksi ketinggian gelombang air laut saat terjadi tsunami, sudah banyak yang hilang.

Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

“Di seluruh wilayah Indonesia ada sekitar 22 BUOY, namun banyak yang sudah hilang, karena posisinya pun diletakkan ditengah laut,” terang Dadek.

Persoalan lainya menurut Dadek, di tahun 2007, InaTEWS yang ada di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar pernah hidup sendiri, sehingga membuat warga panik. Juga terjadi ketika gempa 11 april 2012 di Banda Aceh, yang berpotensi tsunami, namun tidak dapat direspon BPBA, lantaran posisi sirine berada di kantor Pemerintah Aceh, sehingga membuat BMKG tidak lagi menghidupkan InaTEWS di tingkat daerah, namun dipindahkan ke tingkat nasional, di Jakarta.

“Persoalannya, kalau dihidupkan di Jakarta, setelah 60 menit terjadi tsunami, sirune peringatan stunami baru hidup,” pungkas Dadek.

Ia menambahkan, Di Provinsi Aceh sendiri, setiap tanggal 26 Desember, peringatan tsunami ditandai dengan membunyikan sirine dengan jarak suara mencapai 700 Meter dari pusat. Padahal, kekuatan sirine bisa mencapai 2,5 Kilometer atau disebut Real Son, namun tidak bisa lagi digunakan pada jarak Real Son lantaran cip sudah rusak dan tidak diproduksi lagi.

Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga

Untuk mengatasi itu, ada sejumlah menara sirine yang dibangun di beberapa tempat lain di Aceh, namun juga tidak berfungsi lantaran tidak pernah masuk dalam uji coba seperti yang dilakukan BPBD setiap 26 Desember.

“Tidak pernah difungsikan seperti yang kita lakukan sekarang, namun itu berbahaya karena kami juga tidak sanggup merawatnya lantaran biaya perawatan mahal, selama ini dirawat oleh pihak ketiga,” pungkasnya.

Dadek juga mengingatkan, agar masyarakat segera meninggalkan daerah pantai jika terjadi gempa dengan kekuatan di atas tujuh skala richter, tanpa peduli adanya peringatan tsunami dari BMKG.

Untuk masyarakat Aceh yang belum pernah merasakan gempa, juga diimbau jangan menganggap sepele, karena seluruh wilayah di Aceh memiliki potensi gempa besar, untuk itu iamenyarankan bangunan yang dibangun harus tahan gempa, dan peralatan rumah tangga juga tidak berlebihan.

Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas

“Gempa tidak membunuh, yang membunuh itu gaya hidup kita yang tidak ramah terhadap gempa,” tegasnya.(L/AP/ P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia