Tgk Umar Rafsanjani Dai Internasional dari Aceh

Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc, MA.(kanan).(Foto: Dok. Pribadi)

Oleh Teuku Zulkhairi, Sekjen Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh

Percaya atau tidak, Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc, MA pimpinan Dayah Mini Banda Aceh ini adalah seorang dai internasional.

Ia bisa bercakap bahasa Arab secara aktif. Pada pelaksanaan haji tahun 2023 lalu, di tanah suci ia ditunjuk sebagai translater Arabic yang membantu menerjemahkan bahasa Syaikh Abdul Latif Baltou, pengelola Baitul Asyi di Mekkah dan jama’ah haji Aceh dalam proses penyaluran dana wakaf.

Tgk. H. Umar Rafsanjani ini mampu mengkomunikasikan secara baik penyampaian Syaikh ke jama’ah dan penyampaian jama’ah kepada Syaikh sehingga berkali-kali ia dipuji oleh Syaikh yang terlihat sangat tawadhu’ tersebut.

Pimpinan Dayah Mini yang lebih akrab dipanggil Abi Umar ini orangnya memang agak keras ya.

Tapi kata Dr. Hendra Syahputra, salah satu dosen di UIN Ar-Raniry, yang menjadi peserta terbaik pertama ini program sertifikasi pembimbing manasik haji dan umrah ini, setelah Dr. Hendra mengenal Abi Umar lebih dekat ia segera memahami kebaikan hatinya.

Dan hal itu disampaikan Dr. Hendra saat memberi sambutan tatkala dipersilahkan berbicara mewakili peserta di malam penutupan acara sertifikasi.

Abi Umar hanya keras terhadap provokasi-provokasi bid’ah dan tuduhan-tuduhan menyesatkan dari Wahabi saja.

Kenapa Abi Umar pantas disebut sebagai “pendakwah Internasional” sebagaimana di judul?

Ya karena memang Dia ini adalah pendakwah mancanegara, lebih tepatnya ia sering berdakwah ke negeri jiran Malaysia. Ya disana ia sering diundang secara reguler untuk berdakwah di sana.

Saat bulan Ramadhan ia udah pasti diundang kesana sejak lama, untuk berdakwah dan menjadi imam juga. Selain itu, bulan-bulan di luar Ramadhan juga diundang.

Artinya Teungku Umar diterima di
sana. Kalau tidak diterima ya kan nggak mungkin akan diundang secara reguler untuk berdakwah sejak lama disana.

Baca Juga:  “Gampong Keberagaman” Potret Toleransi di Kota Syariat

Jadi, Ia ini selain memimpin Dayah Mini yang terus membesar ini, ia juga mengatur waktu secara aktif untuk berdakwah disana.

Nah.. kemaren sempat Saya tanyakan bagaimana ceritanya Ia bisa berdakwah secara reguler disana.

Ternyata, Ia selama ini memang sudah memiliki Tauliah atau Sertifikat yang memberikan Ia leluasa untuk berdakwah disana.

Tauliah yang beliau miliki ini memberikan legalitas agar bisa melakulan aktivitas keagamaan seperti mengajarkan kitab suci Alquran, mengajarkan fardhu a’in atau untuk berceramah/berdakwah.

Masing-masing dari 3 item itu harus ada tauliahnya yang dikeluarkan oleh jabatan Agama Islam negeri/provinsi tempat kita berdomisili di sana.

Jabatan Agama Islam di Malaysia ini kalau di kita itu adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama.

Jadi prosesnya seperti itu untuk mendapatkan tauliah tersebut.

Setelah melalui proses pemeriksaan identitas, berkas-berkas latar belakang pendidikan kita, dan lalu di interview oleh pihak khusus di kantor jabatan Agama Islam di Malaysia.

Teungku Umar, lulus di tiga-tiga itemnya, tertulis di sertifikat dalam semua kategori

Artinya, Abi Umar dianggap Jabatan Agama Islam layak berdakwah di Malaysia baik mengajarkan Al-Qur’an, mengajari fardhu ‘ain ataupun dakwah dan ceramah umumnya lainnya.

Jadi semua persyaratan lengkap. Abi Umar memiliki syarat yang lebih dari cukup untuk berdakwah di sana.

Minggu lalu kami dari Ikatan Sarjana Alumni Dayah selesai mengadakan simposium dan halal bihalal yang membicarakan tentang dakwah di Aceh dan mengundang banyak aktivis dakwah sebagai peserta serta diisi oleh sejumlah ulama Aceh, guru besar dan sebagainya.

Pada simposium yang mengangkat tema “Dakwah Aceh; Masa Lalu, Kini dan Masa Depan”, kami mendiskusikan bagaimana caranya meng-go nasionalkan dan internasionalkan pendakwah-pendakwah dari Aceh seperti zaman dulu.

Baca Juga:  Umur Dunia Vs Umur Akhirat

Saat itu kita coba carikan solusi bagaimana caranya kita bisa mencapai tujuan itu karena fakta sejarah menunjukkan bahwa kita Aceh ini pernah menjadi mercusuar di Asia Tenggara dalam hal ekspansi dakwah Islam.

Saya baru terfikir bahwa sebenarnya kita sudah punya banyak pendakwah-pendakwah internasional. Mungkin hanya kurang brandingnya saja. Atau kurang mendapatkan sambutan dari masyarakat Aceh sendiri.

Hal ini karena dewasa ini masyarakat Aceh lebih gandrung dengan pendakwah-pendakwah luar Aceh ketimbang Pendakwah Aceh sendiri.

Nah.. soal itu juga jadi bahan diskusi dalam simposium kemaren. Banyak kita bahas dan carikan solusi dan pemikiran.

Dalam konteks itu, selain soal bahasa yang menjadi kendala, ulasan Ustaz Masrul Aidi, dalam acara halal bihalal itu terungkap kurangnya penataan media sosial dan penguatan publikasi dakwah di media sosial melalui video-video yang dibuat secara bagus.

Selain itu, dalam hal event atau acara-acara besar keagamaan di Aceh, di antara hal yang sering menjadi perhatian bahkan menjadi persyaratan ketika seorang pendakwah mau diundang ke Aceh mengisi berbagai event dakwah adalah sebanyak mana pengikutnya di media sosial di berbagai platformnya dan sejauh mana ia eksis dengan video-video dakwahnya itu.

Informasi ini saya dapat dari Muhammad Balia, praktisi even organizer yang banyak menangani acara-acara besar di Aceh menyatakan, tanpa hak di atas kecil kemungkinan Pendakwah itu akan lulus untuk diundang.

Jadi, dua hal itu yang agaknya merupakan kekurangan dari para pendakwah di Aceh sehingga jangankan kita berharap pendakwah di Aceh eksis di mancanegara, bahkan untuk diundang mengisi dakwah event peringatan tsunami saja akan sulit.

Baca Juga:  Perpecahan di Pemerintahan Israel

Dalam konteks ini, di Aceh baru Tu Sop Jeunieb yang berhasil dalam perkara ini. Bagus media sosialnya dan lumayan banyak pendukung, dan banyak videonya di berbagai platform media sosial.

Selain Tu Sop Jeunieb, mungkin terbaru ada Tgk Ismail dari Aceh Selatan yang sedang viral secara alami.

Sementara itu, pendakwah-pendakwah di luar Aceh itu sudah sangat melangkah maju dalam perkara tersebut. Mereka memiliki manajemen khusus yang mengelola media sosialnya dan publikasi video-video dakwah dan ceramah mereka.

Di Aceh.. agaknya hal ini belum jadi perhatian serius para pendakwah kita atau orang-orang di sekitar mereka (Rijal haulahum). Padahal syarat ini mutlak harus diikuti oleh para pendakwah jika ingin go Nasional dan go internasional. Agaknya begitu ya. Karena soal keilmuan.. para pendakwah kita umumnya sudah tidak diragukan lagi.

Kembali ke soal Abi Umar Rafsanjani yang saya katakan sebagai pendakwah Internasional dari Aceh. Tauliah beliau itu kabarnya dikeluarkan oleh Jabatan/Majelis Agama Islam Negeri Pulau Pinang.

Dan pada aturaanya, tauliah itu memang hanya berlaku di Negeri/Provinsi Pulau Pinang/Penang dan tidak boleh beraktivitas di negeri-negeri lainnya.

Hanya saja, beliau ini sesekali juga bisa berdakwah di negeri lainnya lantaran Abi Umar sudah dikenali sehingga bisa kita berdakwah di Negeri-negeri Malaysia lain.

Jadi yang menjadi poin pentingnya adalah, aturannya begitu ketat dan tegasnya di Malaysia dalam menjaga paham dan aqidah agama masyarakat. Tidak akan sembarangan orang bisa masuk berdakwah disana. Apalagi jika suka menuduh bid’ah dan menyesatkan dengan gampangnya.

Dan Abi Umar Rafsanjani ini memenuhi syarat bisa berdakwah di sana dimana tauliah untuk beliau berdakwah disana sudah diperolehnya sejak tahun 2012 lalu.

Alhamdulillah kita patut senang ada anak bangsa yang eksis berdakwah di luar negeri. Semoga akan lahir dai internasional lainnya dari negeri Aceh ini. []

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Arif Ramdan