Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teungku Peukan, Ulama dan Tokoh Pejuang Aceh

Redaksi Editor : Arif R - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views

Makam Teungku Peukan

MENYEBUT perjalanan keilmuan para ulama Aceh Selatan dan sekitarnya rasanya belum sempurna sebelum mengenal tentang ulama yang berasal dari Padang Ganting Manggeng yang disebut dengan Teungku Peukan.

Bagi masyarakat Blangpidie secara khusus, Teungku Peukan adalah ulama pejuang dan simbol perlawanan rakyat untuk kolonial Belanda.

Teungku Peukan merupakan ulama anak dari seorang ulama yang disebut dengan Teungku Padang Ganting. Teungku Peukan bersama pengikutnya syahid di tahun 1926, dan usianya ketika itu 40 tahun, karena beliau diperkirakan lahir tahun 1886. Kuburan beliau yang berada dalam komplek kawasan Mesjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie menjadi saksi betapa kokohnya semangat yang dimiliki ulama tersebut dengan para pengikutnya.

Teungku Peukan lahir pada awal periode gejolak Belanda-Aceh. Sebagai anak dari seorang ulama, Teungku Peukan dididik dengan keilmuan agama Islam. Hingga dewasa, Teungku Peukan memiliki kecintaan terhadap agama Islam dan tanah kelahirannya. Bahkan, ketika Belanda mulai menginvasi wilayah Kesultanan Aceh, Teungku Peukan dengan tegas bersikap melawan penjajah.

Baca Juga: Ariel Sharon: Algojo Zionis dan Dalang Pembantaian Sabra-Shatila

Peristiwa perlawanan Teungku Peukan memiliki kemiripan dengan peristiwa perlawanan para ulama di Singaparna Tasikmalaya Jawa Barat dibawah pimpinan Kiyai Haji Zainal Mustafa dan mirip pula dengan perlawanan masyarakat Cilegon yang dipimpin oleh Syekh Abdul Karim Banten dan para ulama lainnya.

Tidak banyak informasi tentang awal mula perjalanan intelektual Teungku Peukan sang ulama tersebut. Tapi yang pasti sebelum terjadi pemberontakan, pada tahun 1921 di Labuhan Haji dikirim seorang ulama terpandang yang dikenal dengan Abu Lampisang yang berasal dari Siem Aceh Besar. Sedangkan di Blangpidie dikirim dari Kuta Raja Teungku Muhammad Yunus Lhoong yang dikenal dengan Teungku di Lhoong.

Teungku di Lhoong adalah ulama yang anti kolonial Belanda. Beliau disebutkan berteman dengan Teungku Peukan. Sehingga sebelum melakukan penyerangan Tangsie Belanda, Teungku Peukan bersama pasukannya singgah di Balai Pengajian Teungku di Lhoong setelah menempuh perjalanan 20 KM berjalan kaki dari Manggeng. Tepatnya subuh Jumat tanggal 11 September 1926, Teungku Peukan bersama puluhan pengikutnya menyerang tangsie Belanda pada waktu sahur, maka para marsose yang sedang terlelap banyak yang tewas seketika.

Setelah melihat kemenangan dan larinya para marsose tersebut, Teungku Peukan kemudian mengumandangkan azan. Ketika beliau mengumandangkan azan, salah satu pasukan Belanda menembak Teungku Peukan, dan beliau pun syahid dalam peristiwa itu.

Baca Juga: Abu Haji Salim Mahmudi Lamno, Ulama Aceh ahli Tasauf

Setelah syahid Teungku Peukan dan beberapa pasukannya, beliau kemudian dikuburkan langsung dengan pakaiannya, tidak diprosesi sebagaimana jenazah biasa. Mengetahui hal yang demikian, maka Belanda menganggap Teungku di Lhoong memihak kepada Teungku Peukan dan para pejuang.

Maka tidak lama setelah peristiwa penyerangan tangsie Belanda, Teungku di Lhoong tadi dikembalikan kembali ke Kuta Raja Banda Aceh. Pada tahun yang sama pula pulang dari Kedah Yan Malaysia Abu Syech Mahmud yang baru selesai belajar di Madrasah Irsyadiah, madrasah yang dipimpin oleh Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan.

Sekitar lima tahun beliau belajar di Yan Kedah, dimana sebelumnya beliau telah belajar di Siem Krueng Kalee kepada Abu Haji Hasan Kruengkalee, telah mengantarkan Abu Syech Mahmud menjadi ulama muda yang diperhitungkan. Selain alim, Abu Syech Mahmud juga dikenal dengan kezuhudan dan keluhuran budinya. Sehingga pada tahun 1926 setibanya di Lhoknga kampung asalnya, Abu Syech Mahmud diminta oleh Tuwanku Raja Keumala dan Abu Kruengkalee untuk dikirim ke Blangpidie menggantikan posisi Teungku Yunus di Lhoong yang ditarik kembali setelah peristiwa Teungku Peukan. Maka pada tahun 1927 Abu Syech Mahmud tiba di Blangpidie, dan satu tahun berikutnya beliau membangun lembaga pendidikan yang dikenal dengan Bustanul Huda.

Abu Syech Mud sendiri merupakan pelanjut perjuangan Teungku Peukan dan Teungku di Lhoong. Walaupun memang jalur yang beliau tempuh tidak melalui perlawanan langsung, namun beliau mendidik masyarakat dengan ilmu, ketauhidan sehingga mampu berjihad secara intelektual. Sehingga banyak murid-muridnya yang menjadi ulama terpandang salah satunya adalah Abuya Syekh Muda Waly yang menjadi sentral ulama dayah pada periode sesudahnya.

Baca Juga: Abu Tumin, Ulama Kharismatik Aceh

Setelah perjanjian Aceh dan Belanda pada tahun 1903, maka para ulama terbagi dua dalam perjuangan. Boleh berjuang secara fisik seperti yang ditempuh oleh Teungku Chik Mahyed Tiro dan para ulama lainnya termasuk Teungku Peukan Blangpidie. Maupun jihad non fisik seperti yang dilakukan oleh banyak ulama yang membangun dayah dan lembaga pendidikan seperti yang dilakukan oleh Abu Meunasah Kumbang, Abu Idris Tanjungan, Abu Lambhuk, Abu Kruengkalee dan ulama lainnya termasuk Abu Syech Mahmud Blangpidie.

Para ulama-ulama tersebut tidak pernah saling menyalahkan dengan langkah-langkah yang mereka ambil karena semua mereka ingin mengantarkan ummat ini untuk keluar dari kegelapan kepada cahaya Islam dan demi membangun peradaban yang baru.

Maka setelah syahidnya Teungku Peukan, perlawanan masih terus berlanjut di beberapa tempat, sedangkan Abu Syech Mahmud juga berjihad dengan intelektualnya, sehingga mengkader banyak para ulama yang menjadi suluh bagi masyarakatnya. Rentetan sejarah dari Teungku Peukan, Abu Syech Mahmud, Abuya Haji Hamid Kamal, dan Abu Muhammad Syam Marfaly merupakan tali tersambung yang dibuat oleh para ulama untuk mencerdaskan masyarakat. [nurkhalis mukhtar el-sakandary]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: James Balfour, Arsitek Kejahatan Politik yang Membawa Sengsara Tanah Palestina

 

Rekomendasi untuk Anda

Sosok
Sosok
Sosok