Tiga Opsi Israel di Gaza

Oleh Dr Adnan Abu Amer*

mungkin akan menduduki kembali dan meluncurkan serangan militer besar-besaran.

Ketika orang-orang Palestina meluncurkan Pawai Besar pada 30 Maret, Israel merasakan suatu kesempatan untuk kembali melakukan penyerangan.

Sampai saat ini, tentara Israel telah menewaskan lebih dari 120 pengunjuk rasa dalam aksi damai Palestina. Tetapi orang Israel tidak berhenti sampai di situ.

Ketika publik internasional menyoroti betapa bahaya selalu mengancam para aktivis aksi damai itu, pasukan pendudukan Israel mulai mengalihkan targetnya kepada kelompok perlawanan bersenjata saja di Gaza.

Pasukan Israel pun membom tempat pelatihan mereka, penyimpanan senjata, terowongan dan gudang logistik, serta membunuh beberapa anggota pasukan di Gaza.

Tentara Israel tidak dibenarkan untuk serangan-serangan yang mereka lakukan; mereka hanya ingin memaksakan sebuah realitas baru di lapangan: Perlawanan yang damai itu akan dipenuhi dengan kekerasan dan eskalasi apa pun akan diikuti oleh serangan militer yang lebih luas.

Setelah beberapa pertimbangan, serangan militer pun diluncurkan dari Gaza. Banyak di antara kelompok perlawanan bersenjata di Gaza yakin bahwa Israel tidak boleh dibiarkan memaksakan realitas baru itu di lapangan dan harus diperlihatkan bahwa akan ada tanggapan terhadap serangan militernya.

Apa yang dipertontonkan dalam episode ini, adalah semakin sulit bagi Israel untuk mempertahankan status quo. Strateginya tentang “Gaza tidak akan hidup dan tidak akan mati” sepertinya tidak lagi berhasil. Mereka khawatir bahwa perbaikan kecil dan tambalan tidak akan lagi memuaskan rakyat Palestina.

Dalam konteks inilah Israel tampaknya menghadapi pilihan di Gaza: kembali menduduki, perang lain, atau pencabutan blokade.

Pendudukan Kembali

Ada beberapa suara ekstrem kanan di pemerintah Israel, elit militer dan intelektual yang telah menyerukan untuk menduduki kembali Gaza. Mereka percaya bahwa membangun kontrol militer atas Jalur Gaza dapat menghapus ancaman yang ditimbulkannya.

Mereka menyerukan untuk mengambil alih seluruh Jalur dengan pasukan darat dan melakukan operasi pemberantasan secara menyeluruh terhadap kelompok-kelompok bersenjata di Gaza.

Setelah itu terpenuhi, Gaza harus diserahkan kepada pihak ketiga, seperti Otoritas Palestina atau badan internasional, untuk menangani dan mengelola kebutuhan kemanusiaan warga setempat.

Mereka yang mengadvokasi solusi ini tahu betul bahwa mereka sedang melihat bencana berdarah. Israel pasti akan menghadapi perlawanan berat di Gaza yang akan menyebabkan lusinan, jika tidak ratusan tentara Israel tewas. Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Israel daripada mengembalikan pasukannya dari medan perang dalam kantong mayat hitam.

Jika rencana pendudukan kembali Jalur Gaza itu dilakukan, setidaknya negara Israel harus menyediakan makanan, air dan listrik untuk penduduk yang kelelahan secara ekonomi. Dan hal itu, tentu akan membebani anggaran pemerintah  Israel.

Korban tewas akibat operasi militer seperti dalam rencana itu adalah penduduk sipil Gaza, yang berarti kekalahan mengerikan di panggung internasional bagi Israel. Kemarahan internasional pada kejahatan Israel terus berkembang dari hari ke hari dan pada akhirnya akan mencapai titik puncak.

Penting untuk disebutkan di sini, bahwa ini tidak terlalu populer di kalangan pengambil keputusan di Tel Aviv, baik di pemerintahan, tentara atau intelijen karena mereka menyadari betapa mahalnya harga yang akan mereka bayar.

Serangan Militer Lainnya

Opsi kedua, melakukan serangan militer besar ke Gaza. Rencana itu secara umum digagas oleh tokoh politik dan militer berpengaruh di Israel karena dianggap lebih murah daripada menduduki kembali.

Tapi tampaknya, jika rencana itu terwujud, maka akan menyulut pasukan Hamas untuk meluncurkan serangan rudal-rudal baru mereka ke permukiman Israel di dekat Gaza.

Sebaliknya, Israel hampir setiap tahun meluncurkan serangan ke Gaza sebagai bagian dari kebijakan “memotong rumput”. Kapan saja kemampuan Hamas – apakah manusia atau logistik – tumbuh, kebutuhan muncul untuk memotong mereka kembali melalui serangan udara atau pembunuhan di lapangan.

Setelah beberapa operasi Israel diluncurkan antara 2006 dan 2014, mungkin mereka akan melancarkan perang lain. Terlepas dari keyakinan mereka bahwa opsi ini harus segera terwujud, para pejabat tinggi militer curiga bahwa kelompok-kelompok bersenjata Palestina telah membangun kembali kemampuannya dan menyiapkan segala sumber daya yang ada dalam empat tahun tetakhir ini.

Membuka Blokade

Dalam opsi ini, kita akan melihat Israel membuka blokadenya di Jalur Gaza secara ekonomi dan administratif. Ini juga akan mencakup pembangunan pelabuhan atau bandara di bawah pengawasan ketat pasukan keamanan Israel dan jaminan internasional.

Opsi ini tentu akan membuat Israel menanggung beban dua juta penduduk Gaza di pundaknya, tapi implikasi strategis ini ingin dihindari para pemimpin Israel Selain itu, pola ini akan membuat pembentukan entitas Palestina dengan fitur-fitur yang mirip negara, seperti yang diberlakukan di Tepi Barat.

Selain itu, tidak akan ada jaminan yang cukup bahwa Hamas tidak akan memanfaatkan fasilitas pelabuhan baru ini untuk membawa senjata yang mungkin akan mengganggu status quo militer Israel.

Oleh karena situasi lapangan di Gaza berubah dan ancaman Israel terhadap warga Palestina meningkat, maka opsi ketiga sangat dimungkinkan. Israel akan membuat perhitungan rinci pada masing-masing opsi itu, tetapi pada akhirnya, perkembangan di lapangan akan menentukan jalan mana yang akan ditempuh. (AT/RS3/RS1)

*Dr Adnan Abu Amer adalah Kepala Departemen Ilmu Politik di Universitas Ummah di Gaza.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.