Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tgk Mutiara Fahmi: Jangan Paksakan HAM Barat pada Umat Islam

Rana Setiawan - Jumat, 9 Februari 2018 - 23:03 WIB

Jumat, 9 Februari 2018 - 23:03 WIB

120 Views

(Foto: KWPSI)

Ketua Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Tgk‎ H ‎Mutiara Fahmi.(Foto: KWPSI)

Banda Aceh, MINA – Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), bahkan konsep itu muncul lebih dahulu dibanding dengan konsep HAM ala pemikiran Barat.‎

Ketua Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Tgk‎ H ‎Mutiara Fahmi mengatakan, HAM menurut pandangan barat semata-mata bersifat anthroposentris artinya segala sesuatu berpusat kepada kepentingan dan kebebasan manusia. Dengan demikian manusia sangat dipentingkan.

“Sebaliknya HAM menurut pandangan Islam bersifat theosentris artinya segala sesuatu berpusat kepada Allah sebagai Tuhannya. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan sebagai tempat mengabdi,” ujar Tgk Mutiara Fahmi pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh belum lama ini.

Karenanya, lanjut Tgk‎ Fahmi, nilai-nilai HAM ala Barat yang jauh dari nilai-nilai agama, tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan di tengah-tengah umat Islam yang nilai-nilai HAM selalu bersandar kepada Allah dan nilai-nilai aturan dalam agama.

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

“Dalam pandangan Islam HAM itu bersifat theosentris berpusat kepada Tuhan. Allah yang selalu menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya,” katanya.

Wakil Ketua PW Bakomubin Aceh Bidang Hukum dan HAM ini mengungkapkan, beberapa kejadian terakhir yang terjadi di Aceh dalam penegakan aturan syariat baru-baru ini menjadi contoh perbedaan pemahaman antara HAM ala Barat dan aturan HAM dalam Islam.

Ketika Aceh mulai menertibkan waria atau transgender oleh Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji yang perbuatan itu sangat terlarang dalam Islam, versi Barat itu langsung diklaim telah melanggar HAM karena menghambat kebebasan manusia, sementara dalam Islam itu justru merupakan penegakan HAM yang bersandar Allah.

Kasus lainnya adalah surat atau aturan yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali yang mewajibkan pramugari maskapai penerbangan saat berada di Bandara SIM yang masuk dalam wilayah penegakan syariat Islam, itu juga dianggap menghambat kebebasan manusia. Padahal itu perintah Allah agar kaum perempuan muslim menutup aurat atau memakai jilbab, apalagi di Aceh yang berlaku hukum khusus syariat Islam.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

“Begitu juga dengan penerapan hukum cambuk yang diberlakukan bagi para pelanggar syariat. Lagi-lagi Aceh dinilai melanggar HAM karena bagi mereka itu manusia segala-galanya, sedangkan kita umat Islam justru aturan dan hukum Allah segala-galanya. Karenanya, jangan mereka HAM barat kepada kita,” jelas Tgk Mutiara yang juga Majelis Syura Yayasan Abu Hasan Krueng Kale ini.

Dia menambahkan, perbedaan pemahaman HAM itu kadangkala menjadi polemik dan menjadi bahan untuk menyerang umat Islam oleh orientalis Barat, dengan memanfaatkan pihak-pihak tertentu atau LSM yang ada di dalam negeri.

Kendati dalam kenyataannya perbedaan itu bukanlah sebuah masalah yang besar, karena Islam di dalam kitab sucinya Alquran dengan jelas menghormati hak asasi manusia. Dalam Islam, manusia telah diperintahkan untuk hidup dan bekerja dengan kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukkan kepatuhannya kepada kehendak Allah, bukan hanya kebebasan manusia.

Dalam Islam, kewajiban yang diperintahkan kepada manusia dibagi ke dalam dua kategori, yaitu huquuqullah dan huquuqul ‘ibad. Huquuqullah (hak-hak) Allah adalah kewajiban manusia kepada Allah yang diwujudkan dalam bentuk ritual ibadah. Sedangkan huquuqul ‘basyar (hak manusia) merupakan kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk Allah lainnya.

HAM dalam Islam sudah ada sejak manusia masih dalam kandungan dikenal dengan konsep Ahliyatul Wujub an naqishah. Setelah lahir dengan konsep ahliyatul wujub at tammah. Dan setelah baligh dengan konsep ahliyatul ada’.

Deklarasi HAM Kairo 1990 dalam pasal 25 juga mengatur tentang HAM‎ dalam Islam memuat asas-asas dasar HAM dan komponen HAM yang meliputi: (1) Hak untuk hidup; (2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; (3) Hak atas kekayaan intelektual; (4) Hak kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi; (5) Hak memperoleh keadilan; (6) Hak kebebasan beragama; (7) Hak atas kemerdekaan diri; (8) Hak kebebasan berdomisili dan memperoleh suaka negara lain; (9) Hak atas rasa aman, (10) Hak atas kesejahteraan; (11) Hak kepemilikan; (12) Hak turut serta dalam pemerintahan; (13) Hak perempuan; dan (14) Hak anak.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Kemudian pasal 10‎, Islam adalah agama yang sejati dan tidak pernah berubah. Adalah terlarang untuk melakukan setiap bentuk tekanan pada manusia atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau kebodohannya untuk memaksa dia untuk berganti agama dengan agama lain atau menjadi ateis.

“Sayangnya deklarasi HAM Cairo ini tidak disosialisasikan dengan maksimal di berbagai belahan dunia khususnya umat Islam, sehingga yang muncul selalu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) versi PBB yang tidak sesuai dengan ajaran Islam karena memperturutkan kebebasan manusia yang melampaui batas,‎” terangnya. (R/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
MINA Health
Kolom
Kolom
Indonesia